Semua Bab Desahan Dikamar Tamu: Bab 41 - Bab 50
89 Bab
Bab 41 Keluh Kesah Ibu Mertua
Kuangkat badan berdiri dari sofa setelah mendapat persetujuan IbuIAku melangkah keluar pagar , setelah itu berjalan kaki beberapa rumah menjauh dari rumah Mas Hasan. Sengaja ... agar Ibu tidak melihat siapa yang menjemput. Tadi aku menelpon Vita, untuk menjemput, tapi katanya dia datang dengan Deny pacarnya dan seorang lagi, teman Deny.Sembari menunggu jemputan, kukeluarkan ponsel dari dalam tas. Aku ingin menghubungi Mas Hasan. Aku baru ingat ternya, aku tidak punya uang untuk bersenang-senang. [Mas, kirimi aku uang dong. Uang aku habis] Ku tulis pesan pada Mas Hasan, sebentar saja langsung conteng dua biru.Tak berselang lama, ponsel di tanganku bernyanyi. Senyum di bibirku mengembang. "Halo, Mas," ucapku saat ponsel sudah menempel ditelinga. "Uang untuk apa? Baru dua minggu kamu kukasih uang sepuluh juta ... masak sudah habis." Panas rasanya kupingku mendengar jawaban Mas Hasan. Benar-benar nggak ngerti kebutuhan istrinya. Sebel!"Pokoknya kirimin sekarang! Kalau tidak, aku
Baca selengkapnya
Bab 42 Pertengkaran Hasan dan Iren
Ibu langsung menatapku. Aku bisa melihatnya dari ekor mata."Ya sudah ... kalian masuk kamar dulu ya. Nanti Bunda nyusul. Bunda beresin ini dulu," ucapku seraya menunjuk meja makan. Kedua anak itu mengangguk dan langsung mengangkat badannya berdiri, lalu melangkah ke kamar Zulfa.Kuangkat piring tempatku makan dan kedua putriku. Tidak salah 'kan, jika aku menganggap Lili seperti putriku?"Sejak kapan, kamu menjadi Ibu dari anak itu?" Aku menoleh mendengar pertanyaan Mas Hasan. Kutatap laki-laki itu yang sedang menatapku sinis."Namanya Lili. Dia temannya Zulfa, sudah tidak punya Ibu. Jadi ... tidak salah jika dia menganggapku Ibu.""Ya ... awalnya Ibu. Lama-lama naik level jadi istri Ayahnya." Kuputar bola mata menanggapi ucapan pedas Mas Hasan. Benar-benar seenak jidat, tidak di saring dulu."Terserahlah, Mas ... apa katamu," ucapku seraya melangkah menuju wastafel. Dapur ini di disain dengan meja makan dan dapur di pisahkan oleh sebuah mini bar, jadi aku harus melewati Mas Hasan
Baca selengkapnya
Bab 43 Memberi Bukti
Kuseret kaki masuk ke kamar mandi, sebelumnya mengambil kimono handuk di gantungan. Otakku buntu tidak bisa berpikir. Mungkin dengan menyiramnya dengan air akan menjadi encer. Sebelum menutup pintu kamar mandi, aku sempat melirik jam yang tergantung di dinding atas pintu kamar. Jarum jam menunjukkan jam sebelas lewat lima belas menit. Hampir tengah malam. Sebenarnya, aku tidak suka mandi malam hari, tapi rasanya kepalaku berat sekali. Badan juga terasa gerah karena kebanyakan joget-joget.Selesai mandi, aku memakai setelan baju tidur. Mengeringkan rambut dengan hairdryer, setelah itu meloncat ke atas tempat tidur. Aku harus tidur, karena begitu gelap berganti terang, aku akan menemui Mila dan memberikan surat nikah siriku.Semoga setelah Mila mendapatkannya, maduku itu langsung menggugat ke pengadilan.***Jam tujuh pagi, aku keluar dari kamar. Di meja makan sudah duduk Ibu, Mas Hasan, Mila dan kedua anak kecil itu. Darahku langsung mendidih melihat pemandangan itu di pagi hari. Mer
Baca selengkapnya
Bab 44 Ulat Bulu Kepanasan
Mila mengambil amplop itu lalu membukanya. Dia tersenyum lebar saat bulir matanya bergulir membaca satu per satu coretan yang ada di atas kertas tersebut."Terimakasih," ucapnya lalu memasukkan lagi kertas ke dalam amplop."Ingat janji kamu, Mbak. Ceraikan Mas Hasan, lalu pergi tanpa membawa apa-apa," ucapku memperingatinya tentang kesepakan kami.Maduku itu tersenyum. "Kamu tenang saja. Aku juga sudah tidak berminat meneruskan rumah tangga dengan suamimu. Jika soal harta, jangan khawatir ... toko ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanku dan anakku."Mataku membulat sempurna. Kata-kata yang barusan keluar dari mulut Mila seperti pedang yang menikam tepat di dadaku. Sakit!"To–toko ...."***POV Mila"To–toko ...." ucap Iren tergantung."A–apa maksudmu, Mbak." Aku menggelengkan kepala melihat wajahnya yang sepertinya shock.Kasian ... dia pikir aku dan Zulfa, akan mengemis dan kelaparan tanpa Mas Hasan."I–ini toko kamu? Kamu bohong 'kan? Mana mungkin kamu punya toko. Kam
Baca selengkapnya
Bab 45 Menggugat Cerai
"Mas," sapa Iren seraya menyambut tas yang diulurkan suaminya. Setelah tas berpindah, dia mengulurkan tangan kanan untuk salim. Hasan menyambut tangan istrinya lalu mencium dahi perempuan itu.Hati Iren senang bukan main, Hasan sudah tidak marah lagi padanya. Mereka melangkah beriringan menuju ruang TV. Ireb mengamit lengan Hasan, mencoba bermanja-manja dengan pria itu"Mas duduk dulu ya. Aku ambilin minum." Iren menuju dapur mengambilkan air putih untuk Hasan. membawakan minum, setelah itu dia akan menanyakan pria hal poto yang ia kirim, lalu mengompori sedikit. Ha ha haIren kembali ke ruang TV dengan membawa segelas air putih. Di sana Bu Tuti sudah melabuhkan badannya di atas sofa yang berhadapan dengan Hasan.Tadi saat Iren menyambut Hasan Ibu mertuanya itu masuk ke dalam kamar."Ini, Mas," ucap wanita itu mengulurkan gelas pada Hasan, lalu menghempaskan tubuhnya di disebelah Hasan.Hasan menyambut gelas yang diulurkan Iren meneguk airnya sampai setengah. Tangannya terulur m
Baca selengkapnya
Bab 46 Iren Mengakui Toko Mila
"Mau kemana, Bu? Jadi ke pengadilan." Tak ku tanggapi ucapan Lita. Aku menunduk mengambil tas di dalam laci paling bawah.Setelah meletakkan tas di atas meja, kutarik nafas dalam-dalam saat melihat Lita yang masih menatapku menunggu jawaban. "Iya," jawabku singkat sembari menganggukkan kepala. Lita memang sudah tau jika aku akan menggugat Mas Hasan. Dia kemarin lihat surat nikah yang dikasih Iren."Semangat, Bu. Jangan sedih. Terkadang Tuhan itu memberi kita jodoh yang salah, agar bisa mengambil pelajaran untuk menjaga jodoh yang tepat nanti," ucapnya sok tau. Aku tersenyum mendengar ucapan Lita. Apa yang dia katakan memang ada benarnya. Mungkin Mas Hasan bukanlah jodohku yang sebenarnya. Mungkin Allah mengirimnya agar aku bisa belajar."Kayak pernah menikah aja, kamu," ucapku mendelik."Iya, Bu. Aku memang belum menikah, tapi dari Ibu, aku jadi belajar memilih pasangan. Yang benar-benar cinta sama aku, gitu, Bu," sambungnya lagi. "Ya sudah, saya jalan dulu. Zulfa nggak saya ajak
Baca selengkapnya
Bab 47 Sikap Agresif Maya
Apa yang wanita itu lakukan di sini? Ku perhatikan dari jauh, istri siri suamiku itu marah-marah sambil tangannya menunjuk tepat di depan muka Linda.Kuseret langkah kaki mendekat."Ada apa ini?" tanyaku menatap Linda dan Iren bergantian.Spontan Iren dan Linda menoleh padaku secara bersamaan. "Nah, ini nih ... Mbak, kalau memang Mbak Mila benar pemilik toko ini, bilang sama dia dong siapa aku. Masak aku mau ambil roti aja, dia suruh bayar." Iren mendelik pada Linda, spontan gadis yang baru saja berkerja di toko roti ku itu menundukkan wajahnya."Hei! Aku ini istrinya Mas Hasan. Yang punya toko ini," ucapnya pongah. kugelengkan kepala melihat tingkahnya yang tidak tau malu."Maaf, Bu," ucap Linda. Terlihat ketakutan dari sorot matanya."Nggak apa-apa, Lin. Kamu lanjutin aja kerjaan kamu," ucapku seraya mengukir senyum kecil pada Linda.Linda berlalu menuju dapur. Mataku liar melihat sekeliling setelah kepergian Linda. Ternyata Iren menjadi pusat perhatian pengunjung lain. Dasar muka t
Baca selengkapnya
Bab 48 Telor Mata Sapi
Pelan kubuka pesan WA dari Maya.[Angkat, Mas!]Ponsel berdering kembali. Kutarik nafas panjang sebelum menggeser tombol hijau."Halo–""Mas! Kok lama banget sih ngangkat telpon!" cerocos Maya menyambar ucapanku dengan nada jengkel."Iya, Maya. Maaf aku lagi di jalan. Kenapa?""Di jalan mana, Mas?" tanyanya. Sekali lagi aku menarik nafas lalu menyentaknya kasar. Haruskah aku melapor padanya, setiap aku ada di mana?"Jalan ... dari pengadilan agama. Ada sidang," ucapku datar."Oh," jawabnya dari seberang sana. "Mas temani aku ya. Nanti malam aku ada undangan, temanku ulang tahun," sambung Maya lagi dengan gaya manja. Bukan karena apa, aku menolak ajakan Maya. Malas rasanya pergi berdua dengannya, nanti dia akan mengenalkan aku sebagai tunangannya, padahal kami tidak punya ikatan."Maaf, May. Nanti malam aku ada acara," ucapku berbohong. Nyatanya aku tidak punya acara apapun. Ini hanya lantaran mau menghindarinya."Ya ... nggak bisa gitu dong, Mas. Masak aku pergi sendiri," protesnya d
Baca selengkapnya
Bab 49 Biang Rusuh
"Zulfa sudah sholat, Nak?" tanyaku. Kulirik jam di layar ponsel. Hampir jam dua siang. Astaga ... aku belum sholat zuhur."Sudah, Bunda." Kuangkat badan berdiri dari duduk. "Bunda sholat dulu ya. Bunda lupa, belum sholat zuhur.Kulangkahkan kaki lebar masuk ke dalam kamarku, lalu masuk ke kamar mandi mengambil wudhu.Setelah keluar dari kamar mandi, gagas aku menuju tempat sholat lalu menunaikan empat roka'at siangku.Setelah salam, aku duduk di atas sajadah. Sesaat merenungi semua yang terjadi dalam hidupku.Setelah mengangkat tangan dan melangitkan doa, kuangkat badan berdiri dari atas sajadah."Loh, kamu di sini, Lit?" tanyaku saat membuka pintu kamar, Lita sudah duduk di sofa. Zulfa sudah tidak ada di tempat tadi."Iy, Bu. Ada Pak Revan sama Lili dibawah," ucapnya. Kuanggukkan kepala tanda mengerti."Iya, Lit. Ayo turun," ajakku pada Lita. Gadis itu mengangkat badannya berdiri, lalu menungguku yang menyeret langkah ke arah tangga, karena menuju tangga melewati sofa.Aku dan Lita
Baca selengkapnya
Bab 50 Sidang Pertama
Siang berganti malam, tanpa terasa hari yang sangat aku takutkan pun tiba. Hari ini adalah sidang pertama perceraianku dengan Mas Hasan. Sidangnya jam sebelas nanti. Rencananya aku akan mengantar Zulfa ke toko dulu, barulah setelah itu berangkat ke pengadilan.Hari ini aku mengajak Lita menemaniku. Meskipun aku yakin Mas Hasan atau ibu tidak akan ada di sana, tapi Iren pasti datang. Bukannya takut dengan Iren, aku membawa Lita, tapi aku butuh teman. Jujur ini terlalu sulit bagiku. Untung kemarin aku tidak mencantumkan nomer telpon Mas Hasan di daftar gugatan. Jadi Ayah dari putriku itu tidak tau sidang yang aku jalani hari ini. Pria itu sama sekali tidak tau–menau tentang gugatanku. Dia tidak perlu tau dan hadir di setiap sidang, karena jika dia datang, pasti sulit bagiku untuk lepas dari ikatan palsu.Biarlah nanti menjadi kejutan buatnya. Aku akan memberinya hadiah terindah saat nanti akan angkat kaki dari rumah itu. Rumah yang penuh dengan kenangan menyakitkan.Pasti laki-laki i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status