All Chapters of Ketika Hati Lelaki Mendua : Chapter 51 - Chapter 60
65 Chapters
Part 51
Andra menarik napas panjang. Itu kenangan terpahit dalam hidupnya. Peristiwa yang membuatnya berada dalam titik terpasrah. Andra legowo menerima ketentuan-Nya. Dia bangkit meski susah payah. Bekerja keras demi ketiga buah hati yang sangat di cintainya.Apapun keadaannya Andra tetap bersyukur, peristiwa demi peristiwa itu dianggapnya sebagai teguran untuk lebih meningkatkan ketakwaan. Dua bulan setelah perceraiannya dengan Marina di putuskan pengadilan, Andra pergi umroh bersama sang mama dan Izam.Tidak hanya sekali Amy atau pun sang mama menyuruhnya agar rujuk dengan Inaya. Bukan Andra tidak mau, dirinya sangat takut di tolak wanita itu. Dirinya diberikan kesempatan untuk mengunjungi putranya saja sudah sangat bersyukur. Putra yang di didik sangat baik oleh Inaya.💐💐💐Pagi itu Andra Andra tergesa masuk kantor. Dia agak telat pagi ini karena semalam bisa tertidur hampir dini hari. Beberapa staf mengangguk hormat dan mengucapkan selamat pagi.Seorang perempuan muda mengikutinya masu
Read more
Part 52 Andra dan Masa Lalu
"Namanya Bu Lia, Pak."Andra diam. Kenapa temannya yang sudah lama tidak pernah bertemu itu tiba-tiba saja datang ke kantornya? Memanglah sudah beberapa tahun ini Lia tinggal di luar kota, ikut dinas suaminya. "Baiklah, aku tunggu." Andra memutuskan.Tidak berselang lama pintu ruangannya di ketuk. "Masuk!" Serunya.Pintu terbuka, muncul Siska yang diikuti seorang wanita di belakangnya. Sekretaris pribadinya mempersilakan wanita berhijab ungu itu masuk. Lia tersenyum pada Andra."Biarkan pintunya terbuka, Sis," perintah Andra. Gadis yang memakai blouse warna jingga dan celana panjang warna hitam mengangguk sopan pada bosnya. Kemudian permisi dan melangkah pergi."Hai, Lia. Silakan duduk!" Andra berdiri dari kursi dan mempersilakan wanita itu duduk di sofa yang berada di pojok ruang kerjanya. Lia duduk berhadapan dengan teman lamanya. Sekarang Lia sudah merubah penampilan, berpakaian muslimah rapi."Udah lama ya kita tak pernah bertemu? Apa kabarmu?" Andra mencairkan kekakuan yang terci
Read more
Part 53
Hanya butuh beberapa menit saja untuk menyegarkan badan. Andra mengambil sajadah setelah rapi mengenakan baju koko abu-abu, sarung, dan songkok. Dia pamitan pada Mbak Asih untuk salat berjamaah di Masjid yang berjarak 100 meter dari rumahnya.Andra memandang langit di ujung barat. Matahari terlihat bulat sempurna merona jingga. Pemandangan yang yang menakjubkan di selingi semilir angin yang menyejukkan. Senja, mengajarkan kita bahwa yang indah pada akhirnya juga tenggelam. Yang ada di muka bumi ini segalanya hanya sementara. Sesekali Andra mengangguk dan tersenyum pada beberapa warga yang menyapanya. Dulu, di antara orang-orang itu juga ada yang mencemooh dirinya ketika baru saja pindah dan kembali tinggal dengan mamanya. Bicara tentang kegagalannya poligami. "Satu istri saja nggak becus ngurus, ini malah nikah lagi." Lirih kalimat yang diucapkan kala itu. Namun jelas tertangkap telinga Andra."Wajarlah dia nikah lagi, lha wong istrinya nggak nurut sama suami. Harusnya jadi istri tah
Read more
Part 54 Pertemuan di Akhir Pekan
Tiga puluh enam tahun? Selisih setahun dengan usia Inaya. Andra menunduk, memandang lantai marmer putih yang di dudukinya. "Wanita ini masih sangat muda, Pak Haji. Masih layak mendapatkan pria yang usianya sebaya. Dengan saya selisih sebelas tahun.""Nggak masalah, Nak Andra. Bahkan bapak lihat, kamu masih jauh lebih muda dari usiamu. Mamamu kadang cerita sama Umi Kholifah, katanya masih pengen melihatmu kembali berumah tangga." Umi Kholifah ini istri dari Pak Haji Abu. "Insya Allah, Pak Haji. Tapi hingga hari ini saya belum kepikiran untuk menikah lagi. Maaf! Mungkin jika ada ikhwan yang jauh lebih baik dari saya, bisa dipertimbangkan lagi untuk wanita sholehah ini, jangan saya Pak Haji.""Kenapa? Apa karena trauma?" Pak Haji memandang Andra. Pria yang diajak bicara kembali menunduk. "Atau masih belum bisa melupakan wanita masa lalu?" goda Pak Haji Abu.Andra tersenyum."Ada sebagian orang bilang, memperbaiki jauh lebih baik daripada membina hubungan baru dengan orang yang berbeda.
Read more
Part 55
Suasana masih pagi ketika Andra sampai di bandara. Hari ini dia akan ikut penerbangan jam delapan. Tak sabar ingin segera bertemu Amir. Sudah lama tidak berjumpa dengan si bungsu. Komunikasi pun terbatas karena di pondok sangat di batasi penggunaan telepon seluler.Bertahun-tahun yang lalu ketika ia ditempatkan lagi di kantor pusat, sedihnya bukan main ketika harus berpisah dengan Amir meski dirinya telah berpisah dengan Inaya. Namun jatah nafkah tiap bulan untuk putranya selalu di kirim tepat waktu. Begitu juga dengan nafkah untuk Amel dan Kiki. Kebutuhan mereka tercukupi meski berjauhan dengan sang papa.Dua jam dalam perjalanan akhirnya pesawat landing. Tiap kali menapak di bandara itu, seolah kembali membawanya terlempar ke dalam masa lalu. Banyak kenangan manis dan pahit tertoreh di salah satu kota kecil di provinsi ini. Andra keluar dari ruang kedatangan. Seorang laki-laki usia tiga puluhan tersenyum sambil menghampirinya. Dia sopir perusahaan yang selalu ditugaskan untuk menje
Read more
Part 56 Jarak di antara Mereka
"Mas," panggil Inaya.Perempuan itu segera bergegas menghampiri. Mereka menepi dari para orang tua santri yang selalu rame datang di akhir pekan begini."Apa kabar, Naya?" tanya Andra setelah mereka duduk di bangku yang ada di teras bangunan itu."Kabar baik. Mas, baru sampai?""Sudah sejak tadi. Mas ... eh aku sudah bertemu dan ngobrol dengan Amir." Andra meralat ucapannya, kebiasaan panggilan itu masih melekat dalam kalimatnya. Pria itu cerita kalau dari bandara langsung ke pesantren. Dia bilang ada pekerjaan beberapa hari di kantor cabang.Inaya mengangguk canggung, rentang waktu yang memisahkan membuat mereka menjadi orang asing. Meski kadang tetap juga berkomunikasi jika ada yang perlu dibicarakan mengenai Amir. Namun itu pun sangat jarang, karena Amir sendiri sudah bisa berkomunikasi sendiri dengan papanya."Kamu datang bersama siapa?" "Sendiri. Pak Salam nggak bisa ngantar hari ini.""Nyetir sendiri?""Nggak, Mas. Aku naik bis tadi. Mau nunda sampai lusa nggak enak sama Amir,
Read more
Part 57
Muhlisin yang baru dari kamar mandi menghampiri Andra. Pria itu memberi kesempatan istirahat kepada sopirnya.Kesempatan itu Inaya menanyakan kabar tentang Bu Safitri dan keluarga Andra yang lain. Mereka berbincang hingga hampir jam tiga. Perutnya yang terasa perih membuatnya tersadar kalau belum makan siang."Kita makan siang dulu, kamu juga belum makan," kata Andra pada Inaya. "Sudah hampir jam tiga. Kita makan bakso di depan sana saja. Mau, nggak?" Andra menunjuk sebuah kedai bakso di seberang jalan depan masjid.Inaya mengangguk. "Terserah Mas Andra saja."Mereka bertiga melangkah menyeberang jalan. Mobil di tinggalkan di parkiran masjid. Andra mengajak Inaya dan Muhlisin mengambil tempat duduk lesehan luar. Pria itu memesang dua bakso untuk dirinya dan Inaya, satu mangkuk mie ayam untuk Muhlisin. Minumnya memesan tiga es jeruk. Muhlisin memilih duduk terpisah di pojok teras sambil bersandar pada tiang. Laki-laki itu sengaja membiarkan bos dan mantan istrinya punya kesempatan unt
Read more
Part 58 Menunggu Hari Esok
Siang itu Marina baru selesai makan siang dan minum obat. Kemarin sore dia keluar dari klinik. Sekarang di rumah di temani Amel dan seorang ART, karena mamanya kemarin langsung pulang. Sejak papanya terkena stroke, tidak bisa di tinggal lama-lama oleh sang mama. Tidak seperti dulu waktu masih sehat, bahkan tidak peduli Bu Cakra menginap hingga hitungan bulan di rumah anak-anaknya.Begitulah, semua baru terasa saat sedang membutuhkan atau di saat terkena musibah. Marina ingat bagaimana dulu Andra minta maaf dan memohonnya untuk bertahan. Dia juga ingat permintaan tulus dari seorang perempuan yang telah masuk dalam kehidupan dirinya dan Andra. Wanita yang mengalah karena sadar kalau dirinya hanya pihak ketiga. Namun dirinya malah ingin melihat mereka hancur.Kemarahannya memuncak setelah dia tahu kalau Inaya sedang hamil anak keduanya dengan Andra, padahal jarang sekali suaminya mendatangi madunya. Namun Tuhan menganugerahkan bayi di rahim perempuan itu sedangkan dia yang sebenarnya sa
Read more
Part 59
"Siapa Halim?" tanya Andra cepat. Perasaannya mulai tak enak."Kekasih kamu?" Andra tidak sabar menunggu jawaban."Bukan. Hanya kenalan. Dia pemilik toko onderdil mobil depan itu." Inaya menunjuk toko besar yang kini sudah tertutup rapat."Perhatian sekali sampai ngirim-ngirim barang kayak gitu.""Ini cuma kue lapis. Sudah biasa dia bagi makanan buat karyawan toko.""Termasuk untuk bosnya, 'kan? Untuk menarik perhatian bos, biasanya akan mendekati anak buahnya lebih dulu." Andra benar-benar gusar, ketika Inaya tampak santai menjawab pertanyaannya. Pria itu mengajak Inaya masuk sebuah kafe yang sepi pengunjung, dengan harapan bisa segera di layani. Setelah mengambil tempat duduk, Andra mengirimkan pesan pada Muhlisin agar laki-laki itu tahu keberadaannya."Mau pesan apa, Mas?" Inaya menyodorkan buku menu pada Andra. Seorang pelayan sudah menunggu dengan sebuah nota di tangan."Chicken steak tanpa nasi sama jeruk hangat." "Saya juga sama, Mas." Inaya bicara pada pramusaji yang sedang m
Read more
Part 60 Lamaran di Suatu Senja
Pagi itu Andra memesan kopi hitam pahit dan kental pada room service untuk mengusir rasa kantuknya. Sebab semalaman dia hanya bisa tidur beberapa jam saja. Entah pukul berapa dia mengirimkan pesan pada Inaya, tapi hanya di jawab, "Kita bicarakan besok saja, Mas." Padahal dirinya sudah tidak sabar menunggu esok hari.Sepiring nasi goreng di atas meja kamar hanya di makan sebagian. Ada bimbang yang melanda dalam dada. Sekarang Inaya sudah sukses secara finansial, tokonya berkembang, usaha konveksi ibunya juga berjalan baik. Tentunya dia sudah sangat nyaman dengan kondisinya. Apa mungkin kembali bersedia mengarungi hidup bersamanya? Bersama mantan yang dulu gagal membahagiakannya.Andra ingat perkataan mamanya tadi malam ketika ia di perjalanan pulang. Pria itu memberitahu kalau akan melamar kembali Inaya. Suara wanita di seberang terdengar bahagia, ketika sang putra mau kembali berumah tangga meski rujuk dengan mantan istrinya. "Kamu memang harus memikirkan perasaan anak-anak, tapi kamu
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status