Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat

Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat

Oleh:  Lunetha Lu  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
7 Peringkat
140Bab
6.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

“Kok anak-anak manggil kamu ‘Kak Can’?” tanya Ben, memandangi wajah memikat itu. “Memang nama kamu siapa, sih?” “Modus!” “Oke, kalau gitu biar aku tebak. Candra, Canda, Candi, Can ... tik?” Dari responsnya yang sempat membeku, Ben kembali berceletuk. “Wow, bener ya, kamu Cantik?” Bola mata gadis itu bergulir, melirik galak pada Ben. “Bukan!” Pertemuan pertama mereka yang absurd membuat keduanya terus menerus dipertemukan tanpa sengaja. Cantika adalah tetangga yang tinggal beberapa blok dari rumah Ben. Menurut Ben, semua yang ada di tubuh gadis itu tampak memesona. Tatapan matanya, bibirnya, bentuk tubuhnya, gerak-geriknya, suaranya, bahkan semuanya, terlalu seksi untuk diabaikan. Ditambah lagi penampilannya yang modis benar-benar memanjakan mata. Tetapi katanya, rumah besar yang ada di kawasan elit itu bukan rumah Cantika. Ketiga bocah yang selalu memanggilnya ‘Kak Can’ juga bukan adik kandungnya. Lantas, siapa sebenarnya Cantika? Kenapa Ben sering melihatnya berkeliaran keluar masuk rumah itu? Masa iya, gadis cantik yang membuatnya terpesona itu ... pengasuh anak?

Lihat lebih banyak
Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Tony pembaca Budiman
layak dapet rating 7.5/10 pokoknya keren abis, dialog dan narasi berimbang, saling menambah gejolak emosi pembaca.
2024-01-18 05:34:11
0
user avatar
Lis Tanti
bagus ,dan seru
2023-08-04 18:53:31
1
user avatar
Na_Vya
Keren! aku melipir kak^^
2022-08-30 20:27:57
2
user avatar
Lunetha Lu
Cerita ini sudah mulai update lagi ya, selamat membaca
2022-08-17 11:19:49
1
user avatar
Lunetha Lu
Haii, aku mau infoin, karena part selanjutnya masih tahap editing, jadi aku tunda up dulu sampai nanti bisa up daily. terima kasihh
2022-07-08 23:29:04
1
user avatar
ANATA MEGA
Hai Cantika salam kenal
2022-07-05 09:45:23
1
user avatar
Ar_key
ceritanya bagus baru baca satu bab udah seruu lanjut kak ...
2022-06-22 10:39:48
1
140 Bab
#1 Orang Sakit
Gadis berusia dua puluh satu tahun itu mondar-mandir di kamar dengan perasaan tak nyaman. Baru akan menggigit kukunya, namun terhenti mendapati jari-jarinya baru dipulas cat kuku berwarna ungu lilac semalam. Masih dapat dirasakan jantungnya berdetak keras di dalam sana. Dia menggigit bibir bawahnya. Menepuk-nepuk dadanya guna menetralkan debaran jantung dan napasnya yang tersengal. Kejadian macam apa yang baru saja dialaminya? “Tenang, Cantika. Tenang ...,” gumamnya pada diri sendiri. “Lupain kejadian memalukan tadi!” Dia mencoba menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Kedua tangannya ikut terangkat berayun naik dan turun mengikuti ritme tarikan napasnya. Dia terus mengulangnya beberapa kali untuk menenangkan diri. Cantika lalu duduk di tepi ranjang, memejamkan mata erat. Namun bayangan akan kejadian tadi pagi malah melintas lagi di kepala. *** “Byan, Caca, bangunnn .... Kalian jadi ikut nggak?” Cantika menepuk pelan bergantian dua bocah perempuan yang tidur di ra
Baca selengkapnya
#2 Yang Tampan dan Cantik
Cantika masih terbayang juga kejadian tadi. Bulu kuduknya sampai merinding. Mengedarkan pandangan ke sekitarnya, dia lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Memijat layar ponselnya, mencari satu nama pada daftar kontak, dan langsung menekan tombol panggil. “Lin, Olin!” serunya tak sabar ketika telepon diangkat. “Hmmm.” Suara serak dan nada malas di seberang sana menunjukkan betapa si empunya suara masih teramat mengantuk. Jelas saja, ini bahkan belum jam tujuh pagi. “Gue baru aja liat kejadian super gila, Lin!!” Cantika berseru heboh di telepon. “Mmm?” gumam Olin, tanda bertanya. Cantika yakin orang yang diteleponnya ini menjawab masih dalam keadaan mata terpejam. Tapi rasa kalut membuat dia mengabaikan apa pun. Dia hanya ingin curhat, membagi cerita spektakuler yang baru dialaminya. Dia memang sering bertemu orang aneh, tapi peristiwa seperti tadi baru pertama kali dialaminya. “Lin, masa tadi ... waktu gue lagi jogging, gue liat cowok ... di dalam mobil,” Kalimatny
Baca selengkapnya
#3 Keduluan
“Nggak ada. Di sana nggak ada, di sini juga nggak ada.” Cantika berdecak sambil lalu menghela napas. Gadis itu sudah berkali-kali mencari. Di lemari, laci, saku celana, ranjang, tas-tas yang biasa dipakai, tapi benda yang dicari tetap tidak ketemu juga. “Duh, di mana ya itu earphone? Masa iya punya kaki?” desis Cantika menggaruk kepalanya. Dia lalu membungkuk, menarik selimut ke atas, berjongkok memeriksa kolong tempat tidur, namun hasilnya tetap nihil. Cantika tidak menemukan benda berkabel yang dicarinya. “Coba ingat-ingat, terakhir bawa ke mana, ya? Kemarin masih dibawa waktu ....” Tiba-tiba dia teringat hari di mana penglihatannya terkontaminasi oleh pemandangan meresahkan namun menggoda iman. Pagi itu dia memakai earphone-nya. Lalu melepasnya saat melihat seseorang yang tampak dalam keadaan darurat di dalam mobil – yang ternyata hanya lelaki mabuk dengan aktivitas solonya. Setelah itu, apa lagi? Cantika berusaha mengingat lebih jauh, apakah dia masih mengantonginya saat pulan
Baca selengkapnya
#4 Ulet Keket
Sumpah, dia merasa risih! Setelah ikut terseret ke halaman rumahnya, Cantika langsung memasang benteng pertahanan penuh. Mengawasi Bianca dan Byana yang sedang bermain di halaman rumah pria asing dengan ekstra ketat supaya lelaki yang dipanggil Ben itu tidak berbuat macam-macam pada mereka. Setelah apa yang ia lihat pagi itu, bisa saja lelaki bernama Ben ini juga seorang ped*fil. Jangan sampai dia tertipu oleh wajah tampan dan suara merdu lelaki itu. Jangan. Byana dan Bianca betah mengelus makhluk berbulu lebat yang terikat. Tampaknya kedua anjing tersebut memang benar jinak. Mereka hanya duduk, menempel-nempel manja, dan menggoyangkan ekor saat Byana bermain-main dengan telinganya. Tiba-tiba saja Cantika merasakan sesuatu. Sejak menjemput anak-anak tadi, dia sempat ingin ke toilet. Tapi harus menundanya karena takut Brian menunggu lama. Waktu pulang, dia malah lupa ke toilet dulu sebelum jalan-jalan dengan Byana dan Bianca. Akibatnya, sekarang dia malah kebelet! ‘Ya ampun, Cantik
Baca selengkapnya
#5 Mana Mungkin?
“Kalian kok bisa kenal pemilik doggy tadi?” tanya Cantika pada Byana yang duduk melipat kaki ke belakang di sebelahnya. Mereka ada di kamar Bianca dan Byana, sibuk membereskan buku pelajaran untuk besok. Sore tadi Cantika tidak sempat bertanya karena Byana dan Bianca harus mandi, makan malam bersama maminya, lalu mengerjakan PR. “Kan Byan pernah main sama doggynyaa,” jawab Byan dengan mimik dan nada lucu nan polos. “Kenapa kamu manggil dia ‘Kak'? Dia jauh lebih tua. Kayaknya lebih cocok dipanggil Om sama kamu.” “Katanya panggil Kak Ben aja. Kak Ben itu orangnya baiikk, deh. Udah gitu ganteng kayak artis.” Cantika kontan ternganga. Demi krabby patty, anak sekecil Byana saja bisa bilang dia ganteng?? Tahu dari mana dia? Siapa yang bilang begitu ke Byana yang polos?? “Kata siapa Om itu ganteng?” tanya Cantika memastikan. Dirinya tergelitik untuk mencari tahu. “Emang ganteng kok, Kak!” Tiba-tiba Caca yang sedang memasukkan buku pelajaran ke tas sekolah ikut dalam obrolan. “Mirip pe
Baca selengkapnya
#6 Pertolongan Kecil
“Bannya bocor??” Satu tangan Cantika memindahkan ponsel ke telinga sebelahnya. Dia melirik ketiga bocah yang sedang duduk sambil memerhatikannya yang sedang menelepon. “Lama nggak, Pak? ... Ya udah, deh. Tolong kabarin secepatnya, ya? Sebentar lagi ‘kan udah jamnya anak-anak les. ... Oke, makasih, Pak.” Cantika mengembuskan napas panjang setelah memutus sambungan telepon. Dilihatnya jam yang ada sudut atas ponselnya, hampir jam setengah empat. Hari ini waktu kursus Brian, Bianca, dan Byana sama-sama pukul empat sore. Sengaja memilih waktu bersamaan karena masih satu tempat kursus. Dari mal di mana mereka berada butuh waktu sekitar lima belas menit untuk sampai ke tempat kursus. Itu pun kalau jalanan tidak padat merayap. Kalau ada kendaraan yang geraknya lambat dan bikin macet, bisa lebih lama lagi. Semoga saja Pak supir bisa menjemput mereka kurang dari lima belas menit. “Kenapa Kak? Bannya bocor?” tanya Brian yang sejak tadi menyimak obrolan Cantika di telepon. Cantika memasukka
Baca selengkapnya
#7 Dibawa Ke Mana?
Ini sudah yang kedua kalinya Cantika berada di dalam mobil milik Ben. Jujur saja yang pertama dia tidak terlalu ingat dengan mobilnya karena aksi mencengangkan lelaki itu. Dia juga tidak terlalu lama di dalam mobil. Namun kali ini berbeda, karena supir mereka tidak bisa datang menjemput, Cantika terpaksa harus menempuh perjalanan beberapa menit dengannya berduaan. Duduk di sebelahnya dan sadar kalau sesekali lelaki itu meliriknya. Iya, berdua. Brian, Bianca, dan Byana sudah diantar ke tempat les. Cantika tidak mungkin menunggu anak-anak sampai selesai kursus selama satu setengah jam. Jadi, lebih baik dia pulang. Niatnya Cantika mau pulang dengan taksi online, tapi dasar nasib, uang cash di dompet sisa selembar dua puluh ribu dan sepuluh ribuan, uang sakunya di ATM juga sangat menipis. Sehingga keberadaan Ben sejujurnya seperti pertolongan untuknya. Kalau Cantika jadi panggil taksi online tadi, dia harus menunggu kucuran dana lebih dulu untuk ongkos anak-anak. Waktu berangkat, Brian
Baca selengkapnya
#8 Taruhan
“Yakin nggak mau makan?” tanya Ben seraya melihat-lihat jajaran kios penjual makanan di area food street. Cantika berjalan mengikutinya tak acuh. “Nggak. Masih kenyang.” “Dessert atau minum?” tawar Ben pada gadis yang masih tampak cemberut. Gadis itu diam sebentar, tampak menimbang-nimbang. “Kenapa? Kakak mau traktir?” tanyanya gamblang. Masalah bayar membayar itu butuh kejelasan, apalagi uang tunai yang dibawanya terbatas. Lagi pula Ben yang mengajaknya, jadi tidak ada salahnya dia bertanya. Ben kemudian mengangguk, tidak terganggu sama sekali dengan pertanyaannya. “Iya, pesan aja.” “Aku mau jus aja kalau gitu.” Setelah berpencar sebentar menuju kios yang menyediakan pesanan mereka, keduanya menempati salah satu meja kosong di sana. Duduk di bawah terpaan angin sore yang masih terasa hangat. Ben memerhatikan gadis berkulit putih di depannya yang sibuk melihat-lihat sekeliling. Rambut panjangnya yang dicat tampak berkilau di bawah matahari. Bulu mata lentik hasil lashlift-nya ma
Baca selengkapnya
#9 Pertanyaan Sensitif
Ben pulang dengan suasana hati yang baik dan senyum merekah di wajah. Dia kira waktu cutinya ini hanya akan dihabiskan untuk sendirian, melanjutkan pekerjaan lain di rumah, atau ngalor-ngidul tidak jelas. Tetapi ternyata hal menarik ditemukannya sepanjang ia cuti. Kiara, gadis cantik yang masih kuliah, sepuluh tahun lebih muda darinya. Selama mengobrol, bibir penuh bergaris belah dan leher ramping gadis itu tidak luput dari pandangannya. Benar-benar membuatnya bergairah. Gadis itu memang bukan gadis cantik pertama yang dijumpai Ben. Tetapi daya tariknya amat kuat. Ben menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Dia membuka aplikasi media sosial dan mengetik nama Kiara pada kolom pencarian. Satu per satu foto profil ditelitinya. Terlalu banyak perempuan bernama Kiara. Sayang sekali dia tidak mendapatkan nama lengkap gadis itu. Ben lalu menghela napas kasar dan melempar pelan ponselnya ke meja sesaat sebelum benda pipih itu berbunyi. Dia sudah
Baca selengkapnya
#10 Sugar Baby
“Lo masih ketemu om-om itu, Lin?” Pertanyaan sensitif dari Cantika mengundang helaan napas lolos dari mulut Olin. Wanita yang pernah tidak naik kelas dua kali akibat daftar kehadirannya di sekolah, mengepalkan sebelah tangan erat. Sangat kontras dengan senyum di wajahnya. “Menurut lo, dari mana gue bisa dapat ini semua kalau bukan dari dia?” ungkap Olin mengangkat sebelah tangannya dengan telapak terbuka. Atmosfir di ruangan Olin seketika berubah pekat. Cantika kira, dengan kesibukan Olin sekarang, dia sudah tidak menemui pria berumur itu lagi. Masalah Olin memang bukan urusan Cantika. Tetapi di lubuk hatinya, dia ingin Olin menjalani hubungan yang normal. Secara fisik, tidak ada yang kurang dari sahabatnya itu. Olin memiliki wajah manis khas Melayu. Kulitnya yang coklat eksotis dan tubuh berisinya membuat gadis itu kelihatan seksi. Meski tidak setinggi Cantika, tetapi Olin tidak tergolong pendek. Secara fisik penampilannya menarik. Secara kepribadian, dia wanita yang menyenangkan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status