Semua Bab Nafkah yang Disunat Suamiku: Bab 101 - Bab 110
133 Bab
Bab 101. Poligami?
Mas Mirza terkejut tentu saja, saat Mawar menyambut kedatangannya di depan pintu.Bukan tak berniat membuka pintu dan menyambut kepulangannya, hanya saja, tamuku itu telah berlari mendahului saat aku baru beranjak dari dudukku.Aku menunggu, apa yang akan dilakukan ayah dari anak-anakku saat ada perempuan lain yang ia jumpai di dalam rumah. Sedikit cemas, melihat penampilan Mawar yang mengenakan dress di atas lutut dengan satu tali di pundak. Aku menatapnya dengan pandangan risih.Seperti inikah berpenampilan sebagai tamu? Sedekat apa mereka di kehidupan sebelumnya, hingga Mawar berani sekali berpenampilan demikian saat menyambut suamiku pulang?"Aku sudah menunggumu, Mirza. Bukankah kau juga merindukanku?"Kudengar suara Mawar yang mendayu-dayu. Tangannya telah menggamit lengan suamiku. Kepalanya ia sandarkan di bahu lelaki yang masih mengenakan jas hitam lengkap dengan dasi. Ada yang bergejolak di dalam sini. Berani sekali, bergelayut manja pada suami orang. Apakah dia sengaja? Lalu
Baca selengkapnya
Bab 102. Kaulah Jodohku
POV Mawar"Ambil lah Mirza, apapun caranya. Tante yakin, kamu yang lulusan luar negeri, lebih bisa diajak mengelola bisnis keluarga. Dan yang pasti, kamu akan mendapatkan imbalan besar nanti."Tante Lastri langsung membujukku begitu tau aku pulang ke Indonesia. Aku patuh, sebab memang hatiku tak bisa berpaling darinya. Bagiku, dialah lelaki tertampan, ciptaan Tuhan yang begitu sempurna. Jika nanti aku mendapat imbalan berupa materi, aku akan menganggap itu sebagai bonus.Satu bulan. Itu waktu yang diberikan oleh Tante Lastri. Selama itu pula rencananya aku akan tinggal dan merayu Mirza di sini.Sampai kemudian, hari yang sudah diatur itu pun tiba. Aku langsung menatap tak suka, pada dia yang telah berhasil menjadi istri sekaligus ibu dari anak lelaki yang kucinta sepenuh hati.Melihat dia pertama kali, membuat aku tak habis pikir, kenapa seorang Mirza bisa memilih dan menjadikan dia sebagai pendamping. Sementara menurut informasi dari di Tante Lastri, dia sudah punya dua orang anak seb
Baca selengkapnya
Bab 103. Mawar sekarat
POV LisaTiga hari berada di rumah ini, akhirnya Mama dan Mawar mau pulang juga, meski dengan wajah tak rela. Aku tak tau apa yang dikatakan oleh Mas Mirza pada keduanya, hingga akhirnya mereka patuh seperti kerbau dicucuk hidungnya. Padahal hari sebelumnya, mereka berkeras hati akan tinggal di sini hingga satu bulan.Ah ... Lega sekali rasanya. Tiga hari yang terasa seperti lima abad bagiku. Aku tak masalah sebenarnya, jika ada keluarga yang menginap di sini beberapa hari, terlebih itu keluarga Mama mertua yang artinya jadi keluargaku juga.Hanya saja, tamu kali ini sungguh luar biasa. Terang-terangan dia menawarkan diri untuk jadi adik maduku. Pun Mama mertua mendukungnya penuh. Sungguh tak kusangka sama sekali, akan ada episode seperti ini dalam kehidupan rumah tanggaku.Setidaknya aku bersyukur, kedatangan mereka ke sini saat ibu sudah pulang. Jika tidak, beliau pasti kepikiran, yang mungkin saja berpengaruh pada kondisi kesehatan.
Baca selengkapnya
Bab 104. Kesempatan Kedua
POV Lisa"Kamu sudah dewasa, berpendidikan tinggi, harusnya diimbangi dengan pemikiran yang luas, bukan mengandalkan nafsu belaka.""Menikah bukan perkara main-main. Dengan bertindak bodoh dan jadikan nyawa sebagai mainan, apa kamu pikir masalah akan selesai?"Di dunia mungkin iya. Tapi, setelah itu apa? Orang-orang yang kamu tinggalkan akan bagaimana, apa itu terpikir olehmu?"Kalimat panjang itu memenuhi udara di ruangan serba putih, dimana Mawar terbaring lemah sebagai pasien. Meski dia meminta hanya berdua Mas Mirza, tapi suamiku itu tak bersedia, kecuali aku ikut serta. Hingga di sinilah kami sekarang, duduk berdampingan menghadap Mawar yang selamat dari percobaan bunuh diri sebab tak dinikahi lelaki beristri.Kalau kupikir lagi kenapa dia konyol sekali, menjadikan nyawa pemberian Tuhan seakan tak berharga. Apa dia pikir ada nyawa cadangan kalau dia tak kunjung ditolong. Gadis bo doh. Pendek akal. Ah, kenapa aku jadi ingin berkata
Baca selengkapnya
Bab 105. Si Bungsu
Hatiku trenyuh menatap wajah Mawar yang seperti sedang tidur nyenyak. Telah satu bulan lamanya ia terbaring di sini, dan belum ada tanda akan bangun. Entah sedang berkelana ke mana jiwanya kini."Mawar, Minggu depan adikku akan menikah. Aku harap kamu pun akan segera menyusulnya. Kamu anak yang kuat, bertahanlah hidup seperti saat itu."Tenggorokanku tercekat menahan sesak. Kugenggam tangannya sekali lagi. Adegan di sinetron yang kadang kutonton membayang, dimana seorang pasien yang terbaring koma tiba-tiba menggerakkan jari-jarinya, lantas perlahan membuka mata dan kemudian sadar dari tidur panjangnya. Aku berharap itu terjadi pada gadis manis di depanku ini. Aku lalu pamit setelah menyapa sekilas layar monitor dengan kabel yang terhubung dengannya. Dari sana dipantau perkembangan kondisi Mawar.Sejak kabar kecelakaan itu terdengar dan membuat ia koma, aku terus berdoa semoga ia secepatnya bangun, agar dapat berkumpul lagi dengan keluarga. Sang
Baca selengkapnya
Bab 106. Rindu Ayah
"Dekat rumah ada toko disewakan. Itu aja nanti, disulap jadi toko pakaian."Rahmi terlihat bersemangat. Mungkin menangkap raut setuju di wajahku."Bagus, Dek. Mbak setuju. Tapi, tetap ijin dulu sama suami kamu, ya. Minta ridhonya sebelum memulai usaha. Soal isi toko, gampang itu, nanti Mbak bantu."Dia langsung menghambur memelukku lalu berucap terima kasih berkali-kali. Pelukan kami terurai saat terdengar deheman dari seseorang.Mas Mirza berdiri tegak di ambang pintu. Aku tersenyum melihatnya."Maaf kalau ganggu yang lagi lepas kangen," ucapnya, disambut kekehan olehku."Nggak apa-apa, Mas. Ada apa?""Ada yang nyari itu, di depan.""Siapa?""Soulmate kamu." Mas Mirza meringis. Rahmi menatapku dengan tatapan entah."Heh? Soulmate gimana ini maksudnya? Bentar, ya, Dek?" Rahmi mengangguk mengiyakan."Siapa, sih, Mas?"Aku beranjak ke depan, melupakan adikku yang berdiri mematun
Baca selengkapnya
Bab 107. Ancaman
Aku sedang duduk menyimak presentasi saat ponsel di saku celanaku bergetar, tanda ada notifikasi pesan.Aku menduga kalau itu Citra. Dia memang selalu bertanya kabar, nyaris setiap jam kalau aku sedang keluar kota seperti sekarang. Nanti sajalah dibuka, sekalian selesai sesi presentasi kali ini. Bosan juga, sedikit-sedikit ditanya sedang apa, sedang di mana, lagi apa. Hufh, apa dia tak punya kesibukan, sampai rajin mengecek suaminya yang sedang melaksanakan tugas negara.Setengah jam kemudian, barulah sesi istirahat. Aku mulai menikmati hidangan dan berbincang dengan teman-teman, melupakan ponselku. Sampai kemudian ponsel kembali berdering dengan suara pelan.Citra. Hem, ia kembali bawel bertanya ini itu, termasuk bertanya bagaimana makanku. Kadang aku merasa perhatiannya berlebihan sekali.Ponsel pun kututup setelah menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan. Lalu sebuah pesan WA kembali mengisi layar ponsel ini.Kedua mataku m
Baca selengkapnya
Bab 108. Workaholic
Satu bulan berlalu. Maya yang menjadi asisten pribadiku tengah memberikan laporannya mengenai perkembangan butik. Karin pun ada di ruang yang sama, memberikan laporan mengenai rumah makan."Toko Bu Rahmi mulai berjalan dan sedang proses isi ulang, Mbak," lapor Maya."Ini laporan keuangan rumah makan, juga daftar pesanan Minggu ini, Mbak. Semua bahan kering akan restok siang ini," ujar Karin kemudian.Aku menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih, lantas mempersilakan mereka kembali menjalankan tugasnya.Aku bersyukur memiliki orang-orang yang amanah hingga usaha yang kurintis dari nol kini bisa berkembang dan menyerap tenaga kerja.Komunikasi Mas Ari dan anak-anak kembali terjalin intens. Aku bersyukur Mas Ari mau meluangkan waktu lagi, meski sekedar menelpon sebentar jika tak bisa bertemu langsung.Aku hanya tak mau anakku sakit lagi sebab rindu dengan ayah kandungnya, meski kasih sayang dari ayah sambung
Baca selengkapnya
Bab 109. Aura positif
"Banyak berdoa, ya. Semoga operasi ini berjalan lancar."Mas Mirza mengusap-usap punggungku, menenangkan. Jujur saja, mendengar kata operasi rasanya hatiku sudah terkikis habis. Apalagi ini adikku yang ada di dalam sana.Belum pernah sekalipun aku mendengar ia mengeluh sakit, dan tiba-tiba saja sekarang dia ada di dalam sana, sedang berjuang bersama para profesional di bidang kesehatan.Seumur hidup, rasanya baru kali ini ada anggota keluargaku yang masuk ke rumah sakit hingga harus dioperasi. Dulu ayah juga meninggal karena sakit, tapi tak sampai operasi.Membayangkan kulit yang normal digores benda tajam lalu dijahit lagi, seketika membuat perutku mual dan kepalaku seperti berputar-putar.Meski telah dijelaskan kalau ini hanya operasi kecil, sebab menggunakan laser tetap saja aku tak bisa menyembunyikan rasa cemas ini.Semua keluarga yang ikut menunggu, terlihat berwajah sendu dan nampaknya berdoa dalam diam. Mas Dirga sendiri baru saja pamit ke mushola rumah sakit, hendak sholat dan
Baca selengkapnya
Bab 110. Pesan Misterius
"Rahmi kenapa dipapah, Mbak? Apakah dia sakit?"Aku mendongakkan kepala dan terkejut melihat Mas Dirga sudah ada di halaman toko ini. Begitu juga Rahmi, nampak begitu kaget melihat kedatangan sang suami yang tiba-tiba. Lelaki itu langsung mengambil langkah cepat mendekat ke arah kami berdua."Dek, kamu kenapa? Kok pucat begini?" tanyanya lagi dengan alis yang nyaris bertautan. "Sini Mbak, biar sama saya saja."Lelaki jangkung itu mengambil alih adikku, lalu mendudukkan di kursi teras yang biasa digunakan pelanggan untuk menunggu.Kedua tangannya merangkum wajah manis adikku, meneliti tiap inchi wajah yang terpatri indah di hadapannya."Aku nggak apa-apa, Mas. Jangan dilihatin begitu, malu ada Mbak Lisa," jawab Rahmi sambil melirikku sekilas, lalu menundukkan kepalanya."Kalau nggak apa-apa kenapa pucat begini?" tanya Mas Dirga dengan wajah gusar. Sementara wanita yang duduk di depannya terl
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status