Semua Bab Nafkah yang Disunat Suamiku: Bab 81 - Bab 90
133 Bab
Bab 81
"Apa? Gimana kondisi Mama sekarang?"Rasa panik tak bisa disembunyikan lagi. Beberapa hari ini setiap melakukan video call selalu saja Mama tak mau menunjukkan wajahnya, hanya mau bicara di telepon. Itu pun tak mau lama.Suaranya pun tak seperti biasanya. Jadi kurasa wajar jika aku menaruh kecurigaan pada wanita yang menjadi cinta pertamaku. Ini hari kelima berada di Solo, dan sebuah kabar mengejutkan harus kuterima.Setelah didesak sedemikian rupa, akhirnya Citra mau juga membuka mulut dan mengatakan yang sebenarnya.Mama masuk rumah sakit. Citra hanya menyebutkan kalau Mama kecelakaan, dan kondisinya tak parah. Demikian yang ia sampaikan.Antara percaya dan tidak saat menerima kabar tersebut. Jika tak parah kenapa sampai menginap?Rasa gelisah tak dapat terhindarkan. Ingin rasanya segera pulang untuk melihat kondisi Mama secara langsung. Akan tetapi, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan membuatku
Baca selengkapnya
Bab 82
Keesokan harinya, teman Mama itu pun datang, lantas melakukan transaksi di depan notaris.Kini resmi sudah, restoran yang dulu dibanggakan oleh Mama, telah berpindah tangan.Bertiga bersama Rista dan Mama, kami bertangisan. Citra pun ikut terlarut dalam suasana haru. Ada banyak kenangan bersama restoran tersebut. Masa kecilku dulu bahkan sering bermain di sana."Relakan, ya, Nak. Ini takdir, tak bisa kita cegah. Mama minta maaf, sebab kecelakaan yang Mama perbuat, kalian harus ikut menanggung akibatnya."Aku terkejut mendengar ucapan Mama. Ada banyak hal yang berubah sejak terjadinya kecelakaan itu rupanya. Selalu ada hikmah dalam setiap kejadian yang menimpa, termasuk kecelakaan sekalipun. Setidaknya bersyukur, Mama terlihat baik-baik saja hingga detik ini."Mama pikir telah tak lagi di alam fana saat membuka mata hari itu. Tapi ternyata Mama masih diberi kesempatan untuk hidup lebih lama," ujar Mama di sela Isak tangisnya.Uang ganti rugi seg
Baca selengkapnya
Bab 83
Ada rasa tak rela saat mengetahui kedua anakku akan memiliki ayah sambung. Ya, meski aku telah beberapa kali melihat kedekatan mereka, juga menyelidiki siapa lelaki itu.Hubunganku dengan anak-anak memang tak terlalu buruk, tapi kehadiran calon ayah baru itu, tetap menyisakan rasa takut, bahwa ia akan terus menggeser posisiku di hati mereka.Pada kenyataannya, anak-anak juga lah yang akan menerima akibat dari perceraian kedua orang tua.Terkadang ada rasa bersalah saat mereka bertanya kenapa memiliki dua orang ibu. Dan sebentar lagi mereka akan memiliki dua orang ayah. Sekali lagi rasa sesal itu hadir di dalam benak. Masa kecil telah ternoda akibat perbuatan orang tuanya, olehku tepatnya.Jika saja waktu dapat diputar ulang, ingin kuperbaiki hubunganku sebagai suami Lisa, dan juga ayah dari anak-anakku.Sesal memang selalu datang di belakang, kalau di depan namanya pendaftaran, demikian yang sering kudengar. Tak menyangka kini menimpaku juga..Hari Minggu, kuhabiskan waktu di rumah h
Baca selengkapnya
Bab 84
Siang menjelang sore yang mendung di musim penghujan kali ini. Angin bertiup kencang, membelai dedaunan dan juga wajah ini.Demi menunggu waktu Ashar, kugunakan kesempatan kali ini untuk sekedar menyisir rambut. Beberapa kali meraba kepala, menemukan kulit kering yang mengelupas.Warna putih yang berguguran memenuhi sisir, dan juga lantai di depanku."Sini, Yah … adik sisirin, ya?"Sedikit terkesiap, sebab sejak beberapa puluh menit tak terdengar suara bungsuku. Ia tengah menikmati mainan yang baru ia beli saat perjalanan ke sini tadi.Demikian pula dengan sang kakak, sibuk dengan mainan yang disusun rapi di atas karpet ruang tamu. Sesekali terdengar ia bersholawat, membuat rumah ini terasa adem, pun hati ini.Sengaja memang menjemput mereka dan mengajak ke rumah ini, biar aku tak kesepian lagi. Selain sudah kangen juga sama mereka. Bibir mungil itu tersenyum, serta kedua matanya berbinar saat kupalingkan wajah ke belak
Baca selengkapnya
Bab 85
Jadi sekarang, mungkin sudah saatnya untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta lebih sering lagi. Semua demi mempersiapkan bekal di akhirat kelak. Sekali lagi, melalui anak-anak ini, aku mendapatkan peringatan dan pelajaran berharga. Beberapa kali juga mereka bertanya tentang kematian.Ngeri-ngeri sedap kalau musti jawab pertanyaan mereka tentang hal ini, tentang bagaimana nanti setelah mati. "Nanti kalau Ayah meninggal, adik bacakan do'a ya, Yah?" ujar Arkan suatu ketika.Aku yang tak siap pun terkesiap, lalu hanya bisa mengangguk setuju."Nanti kalau ayah meninggal, ayah jadi poc ong, ya?""Di surga ada apa, sih, Yah?""Kalau kita minta apa-apa pasti dikasih, ya, Yah?"Dan masih banyak pertanyaan mereka yang membuat kepalaku terasa berputar, lantas memilih menyudahinya dengan memberikan uang jajan. Mereka pun bersorak sebab bisa membeli jajanan di warung dekat rumah. Pening juga dengar pertanyaan mereka yang tak ada habisnya.Aku ter
Baca selengkapnya
Bab 86
Malamnya, aku hampir tak bisa tidur sebab wajah Lisa seperti hantu. Kemana mata ini memandang, maka di situlah dia berada.Citra di depan mata, tapi yang tampak adalah wajah Lisa. Melihat jam di dinding, maka senyum Lisa lah yang terlihat lagi dan lagi.Pada kenyataannya, Lisa memang lebih menarik dan menantang, saat telah menjadi mantan. Jauh lebih menarik dari sebelum ia kuperistri.Semua yang ada padanya, rasanya sulit untuk kulewatkan. Terlebih lagi saat melihat Mirza memperlakukannya bak berlian.Bukankah Lisa perempuan yang mandiri, dulu? Apa pun, ia bisa melakukannya sendiri. Bahkan ketika ada genteng bocor pun ia yang naik dan memperbaiki.Ia hampir tak pernah mengeluhkan apa pun, kecuali saat aku mulai mencurangi pernikahan kami, dengan memangkas uang belanja untuknya. Ah, tapi itu kan buat Mama juga, orang yang sudah melahirkan aku. Mestinya tak perlu ditanggapi berlebihan, apalagi sampai pisah kayak sekarang, hingga anak-anak jadi korban.Konyol juga kalau ingat kejadian di
Baca selengkapnya
Bab 87
."Pulanglah."Awalnya, Citra hendak menunggu hingga jam kerjaku berakhir. Sebenarnya tak masalah, sebab di sini pun ada kantin, ia bisa menunggu di sana sambil menikmati menu yang dijual ibu kantin.Atau di perpustakaan pun bisa, sambil nunggu, bisa sambil baca-baca. Hanya saja, aku tak bisa tenang jika ia berada di tempat kerjaku."Aku nggak apa-apa, kok, Mas. Nunggu di mobil pun nggak masalah."Ia masih bersikeras. Aku menghela napas lelah, lalu mencari cara bagaimana membujuknya. Dan lagi, aku bertanya-tanya, ada apa dengannya hingga ingin menungguiku di sini?"Mas nggak tenang, dong, kalau kamu nunggu di mobil. Sekarang kamu pulang dulu, ya, Mas masih ada kerjaan yang harus diselesaikan. Gimana?" bujukku lagi.Terlihat ia berpikir sejenak, lalu mengangguk patuh, meski dengan syarat.Ada-ada saja ulahnya yang bikin aku geleng kepala. Kuhela napas lega saat akhirnya ia melajukan kembali mobilnya ke arah pulang.
Baca selengkapnya
Bab 88
POV LisaBeberapa Minggu ini, entah kenapa aku jadi sering terhubung dengan Citra, istri baru Mas Ari.Yang awalnya tak sengaja bertemu di toko oleh-oleh saat sedang mengirim beberapa stok makanan ringan, hingga bertemu di butik yang belum lama ini kukelola.Ia begitu antusias saat tau aku memiliki usaha catering, hingga ia minta diajari membuat beberapa jenis. Seminggu terakhir, ia minta diajari membuat bolen pisang coklat, yang notabene jadi menu andalan di dapur kueku.Tak masalah bagiku berbagi ilmu, toh aku juga awalnya belajar dari yang lebih ahli, lalu otak-atik resep, hingga mendapatkan takaran yang sesuai lidah konsumen. Alhamdulillah bolen pisang yang awalnya kujadikan bonus saat ada pesanan, mulai dilirik oleh pelanggan.Citra begitu gembira saat belajar membuat bolen di dapurku. Sampai akhirnya ia berhasil, ia terlihat bahagia luar biasa."Aku mau kasih ini ke Mas Ari sekarang, Mbak. Dia pasti senang dapat k
Baca selengkapnya
Bab 89
"Mbak, aku kangen," bisiknya, dengan tangan masih melingkar di pundakku.Lihatlah lelaki ini, suka sekali membisikkan kalimat ini jika sedang bersama. Terlebih jika tak bertemu sehari penuh seperti sekarang. Terkadang ini menjadi suatu kode, kalau ia hendak meminta haknya sebagai seorang suami.Kusadari pipiku terasa hangat. Meski aku bukan lagi anak abege, tetap saja merasa tersipu oleh ungkapannya."Anak-anak, masih di dalam?" tanyanya, kemudian melabuhkan kecupan singkat di puncak kepalaku. Aku mengangguk mengiyakan.Kami berjalan beriringan memasuki butik, lantas mencari dua bocil. Mereka sedang sibuk menonton kartun saat kami tiba di ruanganku. Keduanya menyalami sang ayah, lalu mencium punggung tangan dengan takdzim.Yang terlihat selanjutnya ialah pemandangan yang membuat hati merasa hangat, melihat keakraban ayah dan anak. Arsy dan Arkan berebut perhatian dengan bercerita kegiatan mereka sejak pagi hingga sore ini.Mas Mi
Baca selengkapnya
Bab 90
"Aku nangis karena terharu sama kebaikan kamu, Mas," jawabku dengan suara yang mulai parau. Ia melintangkan jari telunjuknya di bibirku."Ssttt … apa kamu lupa, kalau mereka anakku juga?"Ia menyipitkan mata. Aku menggelengkan kepala. Mendengar ucapannya, justru air mataku kian deras. Jika ada anak-anak yang beruntung dengan adanya ayah sambung, maka kupastikan kalau anak-anakku adalah salah duanya.Aku berharap dan terus berdo'a, semoga seterusnya Mas Mirza akan tetap seperti ini, menjadi ayah yang sebenarnya bagi Arsy dan Arkan. Setidaknya agar kekhawatiran Mas Ari terpatahkan."Ibu, ini besok dicuci dulu, ya?" seru Arsy, membuyarkan momen penuh haru ini. Kami berdua kompak menjauhkan diri. Gegas kususut bulir bening yang masih menganak sungai. Tangan Mas Mirza menepuk punggungku beberapa kali, lalu meletakkan di pangkuan."Iya, Sayang. Sekarang istirahat dulu, ya," jawabku."Iya, Bu.""Udah bilang makasih be
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status