Semua Bab Balasan untuk Suami Hidung Belang: Bab 31 - Bab 40
70 Bab
jual organ tubuh
“Bisa ikut ke bagian administrasi,” ajak perawat dengan sopan. Agam hanya melirik sekilas, ia masih terlalu lapar.“Aku, Sus.”“Ya, Mbak ... Mari ikut saya, Mbak. Nanti dijelaskan oleh dokter yang ada di sana.”“Baik, Sus.”Inggit kemudian menghabiskan minumannya terlebih dulu. “Gam, aku ke bagian administrasi dulu.”Agam hanya menunjukkan jempolnya, karena mulutnya masih penuh dengan makanan, ia makan dengan terburu-buru karena masih ada tugas untuk memeriksa ponsel Anya. Inggit kemudian berdiri dan berjalan mengikuti langkah perawat. Anehnya, Inggit tak menuju ruang administrasi, tapi malah dibawa entah ke mana. “Kenapa kita ke sini, Sus ... gak salah, seharusnya ....” Belum sempat selesai bertanya, perawat itu sudah mendorong Inggit ke dalam ruang. Ruangan itu juga dikunci rapat. Ruangan ini juga terasa pengap dan tidak dapat menjangkau sinyal. Inggit tak bisa mengakses panggila
Baca selengkapnya
kedok Udin
"Iya, Mbak.""Apa bisa Mbok bekerja sekarang!"Mbok Ratih menyetujui, ia langsung pindah ke rumah Inggit saat ini juga. Kebetulan, masih ada ruang kosong yang masih bisa untuk dijadikan sebuah kamar kecil. Mbok Ratih juga tidak keberatan menempati ruangan itu. Menjelang Magrib, Agam barulah pulang. Sebelumnya, ia membantu menjelaskan tugas Mbok Ratih. Termasuk mengurusi Arya dan Anya. Arya juga menjanjikan dia kali lipat untuk itu. Sejak awal melihat Mbok Ratih, Inggit sudah yakin bahwa beliau bisa dipercaya dan diandalkan.Mbok Ratih juga sudah mulai melakukan tugasnya menyuapi Arya dan Anya makan malam. Makan malam yang sudah dipesan lewat aplikasi online oleh Agam sebelum pulang. Ia memesan empat porsi. “Mbok, sudah makan, Bu.” Mbok Ratih sempat menolak dengan sungkan. “Itu, sudah kepalang dipesan loh, Mbok.” Inggit mengingatkan. Entah, menolak karena sudah makan atau sungkan karena mene
Baca selengkapnya
teleportasi
Ternyata, ada sebuah rahasia lain tentang Arya di sini. Inggit tidak ingin mengetahui lebih jauh. Tentang apa yang sedang disembunyikan. Ada baiknya menemukan siapa penyebab Arya gancet itu. “Sudah, ya Mbak, saya pergi dulu. Ada kerjaan soalnya.” Udin mengusir secara halus. Inggit sadar diri. Tak baik juga menginterogasi orang lain dengan paksaan. “Baiklah. Aku tidak akan memaksa, ternyata ada yang kalian tutupi, di luar kejadian gancet.” Setelah mengatakan itu, Inggit membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Ia lantas berjalan menuju mobil Agam. “Malah, ruwet urusannya, Gam.” Inggit berkata setelah duduk di kursi mobil. Agam mengangkat tangannya yang memegang sebuah ponsel. Inggit mengernyitkan dahi tak mengenali ponsel tersebut. “Ponsel Udin?”Agam hanya membalas dengan senyuman tipis. Sejak kapan? Lelaki ini bisa melakukan teleportasi, bisa memindahkan benda tanpa di sadari korbannya.
Baca selengkapnya
sentilan
Mbok Ratih tak melanjutkan ucapannya, karena melihat Inggit yang mendelik. Akhirnya, Mbok Ratih luluh, tak bisa menolak. Mereka berjalan beriringan menuju ruang makan. Selama makan, Inggit sempat bertanya beberapa hal tentang Mbok Ratih. Beberapa informasi juga perlahan terobek secara pelan. Bagaimanapun, Inggit tetap harus tahu tentang asistennya itu. Ini suatu pendekatan, bukan hanya untuk menjadi asisten, tapi menganggap pembantu sebagai keluarga termasuk ke dalam sifat dan nilai kemanusiaan yaitu rasa saling menyayangi seperti keluarga dan menghargai. Tak lupa juga Inggit juga menyelipkan candaan untuk mengulik setiap informasi. “Ini, beneran masak Mbok?” tanya Inggit tiba-tiba dengan muka masam. “Kenapa, Mbak? Kurang enak? Maap, Mbak, nanti Mbok masakin lagi ya.”“Apa masakan Mbok gak seperti masakan yang biasa Mbak beli di ponsel-ponsel itu?”Inggit kemudian tertawa. “Enggak kok Mbok. Enak banget
Baca selengkapnya
ada niat jahat
Inggit terenyuh saat menatap mata lelaki itu. Entah mengapa ia merasakan ada luka yang cukup dalam dibalik tatapan itu. Membuatnya melongo. Agam terus berusaha membuat orang itu bicara, tetapi tak membuahkan hasil. Akhirnya Inggit mencoba memberikan kode ke pada Agam agar menghentikan usahanya. Percuma memaksa bila ia tak ingin menjawab. Inggit tak tega melihat lelaki itu disiksa. Hening sejenak Inggit mencoba berbicara kepada lelaki itu. Ia berkata, “Tolong Mas bicarakan saja. Ceritakan saja. Awalannya saya pribadi cukup senang dengan apa yang terjadi terhadap suami saya. Tapi, akhirnya saya tidak tega, dan akhirnya saya juga yang dituduh. Jadi, saya mohon lepaskan mereka.” Lelaki itu hanya tersenyum remeh. “Kalau Mas tidak ingin membebaskan Arya, dan tidak ingin bercerita, oke tidak apa.” Inggit mengajak Agam segera pergi. Percuma berlama-lama di ruangan itu, lelaki itu hanya tertunduk dan diam. Lalu, mereka berjalan menuju pintu keluar ruangan.
Baca selengkapnya
ngelamun jorok
“Astaga! Dia yang bisa aku bunuh!” Agam berucap menatap lelaki itu dengan tajam. “Dari mana kamu tahu?” “Saya pernah menyadap ponsel Arya.” “Apa kamu sudah memeriksa hape Mas Aryamu itu?” tanya Agam. Inggit hanya terdiam, tak pernah sama sekali hatinya pernah seperih ini, kilas balik Arya mulai kembali, terulang. Di saat Arya merayunya. Memulai meraih kenikmatan bercinta. “Hei, sayang ... Mas mencintaimu,” bisik Arya tepat di telinga Inggit. “Mas sangat merindukanmu, ingin memanjakanmu.” Arya mengecup leher Inggit beberapa kali. Tentu saja, mulai untuk memanaskan pasangannya terangsang. Inggit menunduk melihat tangan suaminya yang bergerak agresif di bagian perut, hingga berhenti di bagian dada. Ia awalanya gelisah, akan tetapi hadir rasa yang sangat nyaman di pelukan suaminya. “Sayang, kenapa kamu diam?” Inggit melepaskan tangan Arya. Membalikkan badan, menghadap Arya. Inggit membeku tak bergerak, lalu menarik napas, dan mengerjapkan mata. “Inggit hanya berpikir bila ini suda
Baca selengkapnya
tak mampu berkata
Tak dapat Inggit pungkiri, pertanyaan mereka membuat sesak semakin menjadi. Ia menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan. Hening sejenak. “Aku ... iya aku harus melepaskan mereka.”Agam menatap Inggit, lalu menggelengkan kepala mendengar keputusan yang diambil Inggit. Terlihat Agam sangat tidak suka dengan jawaban itu. “Bagaimana aku bisa melepaskan mereka?” tanya Inggit.Lelaki itu menggeleng lemah. “Mereka bisa dilepaskan dengan obat yang akan diracik oleh dokter itu.”“Di mana dokter itu tinggal?”“Dokter itu sudah meninggal.”“Hah? Kapan?”“Waktu itu, ia sempat ke rumah Mbak Inggit, dokter pertama kali yang mengobati Arya. Tapi, sesaat itu ia pulang terjadi kecelakaan di jalan.”“Bukankah itu dokter suruhan kamu, Gam?”“Iya, itu dokter tipu-tipu, atau saya yang kena tipu? Hah, kok ruwet.”Selanjutnya, Inggit tidak bisa be
Baca selengkapnya
kabar duka
"Percuma, Mbok!""Tapi ini beda, selain ruqyah, ada racikan obat herbal khusus, dan orang yang sudah atau sering menangani seperti ini."Inggit mengangguk, sepertinya cara itu disetujui olehnya. Masalahnya hanya menemui orang yang benar-benar bisa meruqyah dan racikan herbal itu. Jangan sampai ini malah menjadi kesempatan oknum yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan kejadian ini, seperti yang lalu. “Kira-kira, Mbok tau siapa yang bisa membantu untuk meruqyah khusus korban gancet dan peracik herbal seperti itu?” “Ada ... makanya Mbok berani ngomong, tetangga saya yang bisa. Tapi, masalahnya dia berada di kampung. Banyak orang yang dibantu karena kasus seperti ini.” Sepertinya, penjelasan Mbok Ratih bisa menjadi petunjuk. Mungkin dengan cara ini bisa membuat kasus ini terselesaikan. “Beneran, Mbok? Kenapa gak dari kemarin?” “Mbok mau bercerita, tapi sepertinya tidak layak.” “Haduh, Mbok ... kayak sama siapa aja! Bisa gak hubungi orangnya su
Baca selengkapnya
masalah yang berat
“Ibu Inggit sudah dibunuh orang.” Inggit langsung terisak. Lalu, Bu Rohaya mendengarkan semua cerita Inggit, sambil mencoba menenangkan.Inggit sangat terhenyak, berarti saat berkunjung tempo lalu, sebelum kejadian gancet Arya dan Anya. Itu hari terakhir dirinya bertemu dengan orang tuanya. Kesedihan sangat kentara, membuat Bu Rohaya mencoba menenangkan Inggit, dan menawarkan untuk makan. Namun, Inggit menolaknya. Ia sudah hilang selera. Bu Rohaya lantas meninggalkan untuk Inggit kembali istirahat. Ia juga berkata ingin menengok Arya di kamar sebelah. Di tengah tangisnya, tubuh Inggit tiba-tiba ambruk pingsan. Keadaan yang tidak dapat ia panggul sendiri, ditambah masalah yang terus dihadapi, membuat kondisi tubuh Inggit melemah. Bu Rohaya segera membawa Inggit ke rumah sakit. Dia khawatir terjadi sesuatu dengan tetangganya. Mereka ke rumah sakit dengan bantuan beberapa tetangga. Sesampainya di rumah sakit, beberapa tetangga, dan peraw
Baca selengkapnya
Ulah lainnya
“Iya, Bu semoga saja. Tapi, aku yakin Mbok Ratih tidak berniat jahat, katanya juga Mas Heru, sudah pernah menangani kasus seperti ini.”“Alhamdulillah, semoga ini jawaban atas doa kamu. Semoga saja Arya beneran berubah setelah semua ini terjadi.”Setelahnya sedikit membaik tubuh Inggit, ia mencoba keluar kamat untuk menengok suaminya. Kedatangan Inggit disambut dengan tatapan mereka yang penuh penyesalan. Keduanya sama-sama mengutarakan kata maaf. “Maap, dek, sekali lagi Mas minta maaf.”“Anya juga, Mbak ... maap,” timpal Anya. Hal itu membuat Inggit tak kuasa menahan haru. Memang ia terasa sakit hati. Namun, tak pantas rasanya bila mengacuhkan mereka, dan menuntut kesalahan mereka terus menerus. “Sayang, kapan ruqyah itu dilakukan? Semoga Mas bisa lepas, dan kita bisa bersama lagi, seperti dulu,” kata Arya. “Nanti malam, Mas,” balas Inggit, ia lantas keluar kamar. Bagaimanapun ia harus mele
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status