All Chapters of DiSUKAI SILUMAN ULAR: Chapter 21 - Chapter 30
96 Chapters
Tukang urut
Usai memilih bahan belanja dan membayar semuanya, Sari cepat menuju ke rumah Nek Miya. Tukang urut yang paling dikenal di daerah mereka. Rumahnya melewati kedai Mak Tonah, tak seberapa jauh memang. Matahari juga belum muncul dengan sempurna. Masih malu-malu dan sedikit enggan beranjak dari peraduannya. Pagi ini sedikit di selimuti awan mendung, hanya semburat jingga di ufuk barat yang menandakan kalau Subuh telah berlalu. Dari jauh, Sari sudah melihat Nek Miya sedang menjemur pakaiannya di belakang rumah. Dari kejauhan, rumah Nek Miya, kelihatan jelas mulai dari halaman depan hingga belakang dari sisi jalan tempat Sari menuju ke rumah Nek Miya. Dipercepat langkah kakinya, takut balik ke rumah terlalu siang. Sebentar lagi, Rehan pasti bangun. Hasan sedang sakit, tak bisa diharapkan Sari untuk menjaga Rehan. Beruntung, Sari hamil dalam keadaan sehat. Sehingga pagi-pagi berjalan sedikit jauh dari rumahnya dianggap senaman saja. "Assalamualaikum Nek." Sari memberi salam pada wanita ya
Read more
Sari bisa merasakan kehadiran Rosa
Rosa tak menyangka, Sari bisa merasakan kehadirannya. Dia sengaja mengawasi Sari, ingin tau kegiatan istri lelaki yang dicintainya. Dia ingin bisa seperti Sari, agar Hasan bisa mencintainya, seperti mencintai Sari. Rosa terpaksa sedikit menjauh, agar Sari tak bisa merasakan kehadirannya. Dia sama sekali tak berniat mengganggu, hanya ingin tau saja keseharian Sari seperti apa.Rosa hanya memperhatikan Sari dari sudut rumahnya. Perempuan berbalut daster panjanh itu, sedang memasak. Daging dahulu yang direbusnya. Sambil menunggu daging empuk, Sari mencuci pakaiannya. Meski tidak menggunakan mesin cuci, Sari tak merasa lelah. Apalagi, dia setiap hari mencuci baju. Jadi hanya sedikit cuciannya setiap hari.Rosa dilanda kebosanan, dia tak pernah berada di posisi Sari. Semua pekerjaan di istana siluman ular, sudah diurus para emban ayahnya. Lebih baik dia melihat Hasan pikirnya. Rosa masuk ke dalam kamar, tanpa menyibak kain penutup pintu. Tentu saja dia melewati kain itu tanpa menyentuhnya
Read more
Nek Miya mengusir Rosa
"Ya Allah. Mamak." Senyum Sari langsung merekah melihat mertuanya yang datang. Hasan langsung duduk mendengar Sari menyebut Mamak. Mamak Hasan masih berada di teras rumah mereka. "Kenapa tak bilang kalau mau datang?" tanya Sari sambil mencium takzim tangan mertuanya, Bu Zubaidah. Bu Zubaidah menyerahkan bungkusan plastik berwarna hitam pada Sari. Bungkusan itu berisi buah jeruk, semangka juga pisang. Sekedar buah tangan untuk anak cucunya.Ratna, adik Hasan juga mencium tangan Sari. Ratna lebih dulu masuk ke dalam rumah, rasa rindu pada keponakannya sudah tak terbendung lagi. Setelah mencium tangan Hasan, dia langsung memeluk dan menciumi Rehan. Rehan hingga menggelinjang geli dan terlihat senang. Ratna mengambil piring berisi nasi dan sop yang tergeletak di dekat Rehan. Dia langsung menyuapi Rehan, menggantikan Sari. "Tak ada rencana. Tiba-tiba saja teringin kemari. Kebetulan Ratna sedang off kerja, Mamak ajak sekalian," kata Bu Zubaidah. Sari membimbing mertuanya itu masuk ke d
Read more
Bukan sakit biasa
Hasan menggeliat seraya meringis menahan rasa sakit yang teramat sangat. Raut wajahnya memperlihatkan betapa sakit yang dirasakan tubuhnya saat ini. Bu Zubaedah yang mendengar teriakan Hasan bergegas bangkit untuk melihat kondisi Hasan. Tak biasa Hasan mengeluh sakit sampai seperti itu.Alangkah terkejutnya Bu Zubaedah yang melihat tubuh Hasan memerah. "Astaghfirullah, kenapa sampai seperti itu badanmu San?" "Biasalah, terlalu malam di luar rumah jadi ada saja gangguannya," kata Nek Miya. Dia tak memperdulikan Hasan yang terus saja menggeliat bahkan seperti orang yang menggelupur, menahan rasa sakitnya. Kata-kata Nek Miya terdengar ambigu. Sari dan Bu Zubaedah tak faham betul maksudnya. Gangguan seperti apa yang mendera Hasan? Apakah sekedar angin malam, atau ada makna lain yang tersirat dari perkataan Nek Miya itu. Sari merasa tak tega melihat keadaan Hasan. Kelihatan sekali dia menahan rasa sakit yang teramat sangat. Tapi untuk menghentikan Nek Miya, dia pun segan. "Sari, ada di
Read more
Keinginan Rosa untuk segera menikah
Rosa menggelayut manja di lengan ayahnya, untuk meredam emosi Tuan Anaconda. Dia tak ingin ayahnya marah, dan akhirnya justru melarangnya mendekati Hasan lagi. Kalau hal itu sampai terjadi, dia bisa mati karena menahan rindu."Ayah, jangan marah ya. Maafkan Rosa. Rosa juga tak mengerti, kenapa Rosa seperti ini? Rasa cinta ini begitu menyiksa Ayah. Ayah tak tau, seperti apa rasanya menanggung rindu pada orang yang dikasihi." Rosa bercerita dengan suara lirih di lengan ayahnya. Dia sedang berusaha merayu Tuan Anaconda, dengan suaranya yang mendayu."Ayah tau Rosa. Tapi yang jadi masalah, kau mencintai makhluk dari bangsa lain. Akan banyak rintangan yang harus kau hadapi. Apalagi dia sudah beristri. Kejadian yang baru menimpamu, masih belum seberapa Rosa. Belum lagi dari bangsa siluman sendiri. Mereka pasti akan mencibir ayah, kalau tau akan hal ini." Tuan Anaconda menjadi gusar sendiri. Ada penyesalan di hatinya telah memberi restu pada Rosa waktu itu. Dia tak pernah bisa menolak permi
Read more
Sakitnya diurut
Sementara di rumah Hasan. Nek Miya mencampur minyak urutnya dengan daun bidara yang diambil Sari dari rumahnya. Sari belum tau, apa maksud Nek Miya mencampur daun bicara itu di minyaknya. Baru kali ini hal itu Nek Miya lakukan. Sepanjang mengurut Hasan, mulut Nek Miya terus saja menggumamkan ayat-ayat suci. "Arrrgghhh, sa–kiitt." Sepanjang itu pula, Hasan terus mengerang kesakitan. Hasan sampai mencengkeram kuat bantalnya, juga mengeraskan rahang demi menahan rasa sakit yang mendera akibat sentuhan tangan Nek Miya."Pe–lan Nek," rintih Hasan, Sari tak tega melihat wajah kesakitan Hasan. Dia memilih keluar dari kamar, lalu duduk bersama dengan mertua dan adik iparnya. Mamak Hasan juga tak tega, sudah lebih dulu dia keluar dari kamar.Hasan mulai tak merasakan sakit lagi di tubuhnya setelah satu jam lebih Nek Miya mengurutnya. Padahal di awal tadi, Hasan seperti merasa bukan diurut, tapi dicubiti sekujur tubuhnya oleh Nek Miya. Hingga menimbulkan rasa sakit hingga ke jantung. Masih u
Read more
Orang gila yang mirip Sari
"Iya Dek, betul kata Mamak. Besok kesana kita. Siapa tau, tak panjang umur Paman Fudin–""Halah, kau Hasan. Malah mendoakan yang tidak-tidak pula." Mamak Hasan langsung memotong kalimat anaknya, seraya mencubit pelan paha anaknya yang duduk di sebelahnya."Aduh Mak. Maksud Hasan Mak, kalau sampai tak panjang umur Paman Fudin, Sari juga yang akan menyesal." Hasan menjelaskan maksudnya tadi, agar mamaknya tak salah faham, seraya mengelus pahanya yang sesungguhnya tak sakit, karena hanya dicubit sayang saja oleh Bu Zubaedah."Siapa tau, kalau melihatmu datang dan sudah berbaikan dengan keluarganya. Penyakitnya bisa sembuh Sari," kata Bu Zubaedah, berusaha membujuk menantunya itu. Sari dibantu oleh Ratna, mengangkat piring, nasi, beserta sop untuk mereka makan bersama. "Kita makan dulu, ya Mak. Nanti saja soal Paman Fudin dibahas," kata Sari seraya mengambilkan nasi buat mertuanya. Bu Zubaedah menggeleng kepala melihat menantunya itu. Entah beban berat apa yang tersimpan di hati Sari,
Read more
Iri hati Sanca
"Buat apa Mamak malu? Kau itu sudah lebih dari menantu buat Mamak. Jangan berpikir yang bukan-bukan. Justru Mamak berharap, kalau lah benar, ibu-ibu itu Emakmu, kau cari dia, urus baik-baik." Nasehat dari Bu Zubaedah benar-benar membuat Sari terharu. Begitu besar kasih sayang mertuanya pada dirinya, hingga sangat tulus menerima dirinya apa adanya."Terima kasih, ya Mak. Beruntung Sari punya mertua Mamak. Betuah rasanya hidup Sari ini," kata Sari seraya memeluk mertuanya dari samping. "Mamak pun beruntung, punya menantu macam engkau Sari." Mamak Hasan mengelus punggung Sari lembut. Hati Hasan terasa damai melihat dua wanita yang paling dikasihinya itu. Dia tercenung, teringat apa yang terjadi pada dirinya dan Rosa. Kegelisahan kini merajai hatinya. Dia merasa sangat bersalah sudah mengkhianati Sari. Hasan teringat akan Rosa. Bagaimana dengan Rosa? Apa Hasan harus mengabaikannya begitu saja? Setelah mereguk manis madu Rosa. Hasan jadi frustasi memikirkan semua itu. Tapi dia juga terl
Read more
Ke rumah Pak Fudin
"Sudah sore, Mamak pulang ya. Takut gelap di jalan," kata Bu Zubaedah. "Dek, sekalian saja kita ikut Mamak. Kan mau menjenguk Paman Fudin," kata Hasan pada Sari."Iya Sari. Mamak pun juga mau menjenguk si Fudin." Bu Zubaedah mengamini kata-kata Hasan. Sari diam, menimbang, apakah harus saat itu juga dia ke rumah pamannya. Tapi, tak ada salahnya juga. Toh, cepat atau lambat dia tetap harus menjenguk pamannya. Malah lebih baik kalau ditemani ibu mertuanya."Ya sudah. Sari siap-siap dulu ya Mak. Tapi ini sudah sore sekali Bang. Bagaimana kalau kita kemalaman di jalan?" "Kita menginap di rumah Mamak aja, besok baru pulang," jawab Hasan. "Nah, itu baru benar Bang. Udah lama kakak tak menginap disana. Aku ingin sekali tidur memeluk Rehan." Ratna sangat antusias abangnya mau menginap di rumah mereka. "Nanti, kalau Kakak melahirkan, kakak titipkan Rehan ya?" "Tak usah Kakak minta, aku akan ambil cuti seminggu untuk menjaga Rehan," jawab Ratna dengan senyum mengembang. "Ya sudah, Kakak
Read more
Pak Fudin anfal
"Paman, Sari pulang ya. Sari tak bermaksud membuat kegaduhan di rumah Paman. Sari hanya rindu, dan ingin tau keadaan Paman," kata Sari setelah lebih dulu bangkit dari duduknya. Bu Zubaedah dan Hasan terpaksa mengikuti Sari. Keadaan di rumah itu tak memungkinkan bagi mereka untuk mengobrol lagi tentang banyak hal."Kenapa cepat sekali. Paman masih sangat rindu denganmu." Pak Fudin sangat sedih, keponakannya tersayang hanya singgah sebentar saja. "Biar sajalah dia pergi! Buat apa datang, kalau hanya membuat keributan," kata Bu Mudah dengan tangan melipat di dadanya. Dia tampak pongah melihat Sari."Kau! Tak bisa kau jaga mulutmu? Bukan dia yang buat keributan, tapi kau sendiri! Seharusnya kau senang, Sari datang bersama suami dan mertuanya untuk menyambung silaturahim yang sempat putus!" Pak Fudin sangat marah dengan istrinya."Kenapa Ayah sekarang membela Sari?" tanya Aina, anak Pak Fudin. Air mukanya tampak tak senang. "Ya, Ayah menyesal baru membelanya sekarang. Kalau saja sejak d
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status