All Chapters of Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat: Chapter 11 - Chapter 20
140 Chapters
#11 Tak Sedekat Itu
“Jangan,” ujar Miko setelah mendengarkan cerita tentang Cantika. “Kamu masih belum pengalaman menghadapi cowok umur segitu. Menurutku Cantika nggak perlu ikutin kemauannya. Apalagi dengar pertemuan awal kalian yang ... ehem,” Miko berdeham sebelum melanjutkan dengan suaara lembutnya, “anti mainstream.” Garis bibir Cantika melengkung ke bawah, dia tidak begitu suka dianggap belum dewasa. Tapi apa yang dikatakan Miko juga tidak salah. Dia belum pernah berkencan dengan laki-laki yang jauh lebih dewasa darinya. Paling jauh hanya terpaut tiga tahun di atasnya. Cantika menopang wajah dengan sebelah tangan dan berkata, “Kalau aku betulan nggak sengaja ketemu sama cowok itu lagi, gimana? Aku harus bilang apa buat nolak taruhannya?” “Memang kamu berharap ketemu dia lagi?” tanya pria gagah berkulit putih yang sejak tadi mengundang beberapa pasang mata memandangi tubuh atletisnya. Tubuh kekar yang dibalut kaus hitam body fit begitu menggiurkan para kaum hawa. Kalau kalian pernah lihat koko-ko
Read more
#12 Sisi Gelap
Cantika melihat lampu di halaman rumahnya sudah terang. Dia terdiam sejenak saat tiba di depan pintu, mengatur napas sebelum meraih gagang pintu. Masuk rumah sama gugupnya dengan masuk ruang interview.“Dari mana aja kamu?” Suara dingin dan ketus segera menyambut kedatangannya.“Mama tumben udah pulang.” Cantika tidak menjawab pertanyaan ibunya, hendak melangkah ke kamar.“Kamu yang pulang kemalaman. Nggak ada di rumah, nggak jemput Caca, kamu ngelayap ke mana?” tuding Arita, sang ibu.Gadis cantik itu menghentikan langkah dan menjawab, “Cuma ketemu Olin sebentar.”“Ada atau nggak ada tugas kuliah, kamu wajib ke rumah Om Dany dan Tante Grace. Bantu mereka sebisa kamu. Ingat, kuliah kamu dibayarin.”“Kata Tante Grace lagi ada supir, aku enggak perlu jemput anak-anak hari ini. Jadi aku ke tempat Olin sebentar, apa salahnya? Lagian dari Olin kadang aku dapat kerjaan. Rambutku dicat begini juga dibayar, bukan cuma gaya-gayaan.”Cantika tidak bohong. Olin mengenalkannya pada salah satu tem
Read more
#13 Mau Kamu
“Astaga! Apa itu?!” Cantika terkejut ketika bumper mobil bagian belakangnya membentur sesuatu. Dengan panik dia menoleh ke kaca spion di depan. Cantika pikir siang itu jalanan kompleks sepi. Tapi saat dia mundur untuk putar balik di tikungan, rupanya ada mobil lain yang melaju di belakangnya. Karena terburu-buru, Cantika tidak memerhatikan sekeliling. Akibatnya, dia malah menabrak mobil orang. “Aduh, gimana ini?! Nggak sadar ada mobil di belakang, malah nabrak.” Dengan panik, dia menengok ke belakang dari bangkunya. “BMW pula! Kena dimaki nih, bisa-bisa.” Mobil itu bukan BMW seharga ratusan juta yang bisa dibeli sejuta umat. Melainkan jenis BMW kelas atas yang harganya menyentuh bilangan miliar. Bagaimana Cantika tidak ketar-ketir? Ketika menyadari mobil tersebut adalah sedan yang di kenalnya, Cantika merasa secuil bebannya terangkat. Paling tidak dia bisa menunduk minta maaf dan bernegosiasi. Gadis itu kemudian memberanikan diri turun dari mobil, menghampiri mobil di belakangnya.
Read more
#14 Jadi Pacar
Namanya Cantika, Ben baru mengetahuinya kemarin saat datang ke rumah Grace, istri dari salah satu mantan kliennya. “Oh, jadi yang tabrakan sama Cantika itu mobil kamu, Ben? Astaga, maaf banget, ya?” “Nggak pa-pa, Bu Grace. Sebetulnya itu salah saya yang nggak perhatikan jalan karena masih dalam kompleks.” Keluarga Pak Dany sudah cukup mengenalnya, sehingga mereka bicara lebih kasual satu sama lain. Ben juga mendengar Cantika memanggil Grace dengan sebutan ‘Tante’. Berdasarkan yang dia lihat, terkadang gadis itu menemani Byana dan Bianca bermain. Mengantar jemput dua bocah perempuan itu beserta Brian, kakaknya. Kabar lain yang ditangkap dari obrolan mereka, Cantika tidak tinggal di sana. Sebab waktu dia bilang akan menjemputnya, gadis itu menolak. Memilih bertemu di tempat janjian atau datang ke rumah Ben. Apa hubungan Cantika dengan keluarga Pak Dany dan Bu Grace, Ben sendiri belum tahu. Sewaktu mengobrol di sana, sama sekali tidak disinggung apakah mereka keluarga atau bukan. P
Read more
#15 Nyaris Sempurna
“Kalau gitu, jadi pacar aku aja biar kita bisa jalan berdua di akhir pekan.”Cantika menghentikan gerakannya dan menoleh. Bola matanya berputar jengah. “Bisaan banget, ya!”Ben menyunggingkan senyum, mencondongkan tubuh ke arah Cantika. Gadis itu sempat terlonjak, berjengit kaget ketika Ben berada dekat di sebelahnya. Jarak yang cukup dekat di antara mereka membuat indra penciuman Cantika dimanjakan oleh aroma citrus segar dari pria itu.Bunyi ‘klik’ pengunci sabuk pengaman selanjutnya menjemput kesadaran Cantika kembali. Pundaknya merosot turun, lega, saat Ben hanya mengambil alih sabuk pengaman dan memasangnya.“Bisalah, namanya juga usaha,” ujar Ben yang belum melepas senyum di wajah.Tubuh Cantika mengkeret, mundur merapat pada sandaran jok. Pikirannya sudah ke mana-mana tadi. Dia kira Ben akan berbuat aneh padanya sehingga dia kembali memasang pertahanan. “Jangan lupa, reputasi kamu di mata aku baru naik sedikiiit banget. Kesan pertama masih membekas.”“Nggak masalah, yang pentin
Read more
#16 Di Balik Kesempurnaan
“Eh, Dek Cantika baru pulang? Jarang banget kelihatan?” sapa Bu Dwi, tetangganya, ketika Cantika memutar kunci.Ada beberapa ibu-ibu lainnya yang sedang berdiri di sana, terlihat kepo mendengarkan percakapan.“Iya, Bu, sibuk sama tugas kuliah. Lebih sering di rumah saudara juga,” jawab Cantika sopan.“Ohh, memang sudah semester berapa?”Cantika terdiam sejenak, merasa tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut. “Semeter delapan. Saya pamit masuk dulu ya, Bu. Ada yang harus dikerjakan.” Diiringi senyum yang dipasang seramah mungkin, dia melangkah masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Tak lama, senyumnya langsung lenyap begitu saja. Kemudian samar-samar masih bisa terdengar ghibah para tetangganya.“Sombong banget mentang-mentang cantik, jadi nggak level ngobrol sama tetangga di sini. Enggak pernah mau bergaul, setiap kali diajak ngobrol langsung pergi.”Meski ucapan mereka bukan dalam artian yang baik, dalam hati Cantika merasa tersanjung mendapati pujian di sela-sela cercaan. Dia lebih
Read more
#17 Diculik
Akhir pekan mungkin menjadi hari yang menyenangkan untuk sebagian besar orang. Cheating day, rest day, atau apa pun yang dilakukan orang-orang pada hari Minggu. Cantika iri melihat wajah-wajah yang tampak berseri duduk di restoran hotel berbintang itu. Menikmati makan malam dengan keluarga, pasangan, atau teman. Yang jelas, dua hari ini jiwa raganya lelah terjebak dalam perkumpulan keluarga yang mengharuskannya memasang tampang manis dan baik walau tak suka sekali pun. Satu hal yang mungkin disyukurinya hari ini, konten untuk update di media sosialnya. Itu saja. “Oh iya, Cantika semester berapa sih? Kok kelihatan santai? Geo udah mau buka klinik sendiri, Grisele juga dapat tawaran posisi Public Relation,” singgung Tante Santy. Cantika meletakkan ponselnya saat dia sedang merekam dan mengambil gambar. Stok topeng ‘baik-baik saja’ pada wajahnya mulai menipis malam ini. “Semester delapan.” “Mau skripsi dong, ya?” “Belum, Tante.” “Ya ampun, kamu ngulang mata kuliah lagi?” desis Tante
Read more
#18 Masuk
“Kamu beneran bukan sengaja nguntit aku, kan?” tanya Cantika tiba-tiba, saat mereka sudah berada di dalam mobil. “Aku nggak kena hipnotis, kan?”“Pikiran kamu itu ...” Ben menoleh dan berdecak tak percaya. “Segitu curiganya sama aku?”“Habisnya ini gila, nggak masuk akal. Setelah dipikir lagi, kenapa aku mau-mau aja ikut kamu pergi? Astaga .... Pulang nanti aku pasti bakal tamat diomelin!” Dengan resah, Cantika menggigiti kuku jari telunjuknya. Kemudian mengeluarkan jarinya setelah sadar kuku-kukunya masih dalam polesan cat kuku.Masalahnya bukan hanya kabur dari acara keluarga, tetapi kenapa malam-malam begini dia malah mengikuti pria yang belum lama dikenalnya begitu saja? Di mana akal sehatnya? Dia pasti ketularan tidak tahu malu gara-gara belakangan ini jadi sering berinteraksi dengan Ben.“Kenapa nggak masuk akal? Kamu pergi dari sana karena bosan. Kebetulan aku juga bosan. Terus kita berdua kabur dari sana kayak lagi kawin lari.”“Siapa juga yang mau kawin lari sama kamu?!” peki
Read more
#19 Kisses
Setelah diamati, rupanya rumah yang ditempati Ben mengusung teknologi smart living system. Bukan hanya pagar dan pintu, melainkan lampu, pendingin ruangan, dan Cantika bertaruh, masih bertebaran ‘benda pintar’ lainnya di rumah ini. “Kamu boleh duduk di sini,” cetus Ben mempersilakan Cantika. “Suit yourself. Mau minum apa?” “Mineral water aja, jangan dingin. Aku nggak minum soda dan sebagainya kalau malam.” “Oke.” Ini kali pertama Cantika menginjak lantai tiga rumah lelaki itu. Tidak henti-hentinya dia berdecak kagum dalam hati. Sebelumnya Cantika hanya pernah masuk sampai lantai dua saat menumpang ke toilet dan saat itu pun dia sudah terkagum dengan lantai duanya. Manik mata Cantika menyapu pemandangan di sekeliling sembari meletakkan tas dan menghempaskan diri di sofa berbahan kulit, yang anehnya terasa lembut dan nyaman seperti tekstur velvet. Baru pertama dia duduk di sofa kulit sehalus ini. Nuansa hangat warna coklat dan krem memenuhi ruangan. Semua dekorasi termasuk lantai
Read more
#20 Grace
Di sisi lain, di restoran hotel bertbintang, keluarga besar Cantika masih berkumpul di sana. Beberapa saling mengobrol, sedangkan para sepupu Cantika berseliweran memburu makanan pencuci mulut. Hanya satu orang yang berhenti mengobrol dengan sanak saudaranya. “Pi, dari tadi kamu sibuk banget sih sama HP?” tegur Grace, memerhatikan pria yang ada di sebelahnya. Dany menyahut datar, “Chat customer.” “Nggak bisa ditunda? Kita kan lagi kumpul sama keluarga kamu. Lagi pula ini bukan hari kerja.” “Customer penting. Menambah nilai di mata mereka nggak mengenal hari libur. Lagi pula aku aku kerja untuk kamu dan anak-anak juga.” “Iya, tapi kan bisa ditunda setelah makan. Simpan dulu HP-nya, mereka pasti paham kalau kamu slow response.” “Hm.” Grace menghela napas melihat sikap suaminya dan bergumam pelan. “Terkadang, aku cuma mau kamu yang dulu.” Jemari Dany berhenti bergerak di atas layar ponselnya. Dia melirik sang istri dengan pandangan terganggu. Ekspresinya kaku dengan sorot tajam. “
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status