All Chapters of Perjanjian Dua Akad: Chapter 31 - Chapter 40
63 Chapters
31. Kecurigaan Seorang Ibu
PDA 31."Pa, aneh nggak sih Abian sama Aluna?" tanya Renata pada suaminya saat malam itu mereka sedang bersantai di ruang keluarga."Aneh gimana, Ma?" Farhan bertanya balik."Masa Aluna pergi nggak pamit gitu sama suaminya, cuma buat beli bubur?" Dahi Renata berkerut. Sejak kepulangannya pagi tadi dari rumah Aluna, ia merasa aneh dengan sikap anak menantunya. Wanita itu pulang dan ingin bercerita banyak hal pada sang suami, tapi Farhan sudah lebih dulu berangkat ke kantor hingga Renata hanya sempat bercerita lewat sambungan telepon."Ya bisa jadi, Ma. Orang kalau lagi kepengen ya diusahain meskipun nunggu antrian," jawab Farhan. Sejenak ia menyeruput teh hangat yang baru saja dibawa oleh asisten rumah tangganya.Renata merasa tak puas dengan jawaban dan spekulasi dari suaminya. Ia merasa ada hal yang disembunyikan oleh Aluna ataupun Abian."Yatapi masa sih Aluna semenyempatkan gitu." Kembali Renata bingung.Ia tahu Aluna memang menyukai bubur ayam. Tapi kebingungan dan raut panik Ab
Read more
32. Bukan Karenamu
PDA 32 . Abian memicingkan mata melihat nama papa yang memanggil di ponselnya. Seketika hatinya langsung tak karuan, karena tak mungkin papa menghubunginya malam-malam seperti ini jika tidak ada keperluan mendesak. "Halo, Pa?" ucap Abian saat itu telah menggeser ikon warna hijau di ponselnya. "Abian … Mama sesak lagi. Papa lagi perjalanan ke rumah sakit, kamu segera nyusul ya." Abian sejenak menahan napasnya. Matanya baru terbuka dengan sempurna dan ia malah mendapat kabar buruk tentang mamanya. Hatinya benar-benar tidak tenang untuk saat ini. Entah apa yang membuat penyakit sang mama kambuh. Padahal beberapa waktu lalu, ia terlihat baik-baik saja saat pergi bersama Aluna. Ia juga tak diizinkan mengerjakan pekerjaan apa pun di rumah. "Iya, Pa. Abian pergi sekarang!" Abian langsung mematikan sambungan telepon, setelah ia mendapatkan info di rumah sakit mana mamanya akan dibawa. Lelaki itu bangkit dari ranjang, menghidupkan lampu kamar agar penerangan di ruang itu terlihat sempur
Read more
33. Sedikit Kebenaran Banyak Kebohongan
PDA 33.Pukul enam pagi saat Abian kembali dari kantin rumah sakit, ia membuka pintu dan melihat Aluna sudah terbangun. Kemudian ia berjalan mendekat pada Aluna, dan menyodorkan sekotak bubur ayam itu padanya."Untukmu. Bukankah kamu sampai rela mengantri demi bubur ayam?" sinis Abian mengingat kebohongan Aluna beberapa waktu lalu.Aluna menatap tajam padanya. Namun, ia terpaksa mengambil bubur itu dari tangan Abian karena perutnya benar-benar terasa lapar.Bubur itu beralih ke tangan Aluna, Abian pun tersenyum, lalu ia melepas jaket yang dipakainya dan duduk berjauhan di sebelah Aluna. Ia juga meletakkan semua belanjaannya untuk sarapan pagi. Ada roti, camilan, bubur, sandwich ala-ala kantin, dan beberapa minuman.Aluna sendiri kini mengambil ponselnya, dan menghubungi papa."Aku akan telat hari ini, Pa. Mama Diana masuk rumah sakit semalam." Aluna berkata sesaat setelah papanya mengangkat telepon.Farhan yang tengah sarapan itu menatap istrinya yang terlihat bingung dengan ekspresi
Read more
34. Saling Cemburu
PDA 34."Pa, aku pulang duluan ya," ucap Abian pada Harris yang sedang duduk di samping ranjang istrinya."Oke. Istirahatlah, dari semalam kamu enggak tidur."Abian mengangguk, ia mencium kening sang mama dan berpamitan padanya. Lelaki itu melangkah keluar dari ruangan itu."Hati-hati, Abi!" ucap Diana yang kondisinya semakin membaik.Sore itu Abian langsung mengendarai mobilnya dan pulang ke rumah Aluna. Ia masuk ke dalam dan mengganti pakaian kerja dengan pakaian santai. Kemudian ia keluar dari rumah dan mengamati sekitar rumah itu. Mengamati orang yang selama ini mengintainya yang tak lain adalah orang suruhan papa.Terlihat aman, mungkin karena orang itu mengira Abian masuk dan tidur sebentar karena sejak semalam ia berjaga untuk mamanya."Jemput saya sekarang!" Abian memanggil seseorang melalui sambungan telepon. Seseorang di seberang sana menyahut dan segera melaksanakan perintah Abian.Rindunya untuk Haura sudah menumpuk, belum lagi rindu untuk seorang malaikat kecil yang kin
Read more
35. Pamer Mesra
PDA 35 . Suasana sedikit lebih tenang, Diana sudah keluar dari rumah sakit. Bisnis dua perusahaan semakin maju dengan keuntungan yang besar. Aluna semakin tak peduli dengan pernikahannya. Hari demi hari berlalu berganti bulan melewati proses kehidupan mereka. Hanya satu yang tak aman. Abian masih saja dipantau oleh seseorang, seolah papanya tak percaya begitu saja dengan tanggungjawabnya sebagai seorang suami. Hal itu membuat Abian semakin sulit untuk bertemu dengan Haura. Ia dengan terpaksa seperti mengkhianati perjanjian yang tertulis antara dia istrinya. "Sayang …," panggil Abian. Haura sedang meminum obatnya yang diresepkan oleh dokter. "Maaf, aku merasa sedang tak adil padamu," ucap Abian sendu. Ia menggenggam tangan istrinya dengan lembut, mencoba meminta pengertiannya. Haura menggeleng menatapnya, ia balas menggengam tangan kekar itu yang pernah menjabat tangan wali hakim untuk berakad di depan saksi ketika mereka menikah. "Jalani saja prosesnya. Takdir memang tak sela
Read more
36. Menyapa
PDA 36.Kehamilan Haura sudah memasuki usia delapan bulan lebih. Hanya tinggal menunggu hari bayi itu akan dilahirkan. Haura bahagia, tapi semakin dekat penantiannya akan bayi itu, semakin sering ia masuk rumah sakit. Pertahanan tubuhnya sungguh lemah dan tidak stabil. Padahal ia telah banyak beristirahat."Pergi saja ke Haura, dia pasti membutuhkanmu sekarang. Sementara sama sekali tak menginginkanmu," ucapan Aluna terlontar begitu perih menusuk relung hati Abian. Semakin hari ia merasa semakin tak berharga di mata Aluna.Abian terusir secara halus setiap kali berada di rumah Aluna. Namun, ia tetap harus di sana. Sebagai seorang lelaki itu menyakitkan, karena itu menyangkut tentang harga diri. Namun, Aluna adalah bentuk uji nyali kesabarannya.Sementara itu, meskipun Abian ingin tinggal dan menemani Haura, ia tetap tak bisa. Pengintai itu masih terus bekerja dengan setia untuk papanya.Tak tahan, Abian juga sering mencuri waktu untuk menemui Haura di rumah sakit. Ia benar-benar mer
Read more
37. Cara yang Tenang
PDA 37."Lama tidak bertemu, Haura!" sapa Aluna. Ia kemudian memeluknya seolah mereka begitu dekat.Beberapa detik Haura tak berkedip melihat Aluna. Gadis itu terkejut melihat kedatangannya yang entah bermaksud apa.Untuk pertama kali Aluna bersikap begitu tenang di depannya. Tak mengeluarkan makian dan sindiran pedas yang kerap melukai hati Haura."Kenapa diam, kek nggak suka aja aku di sini!" keluh Aluna seraya tersenyum menatap Haura.Haura menggelengkan kepala, alisnya masih terangkat menandakan bingung. Namun, setelah itu ia mencoba untuk menormalkan ekspresinya. "Hei, aku nggak disuruh duduk gitu?" tanya Aluna yang masih berdiri dan basa-basi. Tadinya ia memang sudah duduk, tapi saat melihat Haura datang dari kamarnya, ia bangun khas menyambut nyonya rumah."Haa …," Haura masih tampak bengong. "Duduklah, Aluna." Haura mempersilakan. Ia sungguh tak bisa menebak maksud Aluna ke rumahnya, karena itu untuk pertama kalinya ia berkunjung.Namun, alainay terlihat tenang, tidak mengge
Read more
38. Mencintai Diri Sendiri
PDA 38."Selamat datang, Abian!" Aluna menatap lurus pada Abian yang tercekat saat melihat Haura ada bersama Aluna.Abian sama sekali tak terpikirkan rencana Aluna. Pun biasanya ketika pergi, Haura selalu meminta izin padanya. Entah ke mana pun, sedekat apa pun kepergiannya, Haura tetap izin.Mungkin Haura berpikir, ia pergi dengan orang yang tepat hingga tak perlu meminta izin. Atau Aluna yang bilang sudah meminta izin pada Abian untuk kepergiannya.Sorot mata Haura pada Abian seolah meminta tolong untuk segera lepas dari susasana yang perlahan terasa begitu mencekam.Abian masih diri dengan jantung yang berdebar. Suasana sudah terbayang kacau dan ia tak bisa mengelak."Silakan duduk, Ma, Pa!" pinta Aluna pada kedua orangtuanya dengan lembut.Farhan dan Renata duduk di samping sofa yang diduduki Aluna dan Haura. Semua mata tertuju pada Aluna, karena merasa ada yang salah. Ia bilang ada acara makan malam bersama, tapi tak terlihat persiapan apa pun di rumah itu."Duduk, Abian!" perin
Read more
39. Waktu untuk Memilih
PDA 39."Apa benar yang dikatakan Aluna?" tanya Harris seraya menatap tajam pada putranya.Ia benar-benar malu atas apa yang terjadi pada Abian. Harris memang terkenal keras bagi anaknya, tapi ia tak pernah mempermainkan perasaan wanita yang dicintainya. Bertahun-tahun Diana sakit-sakitan, tapi itu tak menjadi alasan untuknya berpaling ke lain hati.Kesetiannya ia jaga. Karena pernikahan bukan hanya tentang selalu bahagia, tapi juga luka dan kesedihan yang harus dijalani bersama, seperti janji mereka saat akad dulu, saat Diana masih sehat sempurna.Abian terdiam. Ia tahu keadaan sudah tak bisa dibalik bagaimana pun caranya. Aluna memang sudah menyiapkan waktu untuk meledakkan bom dalam rumah tangganya. Seperti yang pernah ia katakan, Abian merakit bomnya, dan remot kontrolnya ada pada Aluna."Iya." Akhirnya Abian jujur pada mereka semua.Semua orang menatap Abian bersamaan, seperti sebuah panah yang menusuk dan menyisakan rasa sakit tak berkesudahan. Tatapan menghakimi dan menyalahka
Read more
40. Harga yang Harus Ditebus
PDA 40."Aku akan siapkan mobil, Pa!" ucap Abian tak peduli meski papa melarangnya menyentuh mama.Harris sedang menghukumnya, tak perlu merasa kasihan setelah membuat semua kerusakan dalam keluarga. Abian pasti tahu jika mamanya paling tidak bisa banyak pikiran atau tertekan perasaan, tapi hari ini ia malah menjadi penyebab yang membuat Diana drop.Harris menggeleng, dan kembali menghentikan Abian.Abian berhenti. Ia berdiri dengan kaku dan putus asa ketika semua orang pergi membawa Diana ke rumah sakit..Dalam perjalanan, Aluna terus menggerakkan jemarinya dengan gelisah. Ia memang sudah berpikir ini akan terjadi, karena Diana mengalami sesak parah. Jauh-jauh hari ia merasa telah siap dengan semua rencana. Namun, hari ini melihat Diana drop, ia merasa sangat bersalah."Tenangkan dirimu, Aluna." Renata menggenggam tangan putrinya.Sementara Farhan duduk di depan bersama sopir yang mengendarai mobil. Ia tak kalah gelisah dari Aluna. Papa merasa bersalah atas yang terjadi pada putrin
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status