Semua Bab Kukembalikan Suamiku pada Istri Pertamanya: Bab 21 - Bab 30
86 Bab
Bab 21
Meski terasa berat, akhirnya kepalaku mengangguk juga. Akan kujalani apapun yang akan terjadi. Ujian ini memang berat, tapi teringat perkataan Bu Halimah tempo hari, jika bersabar, maka pahala yang besar menanti kita. "Terima kasih, ya, Sayang. Kamu mau mengerti dan menerima keadaan Mas!" Mas Rayan memelukku dari belakang. Mencium puncak kepalaku lembut.Aku hanya bisa tersenyum getir sambil menahan sayatan demi sayatan dalam dada.Setelah melaksanakan solat magrib tiga rakaat, aku segera bersiap untuk turun sesuai titah Mas Rayan tadi. Berjalan menuruni tangga kemudian berbelok menuju dapur.Sampai di sana, terlihat Mbok Acih sedang sibuk menyiapkan makan malam. Tangannya cekatan memindahkan beberapa menu masakan dari wajan ke mangkuk besar."Ada yang bisa Luna bantu, Mbok?" tanyaku menghampirinya. Mbok Acih menoleh, kemudian tersenyum."Gak usah. Duduk saja," tolaknya."Luna bantu siapin piring sama sendok aja ya, Mbok," tawarku lagi. Tak tega rasanya melihatnya kerepotan seperti i
Baca selengkapnya
Bab 22
Jantungku berpacu cepat. Dadaku naik-turun menahan gejolak cemburu. Apa lagi yang dilakukan suami istri di dalam kamar kalau bukan memenuhi hasrat satu sama lain. Pertanyaan yang benar-benar bodoh."Nanti siang aku jemput, ya? Hari ini jadwal kamu terapi." Suara Mas Rayan terdengar lembut. Tak kulihat bagaimana reaksi Rumaisha.Aku membekap mulut. Menjaga agar tangisku tak pecah. Perlahan kakiku mundur, lalu berlari kembali ke dalam kamar.Sejenak aku bersandar di pintu yang tertutup. Meredam gejolak emosi yang tiba-tiba menggelegak.Aku menyerah ya Alloh. Aku benar-benar tidak kuat. Baru sehari melihat suamiku dengan wanita lain hatiku sudah porak poranda. Bagaimana kalau seminggu? Sebulan? Aku bisa gila.Maafkan aku Tuhan. Bukan maksud aku ingin menentang syariatmu. Hanya saja ini terlalu menyakitkan buatku. Izinkan aku untuk mengikhlaskannya.Dengan kaki yang terasa tidak menapak, aku berjalan limbung ke arah lemari. Menurunkan koper dari atasnya, kemudian memasukkan semua baju yan
Baca selengkapnya
Bab 23
Jam istirahat sudah habis. Mas Zidan juga sudah kembali ke ruangannya. Aku hanya keburu melaksanakan solat dhuhur tanpa makan siang. Hanya satu buah coklat dengan segelas air putih yang masuk ke dalam perutku sebagai pengganjal.Melihat jarum jam yang terus berputar, aku kembali fokus pada berkas-berkas yang masih begitu banyak. Meskipun konsentrasi sempat buyar karena ucapan Mas Zidan tentang kedatangan Mas Rayan ke sini, namun aku berusaha kembali mengabaikan hal itu. Beruntung Mas Zidan sigap bertindak dengan tidak mengizinkan suamiku itu masuk.Aku sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana jika orang-orang di kantor ini tau tentang posisiku sebagai istri kedua. Meskipun mereka semua tidak tau bagaimana cerita yang sesungguhnya, tetap saja istri kedua selalu identik dengan sebutan pel*kor. Padahal jelas-jelas, dalam hal ini, aku juga termasuk korban.Tok tokPintu terdengar diketuk. Aku menyuruhnya masuk. Suara sepatu yang beradu dengan lantai terdengar saat pintu mulai dibuka.Rum
Baca selengkapnya
Bab 24
Mas Rayan kembali duduk di dekat bapak. Wajahnya nampak menunjukkan rasa bersalah sekaligus kegamangan."Maafkan saya, Pa, Bu. Semua ini benar-benar di luar perkiraan saya," tutur Mas Rayan setelah dia menceritakan apa yang terjadi pada Rumaisha."Bapak sama ibu tidak bisa berbuat apa-apa. Kami serahkan semuanya pada Luna. Dia yang akan menjalani ini semua. Namun, bapak masih menegang janji Nak Rayan untuk tidak menyakiti hati putri kami," jawab bapak bijak."Ibu memang tidak pernah merasakan bagaimana dipoligami. Tapi, ibu tau, dengan mengetahui Nak Rayan mempunyai istri lain selain Luna saja, Luna sudah sangat terluka. Apalagi kalau tinggal dalam satu atap seperti itu. Tidak akan ada wanita yang sanggup," bela ibu dengan langkah kaki mendekat ke arahku. Ditatapnya mataku dengan tatapan sendu.Ah, ibu. Engkau pasti jauh lebih terluka melihat anakmu yang kau besarkan dengan kasih sayang ini juga terluka. "Bu, Pa, Luna boleh minta izin sebenar untuk bicara berdua dengan Mas Rayan?" Ak
Baca selengkapnya
Bab 25
"Masa sih Luna mau dijadikan istri kedua? Secara dia kan cantik. Pinter lagi.""Iihh ... gak nyangka ya. Keliatannya baik tapi kok jadi pelakor.""Kalau cuma jadi istri kedua, kenapa gak nikah sama gua aja sih? Gua pasti jadiin yang pertama.""Gak heran kali. Meskipun cuma istri kedua, lakinya kan banyak duit."Komentar-komentar pedas masih bisa telingaku tangkap dengan jelas. Aku semakin menunduk. Menyembunyikan harga diri yang sudah terlanjur jatuh tanpa mereka tau kebenarannya. Ya, sekuat apapun aku mencoba menjelaskan, mereka semua tetap akan menutup mata dan telinga. Istri kedua akan tetap dianggap salah bagaimana pun keadaannya. Sayangnya, aku cuma mempunyai dua tangan. Tentu tak akan cukup untuk membungkam mulut-mulut orang yang terus memojokkan diriku. Namun, kedua tangan ini cukup untuk menutup telingaku agar tak lagi mendengar hujatan demi hujatan yang mereka layangkan."Lun, kamu baik-baik saja?" tanya Rumi yang melihat setetes air mata jatuh ke punggung tanganku. Hari ini,
Baca selengkapnya
Bab 26
Aku sempat berpikir untuk meminta Mas Zidan untuk mengurungkan niatnya memecat Rara. Yang penting Rara sudah diberi pelajaran dan dibuat jera. Namun, melihat Rara yang justru tidak ada niat untuk meminta maaf, membuatku berpikir ulang. Biarlah itu menjadi keputusan Mas Zidan seorang. Dia pasti sudah mempertimbangkan baik buruknya."Ini, Lun!" Mas Zidan mengembalikan laporan yang sudah ditandatangani.Niatku untuk mengucapkan terima kasih terpaksa ditunda karena masih ada Rara. Gak apalah. Aku bisa melakukannya lain waktu. "Mari, Pak. Permisi." Aku pun memilih untuk segera keluar dari ruangannya. Membiarkan Mas Zidan menyelesaikan urusannya dengan Rara.***Sejak hari itu, aku benar-benar tidak pernah lagi melihat Rara di kantor ini. Bahkan sudah lebih dari tiga hari kejadiannya. Mungkin keputusan Mas Zidan memecat Rara sudah final. Aku pun tidak ingin ikut campur meskipun tidak bisa dipungkiri ada sangkut pautnya denganku."Hai, Lun? Mau pulang?" tanya Mas Zidan saat aku memakai helm
Baca selengkapnya
Bab 27
Lekas aku berdiri, lebih mendekat ke arah Mas Rayan yang menatapku tajam. Matanya memancarkan kemarahan. Rahangnya terkatup rapat dengan gigi saling bergemelatuk. Kedua tangannya terkepal erat seolah siap melayangkan bogem mentah. Entah untuk siapa."Apa-apaan sih kamu, Mas?" protesku dengan nada cukup pelan."Kamu yang apa-apaan? Wanita yang sudah bersuami tapi jalan dengan laki-laki lain," jawab Mas Rayan kencang. Aku tersentak. Lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Semua orang yang berada di area food court memandang ke arah kami. Malu sekali rasanya."Tolong pelankan suaramu, Mas. Malu dilihat orang lain," pintaku melunak.Mas Rayan tersenyum miring. "Malu kamu bilang? Seharusnya kamu sadar, apa yang kamu lakukan itu jauh lebih memalukan. Lagaknya sudah seperti wanita single yang bebas pergi ke mana saja bersama laki-laki lain. Kencan ya?" ejeknya.Dadaku bergemuruh mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulutnya. Begitu menyakitkan. Bahkan air mata sudah mulai keluar da
Baca selengkapnya
Bab 28
Melihat keadaan bapak, aku pun tak kalah panik. Ibu segera menghampiri bapak dan menahan tubuhnya agar tidak ambruk."Lun, kita bawa bapakmu ke rumah sakit," ujar ibu dengan wajah cemas."Iya, Bu." Aku berlari ke depan rumah. Melihat-lihat barangkali ada taksi atau sekedar angkot yang lewat. Sayangnya jalanan cukup lengang. Hanya ada beberapa mobil pribadi yang lewat.Aku kembali berlari masuk ke dalam rumah. Merogoh tas selempang yang tadi kugunakan, lalu mengambil ponsel. Aku menggulir gawai itu dengan tangan gemetar. Mencari kontak Mas Zidan yang mungkin belum terlalu jauh.Setelah menemukan kontak dengan nama My bos itu segera aku menelponnya. Tersambung tapi tidak diangkat."Angkat, Mas. Aku mohon angkat!" Aku bergumam dalam kepanikan.Pada panggilan kedua, telepon pun akhirnya tersambung."Halo, Lun. Ada apa? Masih di jalan ini," tuturnya di ujung telepon."Mas, tolongin Luna. Bapak sepertinya kena serangan jantung. Tolong antar ke rumah sakit," jawabku dengan nada cemas."Astag
Baca selengkapnya
Bab 29
Aku berdiri sejenak, menunggu seorang wanita muda dan seorang anak kecil yang sedang membeli dagangan Bu Yanti tersebut. Setelah kedua orang itu pergi, barulah aku menghampirinya."Silakan Mbak, mau beli apa?" tanyanya. Sepertinya wanita yang seumuran ibuku itu tidak mengenaliku, apalagi aku menggunakan masker. "Ada apa aja, Bu?" tanyaku berjongkok melihat isi di dalam keranjang dagangannya."Ada lontong, bakwan, mendoan, pisang goreng, sama gehu, Mbak." Bu Yanti mengabsen semua makanannya."Saya beli lontong sama bakwan aja. Masing-masing tiga biji.""Baik, Mbak." Bu Yanti pun mulai memasukkan makanan yang kusebutkan tadi ke dalam kantong plastik."Ibu sudah lama jualan seperti ini?" "Wah ... sudah lama sekali. Sudah lebih dari lima tahun," jawabnya."Alhamdulillah, ya, Bu.""Iya. Alhamdulillah. Ada saja rezekinya. Kemarin-kemarin sempat berhenti jualan beberapa bulan. Putar haluan jadi asisten rumah tangga." Bu Yanti menambahkan."Kenapa sekarang berhenti? Lebih enak jualan ya?" p
Baca selengkapnya
Bab 30
"Diajak ngomong kok, malah ngelamun." Ibu menepuk lenganku pelan."Eh, bukan, Bu. Cuma capek aja," elakku."Ya sudah. Langsung makan saja. Biar tenang nanti langsung istirahat," titah ibu."Luna mandi dulu, Bu. Habis itu baru makan. Gerah banget."Aku pun bangkit dari sisi ibu dan segera berlalu ke kamar mandi. Guyuran air terasa begitu menyejukkan. Melunturkan peluh dan debu yang menempel karena aktivitas yang padat seharian.Selesai mandi, aku berjalan cepat menuju kamar karena ponsel terdengar menjerit-jerit. Segera aku mengambil benda pipih itu dari dalam tas. Nama Karin terpampang di layar."Halo, Rin. Maaf aku baru selesai mandi.""Mandi? Emangnya kamu di mana? Aku nungguin kamu dari tadi. Katanya mau ke sini," protes Karin dengan nada kesal."Aku udah di rumah. Motornya ternyata beneran udah dibawa. Kayaknya kakakmu nyuruh orang buat bawain. Maaf ya. Aku lupa ngasih tau.""Ya ampun, Luna. Aku sampai panik takutnya motormu beneran hilang.""Masalahnya Mas Zidan gak bilang apa-ap
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status