Semua Bab Dari Mantan Jadi Ipar: Bab 81 - Bab 90
100 Bab
Kak Dinda Mengamuk
Mbak Asri marah. Sementara orang yang dia marah sudah melenggang pergi tanpa perasaan bersalah. Sedangkan aku dilanda gundah. Bagaimanapun ucapan Sela tadi perlu diwaspadai."Sha, jangan dengerin kata-kata si Sela gila itu, ya. Dia cuma iri dan berusaha membuat kamu ragu sama Athaar. Percaya sama mbak, keluarga Pak Handoko adalah keluarga baik-baik. Selama dua tahun jadi mantunya, belum sekali pun mbak tersinggung sama ucapan maupun sikap mereka. Meskipun, mbak belum bisa memberikan mereka cucu.Aku mengangguk. Mbak Asri sepertinya tahu apa yang menjadi keresahan hati ini. "Insya Allah, nggak, Mbak. Makasi, ya sudah bantu ngadepin Sela. Dia memang dari dulu nggak suka sama aku dan selalu aja nyari masalah.""Jangan digubris. Harusnya dia tahu diri, eh malah fitnah kek gitu. Awas aja, bakal mbak aduin ke mama dan Mas Agung.""Apa nggak berlebihan, Mbak? Takutnya malah ribut besar." Aku mencoba membuat Mbak Asri mempertimbangkan rencananya itu. Namun, wanita itu tetap akan mengatakan pe
Baca selengkapnya
Aku Dituduh Ngidam
"Ya, Allah, Dinda ... Nduk ...." Ibu panik melihat pendarahan yang dialami Kak Dinda. Beliau langsung meminta Kak Dinda duduk dan mengapitkan kedua pahanya. Namun, hal itu ternyata tak berefek. Darah masih terus keluar dan semakin menggenangi lantai.Aku pun meminta Kak Dinda untuk tenang. Mencoba membuatnya mengontrol emosi. Sementara Mas Athaar sigap menelepon Bu Bidan yang masih bertanggung jawab hingga Kak Dinda selesai masa iddah."Sakit, Bu. Tolong Dinda, Bu," ringis Kak Dinda sembari memegangi perutnya. Keringat juga sudah membasahi dahi wanita itu."Sabar, Kak. Mas Athaar udah nelpon Bu Bidan, kok." Aku mencoba terus menenangkan Kak Dinda. Meski dia sinis dan menepis tanganku ketika aku mengusap bahunya."Pergi!" sergahnya."Bu, kata Bu Bidan, dia masih dinas di rumah sakit, nanti asistennya yang datang kemari," kata Mas Athaar setelah menutup sambungan telepon dengan Bu Bidan."Ya, ndak apa-apa, Thaar. Yang penting ada yang meriksa dan nolongin Dinda."Usai merespon ucapan Ma
Baca selengkapnya
Diminta untuk Testpack
"Mbak ngapain di sini?" tanyaku pada asisten Bu Bidan yang kini berada di dapur."Saya mau numpang ke kamar mandi, Mbak, tapi nyasar ke sini," jawab wanita yang masih sangat muda itu gugup."Tadi ngomong gitu maksudnya apa, ya?"Asisten Bu Bidan itu terlihat kaget. Mungkin dia tak menyangka jika aku mendengar ucapannya tadi. Dengan segan akhirnya dia menjawab. "Saya minta maaf, ya, Mbak. Nggak maksud apa-apa, kok. Cuma kaget aja lihat Mbak bertengkar.""Sha, udah, jangan dipermasalahkan," kata Mas Athaar terdengar serius. "Mbak, lain kali tolong jaga ucapan, ya. Nggak semua yang terlihat buruk, pasti buruk. Lebih baik jangan suka mengomentari hal orang lain," sambung Mas Athaar pada asisten Bu Bidan. Tak disangka pria itu akan membelaku."Halah! Jangan sok bener, deh! Memang kenyataannya seperti itu mau dikomentari bagus," celetuk Kak Risma sambil terus memegangi pipinya. Mungkin rasa panas menjalari seluruh wajahnya. Hmm ... rasakanlah!"Kak, mending sekarang pulang. Saya nggak mau a
Baca selengkapnya
Hasil Testpack
"Ngomong apaan, sih, Kak? Yang sopan, dong sama calon suamiku. Jangan menuduh tanpa bukti. Itu namanya Kakak memfitnah Mas Athaar!" sergahku pada Kak Dinda dengan lantang. Wanita itu benar-benar tak berubah dan tak jera. Padahal dia baru mengalami pendarahan, eh sudah berani memancing keributan lagi."Bukti yang kek gimana lagi, Sha?! Apa kurang cukup omongan semua tetangga tentang kamu dan Athaar? Sampe Ibu sedih gini karena kelakuan kamu!""Udahlah, Kak! Jangan mulai!""Cukup! Kalian ini ribut aja terus. Tolonglah hargai ibu!" Ibu menyergah aku dan Kak Dinda. Membuat jantung ini seketika kaget."Athaar, maaf jika pertanyaan ibu ini membuatmu tersinggung atau bahkan marah. Tolong jawab yang jujur, apa benar kamu menghamili Ayesha?" Pertanyaan Ibu benar-benar ekstrim. Bagaimana jika Mas Athaar marah dan pergi dari sini?"Bu, kenapa nanya kek gitu sama Mas Athaar? Kan, tadi Ayesha udah jelasin kalo Mas Athaar adalah pria baik dan aku bukan gadis murahan. Kenapa masih Ibu pertanyakan, s
Baca selengkapnya
Hasil Testpack 2
"Bu, Gimana? Hasilnya negatif, kan?" Lagi, aku mengulangi pertanyaan yang sama lantaran Ibu hanya diam tak menjawabku.Mas Athaar memandangku kemudian beralih melihat Ibu. Pria berkemeja putih itu pasti juga sangat penasaran dengan hasil testpack milikku. Apa mungkin dia mulai berpikir jika tes itu hasilnya positif. Ah, mana mungkin.Tangan Ibu tampak gemetaran. Ya, Allah, Sebenarnya keterangan di secarik kertas itu apa? Kenapa wajah Ibu tegang seperti itu?"Nduk, maafin ibu, ya. Seharusnya ibu percaya sama kamu bukan malah menuduhmu hamil. Ibu ndak ada bedanya sama tetangga jahat itu. Maafin ibu, Nduk." Ibu berdiri dan langsung memelukku. Bahunya bergetar menahan sedu. Alhamdulillah, akhirnya kebenaran ini terlihat.Wajah Mas Athaar semringah mendengar ucapan Ibu. Dia kemudian tersenyum manis padaku. "Alhamdulillah, ya, Bu," katanya sambil mengusap lembut bahu Ibu.Ibu melihat ke arah Mas Athaar. "Pokoknya hasil ini harus ibu tunjukkan sama para tetangga-tetangga yang udah ngina kali
Baca selengkapnya
Hari Pernikahan (Akhirnya Azka Mengungkapkan Semuanya)
Pak Penghulu baru saja menanyakan kesiapan Mas Athaar untuk melangsungkan akad nikah. Namun, teriakan dari seseorang menginterupsi. Kini, semua mata tertuju pada sosok pria berpakaian serba oranye. Dia Azka, pria yang seharusnya tak ada di sini saat ini.Dengan sedikit cepat Azka berjalan menghampiri meja akad. Membuat dua orang petugas rutan yang mengawalnya juga ikut melangkah laju demi mengimbanginya. Padahal, tangan Azka diborgol dan tak memungkinkan untuk melarikan diri."Mas Azka!" teriak Kak Dinda seraya menghambur ke pelukan suaminya itu. "Alhamdulillah akhirnya kamu pulang. Maaf, ya aku belum bisa jenguk kamu di sana."Seharusnya Azka menenangkan hati Kak Dinda. Namun, pria itu malah diam saja tanpa membalas perkataan istrinya. Justru kini manik hitam Azka terus tertuju padaku. Apa memang tujuannya ke sini hanya untuk menyaksikan pernikahanku?"Din, aku ada urusan," kata Azka seperti meminta Kak Dinda menyingkir dari tubuhnya.Mata Kak Dinda yang masih basah kini menatap Azka
Baca selengkapnya
Penentangan dari Calon Mama Mertua
Aku terbangun di ruangan serba putih. Perlahan mata ini mengerjap-erjap karena silau lampu menghantamnya. Ada Mas Athaar di sampingku. Harusnya dia tak di sini karena tadi Bu Wening sangat jelas tak respect lagi pada calon istrinya ini."Mas, kamu di sini?"Mas Athaar kontan langsung melihatku setelah sebelumnya membenamkan wajahnya pada kedua lipatan tangannya."Sha, kamu udah bangun? Alhamdulillah." Wajah Mas Athaar semringah, pasti sejak tadi dia menunggu aku siuman dengan hati cemas. "Kepala kamu masih pusing, ya?"Aku menggeleng, meski sebenarnya berdusta. "Mas, ibuku gimana? Ibu baik-baik aja, kan, Mas?"Hanya ada nama Ibu ketika aku terbangun tadi. Sungguh aku khawatir dan berharap beliau baik-baik saja.Mas Athaar bergeming, dia seperti bingung mau memberi jawaban apa. Sementara aku sangat berharap Mas Athaar menjawab dengan kalimat membahagiakan."Ibu masih di IGD, Sha. Dokter bilang beliau terkena serangan jantung. Sekarang keadaan Ibu sedang koma. Kamu sabar, ya. Mas ada di
Baca selengkapnya
Akal Bulus Bu Santi
Bu Wening menatapku tajam. Bola matanya seolah-olah mewakili kebenciannya terhadapku. Suaranya juga tinggi, kira-kira lebih dari satu oktaf. Hingga membuatku dadaku bergemuruh."Jangan munafik! Saya ndak suka!" Kini Bu Wening menunjuk-nunjuk wajahku. "Saya tau, kalo kamu sebenarnya ndak mau Athaar pergi dari sini, tapi di depan saya sok menyuruh Athaar menurut sama saya. Sadar, kebohongan yang selama ini kamu tutupi sudah cukup membuktikan bahwa kamu adalah orang munafik!"Dada ini berdenyut nyeri mendengar penuturan Bu Wening. Wanita itu tak hanya menuduhku munafik, tapi juga sudah berprasangka buruk terhadapku. Sisi lembut yang selama ini ditunjukkan olehnya, sudah berganti kasar dan itu membuatku tak lagi nyaman."Ma, sudah. Tolong jangan ribut. Ini rumah sakit.""Diam kamu, Thaar! Mama bukan anak kecil yang bodoh! Mama tau ini rumah sakit. Mama juga tau ndak boleh bikin keributan di sini. Kamu yang ndak tau keinginan mama dan lebih memilih membela perempuan ini!" Lagi, Bu Wening m
Baca selengkapnya
Bertemu Dokter Alan
"Maaf, Bu. Tolong jangan ribut di sini karena bisa mengganggu pasien." Seorang suster menghampiri dan menegurku."Maaf, Sus. Tolong suruh orang ini pergi, karena dia yang memancing keributan di sini," kataku menjelaskan."Maaf, Sus, saya rasa ini hanya salah paham. Tolong biarkan saya di sini, ya." Bu Santi memohon dan sialnya suster itu mengiyakan. Ah, kacau."Ayesha, ibu hanya minta kamu mengerti. Dalam keadaan seperti ini Dinda bisa saja stress dan bisa saja dia melakukan hal-hal membahayakan. Apa kamu nggak kasihan?" Bu Santi melanjutkan ocehannya demi tercapainya misi."Jangan buat saya emosi. Memenjarakan Azka adalah keputusan final bagi saya. Dia sudah kelewat batas dan itu tidak bisa ditolerir lagi. Tolong jangan paksa saya untuk mencabut laporan saya terhadapnya."Bu Santi mendengkus pelan. Mungkin merasa bingung dan kehabisan akal untuk membuat diriku luluh. Akan tetapi, dia tetap tak pergi. Wanita berusia di atas Ibu itu malah duduk di kursi tunggu.Aku tak mau bicara lagi
Baca selengkapnya
Sikap Aneh Mas Athaar
"Maaf, Dok. Maksudnya mantan apa, ya?" Akhirnya dengan segan aku mengutarakan pertanyaan itu. Karena merasa agak ganjal. Tidak mungkin, kan Dokter Alan yang baru saja menikah sudah bercerai?Dokter Alan terlihat memejamkan mata. Apa mungkin pertanyaanku tadi sudah keterlaluan? Namun, sungguh aku tak ada niat apa-apa. Hanya ingin sekadar tahu kenapa Dokter Alan bicara tak bisa datang bersama wanita yang baru saja dinikahinya."Dokter nggak apa-apa? Maaf, ya kalo pertanyaan saya bikin Dokter sedih." Aku merasa khawatir karena pria di hadapanku itu terlihat sangat tertekan."Hmm ... it's oke, Mbak. Saya nggak apa-apa, kok. Saya sudah bercerai dengan istri saya Mbak. Baru ketuk palu tiga hari lalu. Makanya saya kembali ke kota ini untuk menenangkan diri.""Oh ... begitu. Maaf, ya, Dok. Saya malah membuat Dokter kembali sedih. Saya benar-benar nggak tau.""It's oke, Mbak. Udah, lah jangan dibahas lagi. Saya nggak mau mengingat wanita itu lagi. Biar jadi pengalaman aja."Dari ucapan Dokter
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status