All Chapters of Wanita Penghibur: Chapter 11 - Chapter 20
27 Chapters
Lamaran
Ray tidak muncul lagi setelah hari itu, atau sekalipun muncul hanya sesekali lewat di depan rumah, berbincang dengan orang-orang sekitar, atau bahkan dengan Ibu dan Lail. Ia tak menyapa, apalagi menunjukkan sifat arogannya itu, menatap pun lelaki itu seperti menghindari tatapanku. Hanya sekali ia akan menatap tajam begitu Ravan berkunjung dan berbicara denganku maupun Ibu dan Lail. Sampai hari itu, pagi setelah aku baru saja mandi dan menyiram tanaman serta menyiapkan sarapan untuk Lail dan Ibu, Ray datang bersama wanita sepantaran Ibu dengan baju batik bermotif kijang kujang, ditemani wanita berjilbab yang membuatku sesaat membeliak kaget, dia ... Chayra? Untuk beberapa saat aku hanya memandangi wanita itu, ia sendiri seperti kaget. Wajahnya itu masih sama, terlihat cantik dan manis, tetapi sedikit memucat dan tubuhnya juga mengurus. Aku tidak tahu apa yang sudah dilakukan Ray padanya, bisa jadi Chayra datang untuk melabrakku.Refleks aku memegang tangan Ibu, memintanya ke dalam, t
Read more
Bertengkar
"Saya tidak menduga kamu akan secepat itu memutuskan, padahal waktu saya meminta sekedar mengenal kamu, kamu hanya diam dan malah mengatakan sesuatu yang tidak ingin saya dengar."Ravan mengucap kalimat itu dengan satu kali tarikan napas. Seperti biasa pandangan lelaki itu ke bawah, entah ia sepertinya memang lebih suka menunduk. "Saya sebenarnya sudah lama memutuskan ini, saya menerima apa pun masa lalu kamu. Saya yakin kamu sudah berubah, tapi saya memang pengecut, saya tidak bisa terus terang sekalipun saya sudah dapat jawaban dari istikharah saya. Saya terlalu takut tidak bisa menjalani kehidupan kita nanti dan mengungkit-ungkit masa lalu kamu. Ego saya terlalu besar menuntut kesempurnaan dalam diri kamu, maafkan saya. Saya ingin sekali bersama kamu, tapi ... apa itu masih mungkin?"Ia mengakhirnya dengan senyum kaku, pandangannya seperti kosong ke depan. Aku tak tahu apa itu pertanyaan yang perlu kujawab atau sekadar pertanyaan pada dirinya sendiri. Untuk beberapa saat aku hanya
Read more
Menikah
“Jadilah pakaian yang baik untuk suamimu, Lek, menghangatkan di kala dingin dan menyejukkan di kala panas.” Ibu membisikkan kalimat itu setelah Ray resmi mengucapkan ijab qabul. Pelukannya erat disertai mata berkaca-kaca. Ibu Darsi, Lail, dan Chayra juga baru saja memelukku dan memberi banyak pesan. Make up mereka bahkan jadi agak luntur.Detik setelah itu, aku sudah harus menahan lelah karena terlalu banyak duduk atau berdiri menghadap para undangan saat pajangan pengantin. Berbagai hiasan, tarub juga hiburan ludruk digelar di depan rumah. Semuanya sesuai dengan keputusan keluargaku dan Ray beberapa hari lalu. Aku tak tahu bagaimana cara menolaknya, bahkan sekadar menggantinya pada qosidah sederhana dan mengundang beberapa orang.“Pernikahan itu terjadi sekali seumur hidup. Ia momen paling terpenting dan karenanya ibu ingin pernikahan anak Ibu mendapatkan yang terbaik. Lagipula jangan menolak tradisi dan adat bila merasa mampu, tak baik. Pamali!” katanya yang membuatku mau tak mau m
Read more
Ada Apa Dengan Ibu?
“Bu, Ibu di dalam, ‘kan?” Sembari kuketuk pintu kamar sesekali, tetapi tak ada jawaban. Hanya terdengar suara Ibu yang sedikit samar-samar seperti tengah berbicara dengan seseorang, entah siapa. Saat aku kemudian memilih masuk dan menghampirinya, Ibu tampak duduk di sisi ranjang dengan tangan menggenggam telepon. Aku rasa ia baru saja berbicara melalui telepon, anehnya wajah Ibu terlihat pucat dengan tatapan kosong? “Ibu kenapa?”Ibu mendelik, berpaling cepat, dan langsung mengusap wajah sembari mengucap istigfar.“Sejak kapan Rara di sini? Suamimu di mana?” tanyanya seolah baru menyadari kehadiranku. Telepon dalam gemgamannya bahkan cepat-cepat disembunyikannya di bawah bantal. Aku jadi melirik curiga pada benda pipih itu.“Ray masih di kamar, Rara mau tidur bareng Ibu, karena besok Rara sudah harus ke kota, Rara ingin tidur di hari terakhir Rara sama Ibu.” Aku menjawab itu sembari berbaring di samping Ibu, sebagai isyarat sekaligus tentang rencanaku dan Ray. “Tidak boleh, kamu tida
Read more
Diary-ku
"Memangnya kenapa kalau ibu ikut?"Ibu masih saja bersikeras setelah tadi bahkan mengancam tidak akan menganggapku anak bila tak kuizinkan ikut. Ini benar-benar di luar dugaan, Ibu tidak pernah membahas akan ikut ke kota, beberapa hari terakhir Ibu bahkan berkomentar, kalau ibu dan Lail ikut, siapa yang akan jaga rumah? Tapi tadi .... “Rara lebih memikirkan rumah daripada permintaan Ibu? Apa Rara merasa terbebani kalau Ibu dan Lail tinggal sama Rara?”Aku menggeleng cepat, tentu saja itu salah. Aku bahkan ingin tinggal bersama Ibu sekalipun sudah menikah, tetapi tidak dengan menjadi istri Ray apalagi tinggal di kota yang sama dengan Nona Bintang. “Kalau begitu izinkan Ibu dan Lail ikut!”Ia menatap tepat pada mataku, memegang tanganku erat.“Atau Rara hanya akan melihat kuburan Ibu saat kita bertemu nanti.”Ia melepas pegangannya lalu ke kamar dan menutup pintu. Kakiku mendadak terpaku, napasku tercekat. Itu jelas tidak boleh terjadi. Namun …."Percayalah padaku, Ra. Semuanya akan b
Read more
Ravan Mengetahuinya?
"Jangan!"Aku mendadak mengambil diary di tangan Rav saat lelaki itu ternyata tengah membuka diaryku. Aku tidak tahu apa bahkan dia sudah sempat membacanya. Lelaki itu tergeragap dan seperti tertangkap basah, tetapi anehnya menatap tenang setelah mengucap maaf. "Kau terpaksa?""Apa maksudmu?"Rav tidak menjawab, dia malah menatap Diary itu dan aku jadi menatap curiga padanya. "Kau tidak membacanya, 'kan?"Masih diam. "Rav, jawab! kau tidak membacanya, 'kan? Jangan diam aja!"Aku masih berusaha menghujani Rav dengan pertanyaan, bahkan mungkin sudah mirip tuduhan dengan mengatakan kalau Rav harusnya memilih mengembalikan barang pada pemiliknya jika menemukan sesuatu."Kau tidak punyak hak membuka apalagi membaca diary orang lain, Rav. Kau---""Kak, kakak. "Suaraku terpotong teriakan Lail dari kejauhan, aku sempat berpaling kanan kiri dan begitu melihat ke belakang, adikku itu ternyata tengah berlari dengan tangan menunjuk ke rumah. "Ibu ... Ibu ... sa ...." Ia masih berujar di teng
Read more
Teror?
"Maafkan Lail, Kak, Lail tidak bermaksud buat Kakak marah."Lail berujar itu setelah sejak tadi kami sama-sama diam. Ia menyusulku ke pantai beberapa saat setelahnya dan jadilah kini kami sama-sama duduk di atas batu-batu kecil. Perahu-perahu nelayan sudah tidak ada, dan itu karena rata-rata untuk saat ini mereka memancing di waktu siang. "Sudahlah, Lail, tak perlu bahas itu. Lebih baik kamu pulang, temani Ibu, jangan biarkan Ibu kelelahan sampai terjadi hal tak diinginkan lagi.""Maaf, Kak, sepertinya itu bukan karena kelelahan tapi mungkin karena suasana hati Ibu.""Maksud kamu?" Lail tak langsung menjawab. Ia seperti ragu mengatakannya. "Beberapa bulan terakhir Ibu seperti menerima telpon dan SMS dari seseorang, saat Lail tanya, katanya bukan siapa-siapa. Tapi setiap kali Ibu menerima SMS atau telpon itu Ibu seperti orang cemas dan syok. Lail sudah coba cek tapi Ibu selalu menyembunyikan hp-nya."Ucapan Lail mau tak mau membuatku mendadak bangkit, seperti ada sesuatu yang menarik
Read more
Lelaki yang Memiliki Banyak Wanita
Entah apa yang dilakukan Ray pada peneror itu, dia terlihat hanya sibuk menelpon seseorang, terkadang juga menemui dua pengawalnya dan mereka bercakap-cakap serius. Ray bilang semua akan diurus dan aku hanya diminta percaya saja, meski aku pernah melihat langsung bagaimana Ray berhasil membuat si peneror tidak lagi melakukan aksinya tetapi perasaan cemas itu tetap saja ada. Kesehatan Ibu juga lumayan semakin membaik dan itu cukup melegakan. "Maafkan ibu, ibu sempat membuatmu cemas, ibu juga memaksa kamu untuk tinggal sama ibu, ibu percayakan kau sama Ray. Kalau kau ingin pergi tanpa ibu, tak apa. Ibu izinkan."Ada apa dengan Ibu? Kenapa Ibu mendadak sekali berubah pikiran? Ini tidak seperti Ibu yang kukenal, tetapi justru itu membuatku tidak nyaman. Aku semakin tak mau meninggalkan Ibu sendirian, apa lagi jika harus mengingat kejadian beberapa hari terakhir. "Rara mau pergi sama Ibu, kok, Ibu ikut Rara, kita tinggal sama-sama di kota."Aku akhirnya berujar pasrah, dalam hati berdoa
Read more
Keluarga Ray
Tidak ada yang berbicara lagi setelah kepergian Papa Bagas. Flo hanya tersenyum samar sebelum pergi. Sementara Ray menatapku dan hendak menuntun ke kamar, tetapi aku lebih dulu mengentakkan lengan.Ia bahkan belum menjelaskan semuanya, tak pernah meminta maaf padaku dan Ibu, apalagi melindungi seperti ucapannya waktu itu. Aku tiba-tiba tertawa sumbang, dia rupanya pandai memberiku neraka ke sekian karena perlakuannya itu.“Kamarmu di atas, Ra. Ayo, biar aku antar, Ibu dan Lail biar Chayra yang bantu ngantar nanti.” Ia malah berujar itu, Chayra sendiri langsung mendekat dan memegang bahu Ibu, berisyarat untuk pergi, tetapi wanita itu tidak bergeming sama sekali. Tatapannya tajam pada orang-orang sekitar, jelas, mereka bahkan bersikap seolah-olah pernyataan Flo bukan hal penting. “Katakan bahwa ini hanya omong kosong, Ray!”Aku tiba-tiba teriak, tak peduli lagi Ibu akan mencapku kurang ajar setelah ini. Aku bahkan ingin mencakar-cakar wajah santai Ray. Ia menatapku sejenak sebelum men
Read more
Flo Amanda
Tangan kekar Ray menyambutku saat pertama kali membuka mata. Ia bergelayut di pinggangku dengan hidung mencium leher. Aku bahkan bisa merasakan deru napas lelaki itu, entah sejak kapan dia pulang, padahal tadi malam aku sampai harus tidur bersama Ibu karena mendapati tidak ada tanda-tanda kepulangannya, tetapi biarkan saja, aku tak peduli dan tak mau peduli.Kupilih memindahkan lengan Ray dengan pelan, lalu beranjak mengambil whuduk. Sudah itu aku segera sholat dan memilih turun. Beberapa pelayan rupanya sudah sibuk bersih-bersih dan menyiapkan makanan. Ibu ada di sana, tampak ikut membantu bersama Lail. Tatapan Ibu sekilas seperti menghindariku saat tanpa sengaja bertabrakan dengan bola mataku. Aku hanya mengerjap sebentar, bersikap seolah tak ada apa-apa, meski aku bisa menduga suasana hati Ibu pasti sedang tidak baik karena kejadian tadi malam, tetapi biarkan saja seperti itu. Setidaknya aku harus tampak baik-baik saja agar Ibu tak mempersoalkannya dan membuat keadaan tambah rumi
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status