Semua Bab Menikahi Mantan Pacar Teman: Bab 11 - Bab 20
191 Bab
11. Sebuah Improvisasi
“Wait! Bukannya waktu itu lu masih nembak gue ngajakin balikan, Jun? Padahal lu tadi bilang udah jadian sama Mei saat itu?” cecar Raya seraya tertawa menang. “Ah. Lu kalau ngarang cerita yang make sense dong!” ketusnya sambil geleng-geleng kepala tak percaya. Juna baru menyadari plot hole dalam kebohongannya. Alangkah bodohnya dia karena dulu kerap mengemis cinta wanita itu. Membuat cerita tentang hubungan asmaranya dengan Mei kali ini menjadi janggal. “He’s right.” Mei tiba-tiba menyahut. “Kami memang udah jadian saat itu. Tapi belum terlalu serius seperti sekarang. Gue nggak keberatan kalau dia ninggalin gue buat cewek lain, selama cewek itu elu. Karena gue tahu, bagaimana Juna mencintai elu sejak dulu, Ray. Dia tulus dan betulan sayang sama elu,” lanjutnya. Pengakuan Mei membuat seisi meja terdiam. Juna lega karena Mei cepat tanggap memperbaiki alur kebohongannya tadi. Namun di sisi lain, Juna merasa tak enak karena Mei jusru merendahkan dirinya sendiri demi mengembalikan harga d
Baca selengkapnya
12. Diteror Perjodohan
Mei terbangun jam 4 pagi seperti biasa. Dengan cepat dia mempersiapkan keberangkatannya ke kantor. Tapi Tante Dilla menghadang tepat di pintu kamar saat Mei baru kembali dari kamar mandi. “Semalam Hans menelepon, menanyakan kesiapanmu jadi asisten pribadinya. Dia mau menggajimu 20 juta, Mei. Itu penawaran yang sangat besar,” katanya sambil bersedekap. Bahkan si tante belum mencuci wajahnya, tapi sudah menggonggong saja sepagi ini. “Tan, Mei nggak nyaman dekat-dekat dengan om Hans. Apalagi sampai menjadi asisten pribadinya.” “Kau tidak akan pernah kaya dengan gajimu sekarang yang cuma 6 juta!” ‘Tentu saja, apalagi selama ini gaji itu selalu habis buat bayar cicilan KTA gara-gara Tante,’ ketus Mei dalam hati. “Bukankah yang penting cicilan 1 milliar ke Tante itu lunas? Soal Mei bakal kaya atau tidak, biar itu jadi tanggung jawab Mei.” “Oh! Sudah berani membantah kamu ya?” Dilla hampir melayangkan tangannya ke pipi Mei, untung saja Om Danu tiba-tiba muncul dan menahan tangan istrinya
Baca selengkapnya
13. I'll be There For You
Kevin memandangi layar ponsel Raya dengan gelisah. Mei tak jua mengangkat panggilannya. Lalu pria itu mendesah seraya menghapus jejak teleponnya tadi sampai benar-benar bersih agar Raya tak menyadari kalau dia baru saja meminjam ponselnya. Dia terpaksa melakukan ini demi bisa berbicara lagi dengan Mei. Kevin menceburkan diri ke kolam renang pribadi di rumahnya, melawan dingin yang memeluk tubuh atletisnya. Lalu mengapung dalam diam usai berenang beberapa putaran. Meski tubuhnya terlihat tenang, tapi pikirannya bergerak lincah. Melompati waktu demi waktu hingga sampai di masa lalu. Kembali ke masa-masa kebersamaannya dengan Meilani.Hari itu hujan deras, Kevin melihat Mei berteduh di pinggiran sebuah toko saat mobilnya berjalan melambat di jalan itu. Dia buru-buru menyuruh Pak Bono menepi, mengambil payung dan menyusul Mei. Membujuknya naik mobil.“Lu nggak sabar nunggu jemputan lagi ya? Mungkin sopir lu lagi kena macet. Lu sih bukannya nungguin aja dulu di sekolah,” oceh Kevin sambil
Baca selengkapnya
14. Pagi yang Manis
Telepon Kevin sepagi itu benar-benar menggelisahkan perasaan Mei. “Berani-beraninya dia melakukan itu dibelakang Raya,” gumamnya ketar-ketir sambil berjalan gontai menuju halaman gedung kantor. Lalu terkejut melihat sebuah mobil yang tak asing terparkir di halaman gedung kantornya. Kebetulan Mei mengenali plat nomornya. “Jun? Kok mobil lu ada di depan kantor gue?” tanya Mei melalui telepon. “Hah?” Juna malah kedengaran bingung. “Mobil yang mana nih?” “Gaya amat pakai tanya yang mana?” ”Iyalah, mobil gue banyak! Makanya gue tanya, yang mana?” “Ck. Yang lu bawa kondangan waktu itu.” “Oh yang itu. Gue kasihin orang, Mei. Bosen gue.” Mei memutar bola mata. Seakan yang dibicarakannya itu mobil-mobilannya saja. Dasar, Juna! “Oh, kirain elu juga lagi di sini.” “Eh, Maemunah. Ngapain jam segini dah sampai kantor? Kayak cleaning service aja lu datang pagi-pagi?” Mei tersadar. Kenapa juga dia menelepon Juna jam enam pagi begini? “Nah, elu sendiri? Lagi ngapain jam segini?” Mei bal
Baca selengkapnya
15. Kencan Pertama
“Ah. Gue bisa gila sendiri kelamaan ngomong sama lu!” “Jangan gila sendirian dong, Mei. Gue temani gilanya, biar kita tergila-gila satu sama lain,” sahut Juna sambil mengerlingkan sebelah mata. Lalu terkekeh saat Mei meninju lengannya. “Btw, lu mau nonton film apa, Mei?” tanya Juna sambil membuka ponselnya. “Apa aja yang penting seru, jangan yang cengeng-cengengan.” “Horor mau?” “Siapa takut?” “Yakin ...? Nggak bakal sembunyi di ketek gue ntar?” “Dih. Malah ngomongin ketek, bayangin aja udah eneg gue ..., jijik ah!” “Eh, ketek gue wangi tau,” sahut Juna sambil mengendus ketiaknya sendiri. Membuat Mei meringis geli. “Armani nih. Parfum mahal gila, original!” “Napa lu jadi pamer, sih! Dasar norak.” “Apanya yang pamer sih, for your info doang kok.” Juna menyahut santai sambil mengetik sesuatu di ponsel mahalnya. Mei geleng-geleng kepala. Bukan Juna kalau nggak pamer atau malah narsis. “Btw, kita makan dulu ya, Mei. Gue udah reservasi tempat kok. Gue juga udah dapet tiket nonto
Baca selengkapnya
16. Dalam Pertengahan Kencan
“Hei. What do you mean?” Juna mencondongkan tubuhnya lebih dekat kepada Mei. Ingin tahu lebih banyak lagi pikiran gila seorang Meilani. “Forget it.” Mei menggeleng sambil menyambar buku menu. Lalu benar-benar memesan yang mahal dan juga banyak. Juna memerhatikan sikap absurd Mei sambil geleng-geleng kepala. Mengamati gadis itu makan dalam diam. Senyum kecil menghiasi wajah tampan itu hanya karena melihat Mei makan seperti orang kesurupan jin dari Ethiopia. Tiba-tiba saja, Juna tersenyum usil. “Mei,” tegurnya setelah mereka selesai makan. “Sorry ...,” katanya sambil menatap lekat-lekat Mei yang sudah kenyang. “Gue baru nyadar kalau ..., dompet gue ... hilang. Bayarin pakai duit lu dulu ya?” “Hah? LU GILA?!” Mei menggebrak meja. “Arjuna. Seriously!” bentaknya sambil berdiri dengan tatapan berapi-api. Juna nyaris terpental saking kagetnya, seorang Meilani ternyata mengerikan kalau sedang marah. “Ebuset! Calm down. Santai, bos ...,” bisik Juna sambil menutupi wajahnya dengan buku men
Baca selengkapnya
17. Pacar Berondong
Hari Jumat, waktu kerja terasa lebih singkat dan berlalu cepat. Sepanjang makan siang, teman-teman kantor saling membicarakan rencana akhir pekan. Sedangkan Mei terdiam seribu bahasa. Akhir pekan sama sekali tak menyenangkan baginya. Tante Dilla bakal mengerjainya dengan banyak hal. Minta disopiri ke sana-sini, atau membebaninya dengan pekerjaan rumah tangga yang melelahkan. Ditambah sekarang, tantenya selalu membahas tentang Hans, Hans, dan Hans yang berujung perjodohan. Sudah dua kali Mei kena prank si tante, minta diantar ke restoran atau kafe, tapi ternyata Hans sudah menunggu di sana. Lalu Mei ditinggal berdua saja. Di tengah celotehan teman-temannya, ponsel Mei bergetar. Telepon dari Juna. Mei menyingkir dari kafetaria yang berisik, menuju pintu darurat dan menerima telepon sambil duduk di anak tangga. “Mei, ntar sore gue jemput ya?” “Mau ngapain?” “Nonton.” “Kemarin kan udah?” “Ah! Nggak aci, soalnya lu main kabur aja ninggalin gue. Terhina gue, sumpah.” Mei tertawa liri
Baca selengkapnya
18. Maybe Oneday
Taksi sudah mencapai lobi sebuah apartemen premium di jantung kawasan Mega Kuningan, yang menjadi tujuan akhir Juna bersama Mei. Mei tak lagi kaget saat Juna membuka dompet dan mengulurkan sejumlah uang yang pasti bakal dilebihkan banyak. “Mas, ini kok sejuta? Kelebihan banyak, Mas.” Si sopir bingung setelah menghitungnya. “Ambil aja, Pak.” Si sopir berkedip-kedip tak percaya. “Ma-makasih, Mas!” Juna menggandeng Mei saat memasuki lobi dan menuju sebuah lift. "Wow!” Mei tak repot-repot menyembunyikan kekagumannya begitu memasuki unit apartemen Juna yang terletak di lantai 18. Atmosfernya sangat berbeda dari apartemen-apartemen sederhana punya teman yang pernah dikunjungi Mei. Apartemen mahal ini jelas menawarkan berbagai fasilitas demi mendukung gaya hidup modern para penghuninya. Tak kalah mewah dari fasilitas yang ditawarkan hotel bintang lima. Mei memindai ruangan berukuran lebih dari 100 meter persegi itu dengan sorot matanya yang dipenuhi kekaguman. Sentuhan kemewahan ke
Baca selengkapnya
19. Sharing is Caring
“Seriosly?” Juna menatap Mei lekat-lekat. Mei membuang tatapannya ke swimming pool cantik di bawah sana. “It’s oke kalau nggak boleh,” desahnya terdengar seperti merajuk. “No no no. But ..., suddenly? Lu ada masalah apa barusan, hmm?” Mei tersenyum kecut. “Gue lagi cekcok dikit sama tante gue,” ujarnya lirih. “Come on. Bukan dikit kalau sampai bikin elu nggak mau pulang.” Mei membuang napas. “Right. But ..., I can’t describe to you right now.” Juna mengangguk dengan senyumnya yang bersahabat. “I know. Sharing aja pas lu udah siap.” “So? Gue boleh nginap?” Juna mengedikkan bahu. “Gue cuma punya satu ranjang.” “Gue bisa tidur di sofa.” “No. Tidur di ranjang gue.” “Terus? Lu yang di sofa?” “Nggaklah gila. Sharing aja berdua. Ranjang gue kan segede gaban.” Mei melotot. “Lu gila?” Lalu meninju lengan Juna yang terlihat santai saja mengatakannya seakan itu bukanlah hal besar. Juna malah terbahak. “Kita kan cuma mau tidur? What’s the problem?” sanggahnya. Kemudian mengerling
Baca selengkapnya
20. Better You Run
Sedang asyik-asyiknya bercengkerama dengan Meilani, bel pintu apartemen Juna berbunyi. “Siapa sih yang datang pagi-pagi gini, gangguin orang pacaran aja,” gerutu Juna sambil menyeret langkah malas dan mengecek siapa tamunya melalui kamera bel pintu. Mei tersenyum geli setiap kali mendengar Juna mengucap kata ‘pacaran’, seakan hubungan mereka betulan saja. Dan senyum Mei menyurut begitu melihat perubahan raut wajah Juna yang tampak terkejut. “Siapa, Jun?” Mei jadi penasaran. Juna memutar bola mata. Kelihatan enggan menerima tamunya. “Mantan gue,” jawabnya sebelum membuka pintu. Mei mengerutkan kening. ‘Mantan?’ pikirnya bingung. Di kepalanya mantan Juna itu cuma Raya, tak terpikir ada wanita lain lagi. “What brings you here?” sapa Juna di ambang pintu. “Morning, Jun? I bring some food for you. Udah makan belum? Woi. I dianggurin depan pintu aja, nih? Nggak sopan,” oceh seorang wanita di luar sana. Mei buru-buru menunduk saat Juna melebarkan pintu dan membiarkan tamunya masuk.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status