All Chapters of Nafkah yang Disunat Suamiku: Chapter 111 - Chapter 120
133 Chapters
Bab 111.
"Ada banyak hal baik sepanjang hari ini, sebaiknya abaikan hal yang merusak mood. Bagaimana, apa kamu setuju?"Tangannya mengusap pipi Najwa, lalu tatapannya beralih padaku.Benar katamu, Mas, sebaiknya kunikmati saja hari ini, merayakan kabar bahagia dari adikku yang akan segera memiliki bayi. Aku menganggukkan kepala, membalas senyumannya, dan mulai memakan apa yang tersaji di hadapan.Mas Mirza meminta supaya aku makan lebih dulu, sementara ia mengajak Najwa bercanda sambil sesekali menyesap minumannya. Hal kecil tapi bermakna besar yang kuterima darinya. Berada di kondisi ini, membuat aku terlempar pada satu masa dengan kondisi serupa, makan di luar bersama dua balita dan suami tercinta. Hanya saja, saat itu aku dibiarkan makan dan kerepotan sendiri dengan anak-anak, sedangkan Pak suami sibuk memakan makanan yang ia pesan sambil menggulir layar ponsel. Atau di lain kesempatan, aku mendapat giliran terakhir dengan meng
Read more
Bab 112. Janji itu Hutang
Sinar matahari yang menerobos celah gorden yang menutup jendela, membuat mata ini menyipit, mengira-ngira, sudah jam berapa sekarang.Sebuah kecupan di pipi dan usapan lembut di pucuk kepala, membuat aku mengerjapkan mata."Bangun, sayang."Masih setengah sadar, aku mendengar suaranya yang lembut menyusup ke ruang dengarku.Aku terkejut tak menemukan Najwa di sekitarku. Ke mana dia?"Najwa!" seruku sambil melihat sekeliling. Denyut jantungku berdetak lebih cepat dari biasa. Bukankah tadi aku memberinya ASI, lalu aku ... ah, pasti aku ketiduran sebab nyaris semalaman aku terjaga.Aku masih merutuki diri, kenapa sampai tak sadar anakku telah berpindah tempat. Bagaimana kalau anakku hilang?Kini tatapanku terhenti pada wajah lelaki berhidung mancung dengan rambut dan wajah yang basah di sampingku yang tengah menatapku dengan alis yang nyaris bertaut. Tatapan matanya yang setajam elang itu masih menyorotku.Oh, aku
Read more
Bab 113. Kata Maaf
Aku mulai mencari informasi mengenai travel dan umroh seperti yang diminta oleh Mas Mirza. Tentu setelah memastikan kesediaan ibu serta kondisi kesehatan beliau untuk perjalanan ibadah nanti.Wanita yang telah melahirkanku itu menangis haru saat kusampaikan niat mengajak beliau ke tanah suci. Awalnya sempat menolak sebab mengaku tabungan belum cukup. Tapi, setelah kukatakan kalau ibu tinggal berangkat dan menjaga kesehatan saja, maka beliau pun tak bisa menolak lagi. Justru cucuran air mata bahagia yang yang beliau beri.Setelah mencocokkan dengan tanggal libur sekolah anak-anak, aku pun mengantongi dua agen travel yang akan kudiskusikan nanti dengan Mas Mirza.Merasa apa yang kucari sudah cukup, aku melajukan mobil menuju rumah sakit tempat Mawar dirawat. Hal yang sebenarnya dilarang oleh Mas Mirza. Hanya saja, rasa ingin tahu membuat aku merasa perlu memastikan bagaimana kondisinya saat ini.Beberapa kemungkinan sudah membayang di benakku. Dan
Read more
Bab 114. Misi gagal?
Akhir pekan yang biasanya dihabiskan untuk bersantai dan menikmati waktu bersama keluarga, kali ini diagendakan untuk berkunjung ke rumah Mama.Demi memperbaiki hubungan yang beberapa waktu ke belakang seperti tersulut api lah tujuan kunjungan kali ini. Anak-anak sudah heboh sejak semalam, sebab dijanjikan jalan-jalan ke rumah Eyang. Maka pagi sekali sejak membuka mata, mereka segera menagih janji. Sejak lepas Subuh, Bu Marni dan Mbak Asih sudah sibuk menyiapkan bekal. Menempuh perjalanan satu jam, Mas Mirza menghentikan laju kendaraan roda empat di pinggir sungai besar. Di mana di seberangnya terdapat hamparan sawah yang luas. Perjalanan kami baru setengah, kurasa. Dan menikmati pemandangan hijau ini begitu menyejukkan mata. Ditambah dengan suara aliran air sungai yang deras dengan warna yang jernih, maka kedamaian langsung menyapaku."Kenapa berhenti, Yah?" tanya Arsy sambil melihat ke luar jendela."Kita istirahat dulu, ya, sambil lihat kambing yang lagi makan. Tuh, di sana ada ba
Read more
Bab 115. Rindu Cucu
POV Ari"Sebentar lagi anak-anak libur sekolah kan, Ri?" Mama memulai obrolan sebelum makan malam."Iya, Ma. Kenapa?" tanyaku sambil mencomot sepotong tahu bacem. Tatapanku tak lepas dari wajah Mama yang terlihat memohon. Ada apa ini? "Mama pingin ajak mereka jalan-jalan. Mumpung libur panjang, kan.""Nah setuju, Ma. Nanti Rista ikut, deh. Sekali-kali jalan sama bocil kita," timpal Rista nampak antusias dengan usulan Mama. Ia kemudian menyesap segelas jus alpukat di depannya. "Kamu sih, sibuk terus, Ris! Di rumah aja jarang," gerutuku. Tempat kerjanya memang disediakan mess untuk karyawan. Semakin menjadi lah dia untuk menghirup udara bebas di luar rumah dengan alasan menginap di mess. Padahal jarak ke rumah juga dekat, paling lama setengah jam kalau naik motor. Kuharap sih, pergaulannya nggak ikutan bebas. "Sibuk aku, Mas," ia menjawab singkat, lalu memeletkan lidahnya. Dasar.Aku mengacak rambutnya, lalu b
Read more
Bab 116. Naluri Ibu
Ari menatap sang Mama dengan tatapan iba. Beliau yang dulu memilih menantu, tapi beberapa waktu ke belakang sering berselisih pendapat dengan sang istri.Semua itu terjadi sejak kunjungan ke rumah Lisa semakin intens. Hal ini membuat Citra, perempuan pemilik toko kosmetik itu merasa dirinya tersisih dengan keberadaan anak-anak dari mantan suaminya.Akhir pekan yang biasa digunakan untuk istirahat dan mengunjungi tempat-tempat favoritnya, semakin jarang dilakukan berdua. Obrolan pun lebih didominasi dengan cerita seputar Arsy dan Arkan. Tak jarang pula Ari memuji sang mantan istri, membuat segumpal daging di dalam dadanya berdenyut nyeri.Ia sadar sepenuhnya, resiko menikah dengan duda yang memiliki anak, salah satunya menerima mereka sebagai satu paket. Akan tetapi, perhatian sang suami yang dianggapnya berlebihan, sedikit demi sedikit mengikis rasa maklum dan penerimaannya."Apa kamu sudah bertanya, apakah mereka ada di rumah?" tanya sang Mama pada Ari yang terbengong menatapnya, memb
Read more
Bab 117. Asal Kamu Bahagia
Ari duduk melamun di dekat jendela kamar. Pikirannya melayang pada mantan istrinya, yang semakin hari terlihat makin cantik saja.Terlebih semenjak mendengar kabar kalau ia akan umroh bersama keluarga kecilnya, Lisa terlihat semakin bersahaja di matanya. Rasa kagum yang dulu pernah hadir saat belum memiliki, kini pun kembali menyergapnya saat berstatus mantan istri. Lisa semakin memesona. Itulah yang Ari rasakan beberapa waktu ke belakang.Ucapan adiknya kembali terngiang di telinganya.'Keren memang Mbak Lisa. Lepas dari Mas Ari, langsung melejit segalanya. Memanglah suaminya yang sekarang kelihatan sayang banget sama dia, sama keponakanku juga.'Lelaki berkaos biru muda itu menghela napas lelah. Ia mengamini ucapan adiknya. Kehidupan Lisa memang melesat tanpa ampun. Berbanding terbalik dengannya, yang kini harus jungkir balik memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan gajinya. Ah, bukan. Sebenarnya lebih banyak untuk kebutuhan sang istri. Kebutuhan pokok di rumah ini justru disokong sang
Read more
Bab 118. Haruskah?
Di sebuah kafe, terlihat Citra bercanda tawa dengan teman-teman satu gengnya. Ada sepuluh orang perempuan dengan pakaian modis serta barang branded menghiasi meja yang berada di tengah-tengah. Kebanyakan mereka masih single, hanya empat orang yang sudah terikat dalam sebuah pernikahan, salah satunya Citra. Para wanita modern itu terlibat obrolan seru, sesekali terdengar gelak tawa yang memenuhi udara.Citra pun menyapa salah satu teman yang sedang memangku anaknya. Risma hanya membawa anak bungsunya kali ini. Otomatis bayi setahun itu menjadi bintang, karena ia satu-satunya bayi di antara sekelompok perempuan dewasa dengan dandanan modis."Kamu apa nggak mau periksa, Citra. Kalau suami kamu, kan, udah jelas dia udah punya anak. Jaraknya juga dekat kayak anak-anakku, kan?" tegur Risma saat punya kesempatan bicara berdua dengan sahabatnya.Wanita itu merasa prihatin, sebab usia pernikahan mereka hanya berjarak beberapa bulan, tapi kondisi mereka jauh berbeda.Berbeda dengan Citra, Risma
Read more
Bab 119. Nampan Emas
Ujian semester genap Arsy dan Arkan telah selesai, tinggal menunggu penerimaan raport. Setelah itu, barulah keluarga Lisa akan menghabiskan masa libur sekolah untuk beribadah umroh.Masih ada waktu satu Minggu sebelum berangkat. Kesempatan ini digunakan oleh Bu Henny, ibu dari Ari untuk mengajak kedua cucunya jalan-jalan dan makan di luar. Meski wanita paruh baya itu sadar sepenuhnya kalau Lisa sudah sering melakukan hal sama, tapi, ia tetap ingin memanjakan anak-anak itu.Dua cucu yang sangat ia sayangi, tapi harus terpisah jarak sebab perpisahan kedua orang tuanya. Ia sadar jika ada andilnya dalam perpisahan sang anak, yang berakibat pada perpisahan dengan Arsy dan Arkan. Maka, begitu mendapatkan lampu hijau dari mantan menantunya untuk berkunjung kapan saja, ia berpikir untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.Ia ingin menebus hari-hari kemarin, hari di mana ia banyak melakukan kesalahan sebab ambisinya. Ia ingin di sisa hidupnya dikelilingi oleh anak dan cucu yang ia sayangi, sebal
Read more
Bab 120. Hari Keberangkatan Lisa
Di kediaman Ari.Ari, Citra, dan juga sang ibunda sudah bersiap untuk berangkat ke rumah Lisa. Mereka ingin mengantarkan kepergian keluarga Lisa sampai ke bandara.Henny, ibu dari Ari, kembali menyampaikan keinginannya sebelum mereka berangkat."Siapa tau saja, kalau ikut mengantarkan mereka, Mama bisa ketularan pergi ke sana," ujar wanita paruh baya itu dengan penuh harap.Ari mengaminkan, begitu juga Citra. Meski ia kurang suka dengan antusias sang Suami dan juga mertuanya untuk menemui Lisa, tapi ia juga ingin menemui dua anak sambungnya sebelum mereka pergi nyaris dua Minggu ke depan."Aamiin ... semoga saja ya, Ma. Mudahan ada rejekinya untuk Mama bisa menyusul beribadah ke tanah suci," timpal Ari. Dalam hati ia berjanji, akan mendukung keinginan orang tuanya yang terlihat bersungguh-sungguh ingin melaksanakan ibadah umroh.Henny pun mengaminkan ucapan sang anak. Ia mengajak anak dan menantunya untuk segera berangkat supaya tak terlambat.Tinggal tiga langkah lagi untuk sampai ke
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status