All Chapters of PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN: Chapter 91 - Chapter 100
126 Chapters
Bab 91
"Tolong pergi dari sini. Jujur saja, ketika melihat wajah dan mendengar suara atau nama Dian saat ini, hatiku semakin sakit. Maaf kalau harus jujur, tetapi aku tidak ingin terluka lebih lama," lirih Ayu berusaha terlihat kuat.Sebenarnya Ayu sadar kalau semua yang terjadi adalah takdir, dia pun telah menikah dengan Akbar bahkan mengandung anaknya. Tetapi, hati tidak bisa dikelabui apalagi untuk dimanajemen.Wanita yang tengah shock itu sibuk berkelahi dengan pikirannya. Sungguh, dia bukan mau membenci Dian, tetapi hatinya terlalu sakit dan sulit menerima semua kenyataan itu. Dia ingin bahagia, hanya saja hatinya berkata lain.Tentang cinta apakah masih ada, tentu Ayu berani mengatakan tidak. Apakah ada yang bisa mempercayainya ketika melihat keadaannya saat ini? Hatinya hanya terluka, sungguh hanya terluka."Ayu." Dian memegang tangan Ayu yang dingin. Perasaannya semakin sedih, tidak mungkin dia meninggalkan sahabatnya sendirian. "Aku ... minta maaf.""Maafmu tidak bisa mengembalikan
Read more
Bab 92
Hari yang dinanti-nanti telah tiba. Setelah sebulan lamanya Ayu mencoba membalut luka, akhirnya bisa tersenyum lega. Dia beruntung mendapat suami yang bisa men-support-nya di setiap keadaan.Seorang suami yang bisa menjadi sosok ayah, teman bahkan serasa sahabat. Semua keluh kesah dan rasa sakit yang dialami Ayu dia sampaikan tanpa menutupi lagi.Sebenarnya Akbar terluka setiap dia menjadi teman curhat Ayu, tetapi seperti itulah suami istri. Mereka harus saling terbuka dan melengkapi sebagaimana sebuah firman Allah dalam al-qur'an bahwa 'para mereka (istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka (QS al-Baqarah: 187).Dalam ayat tersebut, Allah menggambarkan pernikahan serta hubungan interelasi antara suami dan istri sebagai pakaian sehingga Akbar harus berpegang teguh dan menepikan egonya."Gimana, By, aku cantik gak pake dress ini?" Ayu memutar badan bak peragawati di depan suaminya yang memakai kemeja senada dengan dress-nya.Akbar mengacungkan kedua ibu jari
Read more
Bab 93
Sesampainya di rumah, Akbar langsung masuk kamar tanpa bicara ke Ayu. Wanita malang itu tentu saja merasa harus menyusul suaminya atau kesalahpahaman semakin besar.Jika terus memikirkan ego, maka kemungkinan dia akan dicerai dan lari ke siapa sementara Gio saja telah menentukan pilihan hidupnya? Tidak mungkin menjadi janda, lalu menikah dengan suami sahabatnya karena dikasihani."By, kamu kenapa? Masih keingat masalah tadi? Bukannya kamu udah tahu aku nangisnya karena ngerasa bakal jarang ketemu ma Dian? Kamu sendiri kan yang ngejelasin itu ke tamu tadi?"Masih dalam posisi membelakang, Akbar menjawab, "iya aku bilang gitu tadi karena gak mau kamu jadi perbincangan semua orang. Masa punya suami masih nangisin laki-laki lain? Kan gak enak dengernya dan kamu itu harga diriku, Yu. Kamu pikir aku gak tahu kamu nangisin Gio?""Loh, kamu kan bilang bakal nge-support aku dalam keadaan apa pun. Masa iya cuma gara-gara tadi kamu marah? Kamu harusnya ngertiin aku, By. Aku gak ada ngarep lagi s
Read more
Bab 94
Sampai menit ke lima, barulah Ayu bisa membuka matanya. Wanita itu baik-baik saja, dia hanya merasa pening sehingga harus menutup mata. Sebenarnya dia kepikiran sama apa yang akan dilakukan Akbar nanti.Para wanita biasanya memilih pura-pura sakit demi menarik perhatian kekasih atau suaminya. Apalagi jika menghindari sesuatu yang bisa merenggangkan hubungan keduanya. Itu semua dilakukan bukan karena tipu daya semata, tetapi mempertahankan hubungan."Akbar?""Iya, ini aku. Kamu baik-baik aja kan?"Ayu memejamkan mata beberapa detik. "Iya, tadi cuman mendadak pusing aja kok."Begitu Ayu bangun untuk bersandar pada kepala ranjang, Akbar langsung membawanya dalam pelukan. Kesalahan-kesalahan wanita itu berusaha dia lupakan demi menjaga keutuhan pernikahan.Perceraian memang diperbolehkan, tetapi sangat dibenci Tuhan. Akbar harus bisa melalui itu semua dengan sabar. Mereka memeluk penuh kerinduan seolah pernah berpisah."Sekarang kamu percaya, kan, kalau aku milih kamu itu karena tulus, bu
Read more
Bab 95
Setelah terdiam beberapa saat, Dian menatap pada Ayu yang duduk di sampingnya. Mata Dian mencari tahu apakah ada luka yang dirasakan sahabatnya atau tidak."Ayu."Ayu tidak menjawab, dia hanya menoleh tanpa ekspresi karena wanita itu sedang berusaha menghilangkan semua kenangannya dengan Gio. Dia bukan marah, hanya berusaha mengganti kesedihan dengan senyum semringah."Maaf, aku tidak bilang sejak awal di telepon kalau yang mau melamar itu Gio. Semua terjadi begitu saja, aku sendiri tidak menyangka dan merasa ini semua mimpi." Dian berusaha menjelaskan, hatinya sudah merasa kuat untuk menerima cacian karena dia memang juga memiliki salah."Waktu Dani memintaku ke sebuah tempat yang ternyata adalah rumah bambu peninggalan kakek Gio. Di sana tiba-tiba aku ditanya tentang lamaran, aku menolak, mereka mendesak.""Ini tentang kamu. Dani sama Gio minta aku telepon kamu buat mencari petunjuk. Ya katamu saat itu ikhlas, makanya aku memberi izin untuk Gio ke rumah. Tapi sebelum menjawab, aku s
Read more
Bab 96
Pukul sepuluh pagi, Ayu dan Akbar kembali duduk di depan rumah menanti hujan turun karena langit sudah mendung sejak sepuluh menit yang lalu. Ayu tidak mengerti, dia hanya menduga langit sedang berduka untuknya.Namun, benarkan demikian?Terkadang memang harus mengalah pada keadaan, jangan menangis dan tersenyumlah agar orang lain mengira hatimu sedang baik-baik saja. Ya, kata 'baik' itu yang harus selalu Ayu tekankan pada dirinya sendiri."Gimana perasaanmu selama hamil, Ay? Kok kayak biasa aja ya?"Ayu menatap perutnya. "Biasa gimana? Orang kemarin aku mual kalau kamu puji."Detik itu juga Akbar tertawa sedikit keras, wajahnya memerah sambil memegangi perut. "Apa mau aku kerjain setiap hari?""Mau anak sama istrimu celaka? Bisa-bisa aku balas dendam terus ngerjain kamu minta beli ini itu, ujung-ujungnya nyuruh kamu makan dengan alasan debay yang mau padahal canda doang.""Kerjain suami dosa tau!"Tiba-tiba Ayu merasa mengantuk, dia pamit pada Akbar untuk istirahat sebentar. Lelaki i
Read more
Bab 97
Sepuluh menit menunggu di kamar dengan perasaan kacau, akhirnya Ayu nekat menyusul Akbar ke luar. Banyak pertanyaan yang mengusik pikirannya dan sudah tidak tahan untuk dipendam lebih lama.Tangan Ayu terkepal berusaha menyembunyikan kegugupan, tetapi begitu sampai di dekat pintu, dia mengembus napas kasar lantas tersenyum semanis mungkin."Masih di sini?" tegur Ayu pada Akbar yang menatap lurus ke depan, tersentak kaget."Eh, iya. Kamu gak tidur?""Enggak, baring doang tadi gak bisa tidur juga. Karena suntuk di kamar sendirian, mending nyusul kamu lagi."Akbar mengambangkan senyum, dia jadi curiga kalau Ayu mendengar pembicaraan mereka bertiga tadi. Jadi, dia berinisiatif untuk mencari tahu tanpa menjelaskan secara gamblang.Posisi mereka kini saling berhadapan, langit semakin mendung menambah suasana dingin dalam hati. Akbar menggigit bibir kepikiran masalah tadi."Kamu ... kamu tadi cuma baring di kamar? Gak ke mana-mana?""Iya, baring doang. Tapi kok aku kayak denger kamu bicara?
Read more
Bab 98
"Kebaikan apa dengan memisahkan aku dari Ayu, Bu?"Bu Layla tidak menjawab, dia menarik tangan Akbar keluar kamar lagi. Tidak peduli jika anaknya harus pergi dari sana karena di rumahnya juga masih ada banyak baju Akbar.Terlalu nekat dan memikirkan omongan orang membuat Akbar berusaha dipisahkan dari istri yang sedang hamil. Dia tidak akan semudah itu diatur, Akbar adalah pemimpin dalam keluarganya sendiri.Dia melepas cekalan tangan Bu Layla. "Tidak. Aku gak bakal mau dipisahin sama Ayu. Kami tidak ada masalah, jadi lebih baik ayah sama ibu pergi dari sini. Lupakan isu itu.""Gak, kamu harus ikut sama ibu. Ayu biar di sini aja. Kamu jangan terlalu bucin, Akbar. Ayu harus diberi pelajaran biar tahu ternyata kehilangan kamu itu menyakitkan. Dia gak bakal bisa mencintai kamu kalau belum pernah kehilangan kamu, Akbar!" Mata Bu Layla berlinang.Akbar jadi tidak tega melihatnya. Memang benar apa yang dikatakan sang ibu bahwa Ayu tidak akan pernah merasa kehilangan dan cinta kalau mereka b
Read more
Bab 99
POV Ayu Syafitri..Aku tiba di rumah tepat setengah jam yang lalu setelah azan berkumandang, jadi ibu tidak memiliki kesempatan untuk bertanya banyak hal. Sekarang aku duduk di atas sajadah, bersimpuh memohon kekuatan hati kepada Tuhan.Setiap masalah pasti memiliki jalan keluar, aku percaya itu. Hanya saja kita perlu menunggu waktu apakah solusinya datang di saat cepat atau lambat. Akan tetapi percayalah, itu adalah saat yang tepat."Semoga ibu gak nanya berlebihan," monologku berakhir dengan embusan napas berat.Dada terasa sesak, aku kesulitan mengambil napas. Ketika teringat perkara tadi membuatku kembali ingin menumpahkan tangis. Sampai sekarang aku masih berpikir alasan tepat mertua memisahkan kami.Namun, sekalipun ada prasangka buruk menyelinap dalam hati, aku akan selalu tersenyum. Jika pun harus diintrogasi oleh ibu karena pulang ke rumah sendirian, tetap harus bercerita yang baik saja sekalipun harus berbohong.Bagaimana tidak, aku sangat tahu perangai ibu. Sekalipun beli
Read more
Bab 100
Dalam perjalanan, aku terus menjelaskan pada ibu kalau memang hal ini dilakukan demi kebaikan kami. Tetangga saja tahu kalau ibu suka sekali bertindak lebih dan jika bertemu dengan mertua nanti, pasti terjadi perdebatan panjang.Melihat ibu yang menolak penjelasan, aku risau sambil memandang ponsel melihat last seen Akbar. Sejak pesan yang dia kirim tadi, dia tidak lagi online. Rasa khawatir semakin merajalela.Di satu sisi aku bahagia karena akan bertemu Akbar dan memastikan dia baik-baik saja, di sisi lain takut justru menuai rasa kecewa. Lokasi semakin dekat, jantung berdegup cepat."Ibu sudah memikirkan semuanya. Kalau nanti kita sampai di rumah mertuamu dan mereka tetap kekeh untuk misahin kalian atau tetap campur tangan, maka memang lebih baik cerai saja. Ibu nyesal nikahin kamu sama dia.""Cerai?" Aku tertawa kecil.Seharusnya sebagai orang tua, ibu tidak mengatakan demikian. Bagaimana bisa menyesal dan meminta kami cerai setelah Gio menikah? Ataukah pernikahan ini mereka angga
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status