All Chapters of Bekas Merah di Leher Istriku : Chapter 41 - Chapter 50
84 Chapters
41
"Tenanglah, Nak!" Sri mengusap punggung anaknya yang terus saja menangis. Nadhira rewel karena dia terbiasa di ruangan sejuk yang memakai AC, bahkan di kulitnya sudah mulai tumbuh bentol-bentol dan memerah.Kontrakan milik Sri hanya rumah petak kecil dengan kipas yang bahkan tak begitu berfungsi memberi kesejukan. Sudah hampir satu jam, Nadhira belum juga berhenti menangis."Anakmu kegerahan, Sri," kata Lusi, dia membantu mengipas Nadhira tapi bayi itu masih menangis. "Iya, padahal bajunya sudah dibuka. Cup! Cup, tenang sayang!" Sri mengusap keringatnya sendiri. Dia mulai kewalahan."Kemungkinan aku akan pindah, aku yakin pasti orang suruhan mama Novan sudah mulai bergerak mencariku," tambah Sri."Kau mau ke mana? Aku tau betul, kau tak memiliki saudara." Lusi menatap Sri iba."Belum tau, yang penting pergi dari sini.""Seharusnya kau biarkan saja Nadhira di bawah pengasuhan mantan mertuamu untuk sementara. Setidaknya sampai kau punya pekerjaan layak. Aku minta maaf, toko kita belum
Read more
42
"Disusui dong, Bu! Anaknya, " kata ibu-ibu yang memakai baju batik di sebelah Sri. Dari awal ke berangkatan dengan bus, Nadhira terus saja menangis. Tangan kecilnya menggaruk pipinya yang mulai bengkak-bengkak. Sri hanya menjawab dengan senyuman. Dari pada menjelaskan keadaan yang sebenarnya, dia berusaha menenangkan anaknya dengan menepuk-nepuk pantatnya.Sebagian lagi merasa risih dan melirik Sri dengan tatapan sebal. Bahkan dua remaja di belakang Sri mendengus berulang laki."Aduh, berisik banget sih bayinya. Gerah gue" kata remaja laki-laki bertopi hijau itu."Iya, pengen pindah duduk, tapi penuh semua. Kita sumbat aja telinga kita pakai air phone." Teman remaja bertopi menimpali.Sri sempat menoleh ke belakang, mencari asal suara, namun dia remaja itu pura-pura tidak tau. Sri kembali menepuk-nepuk pantat Nadhira, menenangkan anak itu. Bayi itu masih menangis."Bu, mungkin ada yang nggak beres sama anaknya, makanya dia rewel, saya lihat kulitnya bruntusan-bruntusan gitu," kata ibu
Read more
43
Enam jam naik bus. Bus berhenti di sebuah terminal di Jawa tengah. Semarang, daerah yang baru pertama dikunjungi Sri. Dia tidak mengenal daerah ini, tidak punya saudara atau pun kenalan. Hanya modal nekad demi menyelamatkan dirinya, demi hidupnya dan buah hatinya.Nadhira mulai tenang, saat berhenti di salah satu persinggahan untuk sholat dan makan siang, Sri sengaja menyuapkan bubur instan pada bayinya itu, agar perutnya kenyang.Bentol-bentol merah di kulit Nadhira semakin membesar, dia bahkan menggaruk dengan tangan mungilnya. Satu cara yang didapatkan Sri jika dia kembali rewel, menyusukan dia walaupun tidak ada ASI yang keluar dari sana."Mau ke mana, Mbak?" Seorang kenek mobil menghampiri Sri."Saya baru sampai, lagi nunggu saudara." Sri sengaja berbohong. Demi keamanan dari gangguan kenek yang menatapnya setengah genit itu."Oh, siapa?""Kakak saya," ketus Sri. Dia memutuskan untuk beranjak dari kursi besi yang sudah berkarat itu. Menggendong Nadhira yang masih menggaruk-garuk
Read more
44
Sri menutup pintu kembali. Dia, Mbak Susi, yang tinggal bersebelahan dengannya, baru saja bertandang ke rumah. Susi wanita yang ramah dan bersahabat, bahkan Nadhira pun, merasa nyaman saat digendong janda tanpa anak satu itu.Hari ini, Sri akan menjalani tes masuk kerja. Terkadang dunia ini aneh, pekerjaan yang akan digelutinya hanya sebatas bersih-bersih. Tak jauh-jauh dari sapu dan kain pel. Tapi, prosedurnya tetap saja berjalan seperti bekerja kantoran. Sri berfikir, hanya perlu menjalani saja, dia butuh pekerjaan agar bisa menghidupi dirinya dan Nadhira.Susi menawarkan diri untuk menjaga Nadhira sampai tes Sri selesai. Walaupun ragu, namun melihat Nadhira cukup nyaman dengan Susi, akhirnya Sri memutuskan untuk menyetujui usulan tersebut. Dia tidak mungkin membawa anaknya untuk ikut saat tes akan dilakukan.Beberapa menit kemudian Sri sudah sampai di restoran cepat saji itu. Ternyata dia tidak sendirian. Ada puluhan orang yang didominasi oleh wanita, tengah duduk di kursi antrian.
Read more
45
"Bagaimana?" tanya pria gagah itu, matanya berbinar penuh harap. Beberapa tahun menunggu, dia berharap kali ini akan berhasil.Wanita berkepang di depannya, menggeleng. Wajahnya sendu dan kecewa. Sebentar lagi dia pasti akan menangis "Negatif, Mas. Padahal aku sudah telat satu Minggu."Sang pria tersenyum lalu merengkuh bahu istrinya."Tidak apa-apa. Yang penting kita usaha terus, dan tidak putus asa. Mana tau, Allah akan kasih juga kita keturunan.""Aku merasa nggak sempurna, Mas." Suara wanita cantik itu serak, air mata sudah meleleh di pipinya."Hei, jangan menangis." Laki-laki itu mengusap air mata istrinya penuh kasih."Mas tidak akan ninggalin aku kan?""Mas takkan ninggalin kamu, kecuali kamu ninggalin mas duluan.""Aku nggak mungkin ninggalin mas."Wanita itu memeluk suaminya manja. Menghirup aroma keringat yang menguar dari tubuh liat itu."Mas tau, kamu takkan ninggalin Mas. Mas janji, setelah panen, kita akan pergi ke dokter kandungan. Bisa saja yang bermasalah di sini ada
Read more
46
Sri sampai di kossan jam enam sore. Di hari pertama bekerja, Nadhira tidak merepotkannya sama sekali. Bahkan Anne dengan senang hati menjaga Nadhira saat jam istirahatnya. Nadhira cepat populer di kalangan karyawan yang menyukai anak kecil. Bahkan, mereka betah berada di ruangan istirahat itu sambil bermain dengan Nadhira.Anne begitu baik, koki muda dan cantik itu tidak memperlakukannya berbeda. Dia bahkan wanita supel, mudah bergaul dengan siapa saja. Padahal, dia merupakan kepala koki di resto ini, semua makanan yang tersaji merupakan hasil tangannya."Saatnya Nadhira mandi." Sri tersenyum pada anaknya itu. Mencium pipi putih kemerahannya berkali-kali. Ruam dan bentol-bentol di kulit Nadhira sudah sembuh, anaknya itu kembali ceria.Setelah mandi, Nadhira merengek karena mengantuk. Sri menyusukannya, tak lama bayi cantik itu sudah tertidur pulas. Terkadang, Sri berfikir dunia ini teramat aneh. Dia menjauh dari kota Jakarta agar tak satu pun orang mengenalinya. Karena misi kali ini
Read more
47
Wajah tampan, dengan garis rahang yang tegas itu melempar handphonenya sendiri ke sembarang arah. Sedangkan wanita yang sudah berumur namun masih menyisakan kecantikan sewaktu muda di sampingnya, menatapnya penuh harap."Bagaimana? Apa sudah ada titik terang?"Pria yang tak lain adalah Novan itu mengepalkan tangannya."Semarang, orang kita melihatnya di Semarang, dia bekerja di sebuah resto besar di sana.""Ya Tuhan. Bagaimana nasib cucuku, bagaimana dia bisa mengasuh anak jika bekerja seperti itu." Mama Novan menitikkan air mata."Aku sendiri yang akan mencarinya ke sana. Mama tenang saja, aku berjanji akan membawa Nadhira kembali," kata Novan sambil menenangkan mamanya.Di lain tempat, Sri tengah bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Tubuhnya terasa lelah, hari ini resto dikunjungi banyak orang, resto unik yang menyediakan makanan mahal itu, begitu cepat populer. Sayangnya, di sini masih kekurangan tenaga untuk bersih-bersih. Jadilah Sri merangkap pekerjaan mulai dari ruangan resto sa
Read more
48
Briyan yang awalnya hendak menyalakan mesin mobilnya, mengurungkan niatnya saat itu juga. Tatapan lurus tapi penuh selidik itu sedikit menganggunya. Dia menyukai wanita itu, akan tetapi banyak hal yang belum diketahuinya dari Sri. Wanita ini sangat sukar ditebak."Aku orang yang gampang berempati pada orang lain. Tidak ada salahnya aku peduli padamu, bukan?"Sri tertawa hambar."Saya sering tertipu dengan laki-laki macam anda," ujar Sri ketus Wajah Briyan menegang. Dari awal, wanita di sampingnya ini selalu menunjukkan sikap permusuhan."Aku tak mengerti, kenapa kamu bersikap apatis padaku, padahal aku sudah mengatakan, lupakan tindakan konyol yang pernah aku lakukan padamu, anggap saja aku tengah bermain-main.""Tanpa sadar, anda telah mengungkapkan siapa diri anda sendiri," Sri semakin ketus. "Hujan sudah reda, saya lebih baik berjalan kaki. Terimakasih atas pertolongan dan tumpangannya. Permisi." Sri keluar tanpa menunggu persetujuan Briyan.Briyan memandang punggung itu, wanita m
Read more
49
Wanita itu masih bersimpuh di tengah jalan tanpa mempedulikan dia menjadi pusat perhatian bagi orang yang berlalu lalang. Air mata bercampur air hujan membasahi bumi yang menjadi saksi, atas usahanya mempertahankan anaknya sendiri.Runtuh sudah dunianya saat ini. Jika ada rasa sakit kehilangan laki-laki yang dicintai, maka lebih sakit lagi rasa sakit seorang ibu yang kehilangan anak.Tak pernah dia merasakan hatinya seremuk ini, Nadhira adalah alasan satu-satunya untuk hidup, dan dengan teganya Novan merenggutnya tanpa memberi dia kesempatan."Mbak, menyingkir sana! Kalau mau bunuh diri, jangan di sini! Kalau di sini nggak mbak aja yang celaka, orang juga." Seorang pengendara motor berhenti persis di samping Sri, suaranya tidak begitu jelas, tapi Sri masih bisa mendengarnya.Mau tak mau, Sri bangkit. Tertatih dia menyeret kakinya. Darah segar mengalir dari telapak kakinya dan dibawa hanyut oleh air hujan. Tapi, yang sakit bukan di sana, dia tak lagi peduli dengan rasa perih di bagian
Read more
50
Hans mengangguk-anggukan kepalanya. Wanita di depannya tampak lebih tenang dari pada beberapa menit yang lalu."Saya kalah di persidangan, saya dianggap ibu yang lalai dan dianggap tak bisa menjaga anak dibawah umur, itu makanya hak asuh dimenangkan oleh mantan suami saya.""Aku mengerti," jawab Hans tenang. "Sebentar," kata Hans pada Sri, lalu Hans mengangkat handphone-nya."Bagaimana?"" .... ""Oke." Hans menutup sambungan telpon. "Kami menemukan keberadaan mantan suamimu. Namun, malam ini bukanlah waktu yang tepat untuk menjumpainya. Kalau bisa, kita berbicara secara damai dengan mereka."Selepas percakapan itu, sopir dari Hans mengantar Sri kembali ke kossan-nya. Sri tak sabar ingin sampai di rumah, bagian tubuh yang memproduksi ASI itu terasa membengkak. Bahkan Sri merasakan tubuhnya meriang seperti mau demam."Alhamdulillah, Sri. Kau kembali, Mbak cemas mikirin kamu, Mbak sempat lihat kamu ngejar mobil orang tadi, siapa dia?"Sri menatap datar Mbak Susi. Ingatannya kembali pad
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status