Semua Bab ISTRI UNTUK RAMA: Bab 51 - Bab 60
81 Bab
pindah ruangan
Setelah selesai di periksa dan kondisinya dinyatakan sudah stabil, Elsa segera di pindahkan dari ruang ICU ke ruang rawat biasa. “Biar saya yang angkat,” Rama mengangkat tubuh Elsa saat akan di dipindahkan dari brankar ke tempat tidur yang ada di ruangan itu.“Elsa berat, Bang,” bisik Elsa.“Beratmu 100kg pun Abang masih bisa angkat,” Rama menaruh Elsa ke tempat tidur dan meletakkannya perlahan seolah di takut Elsa akan merasa sakit.“Berat Elsa cuman 60kg, ngak 100kg,” protes Elsa.“Beda dikit.”“Banyak Bang,” Elsa memukul punggung Rama pelan.Rama hanya tersenyum mendengar protes Elsa, sambil membetulkan letak tidur dan bantal yang ada di belakang Elsa. Perawat yang mengantung infus dan memeriksa kembali tekanan darah Elisa sambil bertanya tentang apa yang di keluhkan Elsa tersenyum melihat semua perhatian Rama.“Begini sudah enak?”“Sudah, Bang.”“Kamu mau yang lain, Sa?”“Ngak, Elsa masih ngantuk.”“Ya sudah kalau begitu kamu tidur saja lagi.”Wajah Rama begitu dek
Baca selengkapnya
kedatangan Ferry
“Mungkin Anda salah kamar, di sini memang nama pasiennya Elsa tapi nama Daddynya Frans,” sahut Ibu Tri dengan memandang curiga.“Elsa itu putri kandung saya, kalau Frans itu cuman orang tua angkatnya saja,” terang Ferry.“Jangan bohong ya, saya kenal semua keluarga Elsa, tapi tidak pernah saya dengar tentang Anda,” Ibu Tri terdengar kekeuh dengan pendapatnya sendiri.“Saya tidak bohong, saya ini memang Papa kandungnya Elsa,” Ferry terdengar putus asa.“Kalau kamu memang Papa kandungnya Elsa, kenapa baru muncul sekarang?” “Saya baru tahu kabar soal Elsa itu kemarin.”“Memang Anda tinggal di mana? Kok baru tahu itu kemarin?”“Saya tinggal di kota ini juga, tapi ..”“Nah apalagi kalau tinggal satu kota begini, tidak mungkin Anda baru tahu soal Elsa kemarin, kan Elsa sudah satu Minggu di rawat di rumah sakit? Anda itu sangat mencurigakan.”Ibu Tri terus mengawasi gerak-gerik kedua orang yang ada di hadapannya, terutama gadis muda yang ada di samping pria itu.“Tante, apa yang d
Baca selengkapnya
itu maumu bukan mauku!
Elsa merasa suasana di ruangan itu terasa sepi, walaupun sesekali dia menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ferry maupun Jasmine. “Daddy,” panggil Elsa. Frans berjalan masuk, mendekati Elsa dan langsung mencium pucuk kepala putrinya. “Daddy bawa makanan kesukaanmu,” Frans menunjukkan bungkus yang ada di tangannya. “Baunya harum.” “Sebentar Daddy siapkan,” Frans berlalu seolah tak melihat keberadaan Ferry atau Jasmine. “Frans.” Gerakan Frans terhenti saat namanya di sebut. “Terima kasih, kau mau menjaga dan merawat Elsa untukku.” Frans membalikkan badannya dan memandang pada Ferry dengan tatapan tajam. “Aku tak melakukan itu untukmu, tapi kulakukan untuk diriku sendiri,” Frans menarik napas berat, “Karena Elsa adalah putriku, peninggalan paling berharga yang di berikan padaku.” Ferry terpaku juga terdiam mendengar perkataan Frans, “Aku tahu, kau sudah menganggap Elsa seperti Putri sendiri...” “Elsa memang putriku, buka
Baca selengkapnya
jaminan mutu
Ivy memperhatikan Ikbal yang tergesa-gesa pergi, tanpa mempedulikan keberadaannya.“Bukankah ini terlalu pagi untuk pergi bekerja?” tanya Ivy.“Aku akan ke rumah sakit.”“Apa jalang itu sudah mati? Sampai kau harus pergi sepagi ini?” Ikbal memandang Ivy dengan tajam, “Elsa bukan jalang dan jangan pernah menyebut dia seperti.”“Lalu di sebut apa wanita yang menggoda suami orang lain selain jalang? Pelacur mungkin?”Tiba-tiba Ivy merasakan tenggorokannya tercekat, genggaman di lehernya terasa kuat.“Dengar, Elsa bukan jalang, juga bukan pelacur,yang pantas di sebut seperti itu adalah dirimu,” Ikbal berbisik di telinga Ivy dan tangannya mencengkeram erat leher istrinya.“Lepaskan Ikbal, lepaskan,” Ivy mencoba menarik tangan Ikbal agar lepas dari lehernya, “Kau mau membunuhku?”“Aku tak akan melakukan itu, karena aku tidak ingin membuat kehilangan kesempatan untuk kembali bersama Elsa, karena membunuhmu,” Ikbal melepaskan cengkeramannya dan berjalan menjauh.“Apa Kurangnya aku
Baca selengkapnya
kedatangan Amara
Sumi terus memandang tajam dan juga sinis pada wanita cantik sebaya dengannya.“Elsa maafkan Tante baru bisa datang menjengukmu, tante baru saja pulang dari luar negeri karena ada pekerjaan,” Amara memasang wajah bersalah.“Tidak apa-apa tante Amara, Elsa tahu kalau Tante orang yang sangat sibuk,” Elsa tersenyum menanggapi permintaan maaf dari Amara “Cih.. sok penting, sok sibuk,” gumam Sumi.Amara memandang sinis sama seperti yang dilakukan Sumi, “Tentu saja aku sibuk karena aku punya perusahaan yang harus diurus, tidak sepertimu yang hanya bisa mengurus rumah tangga saja.”“Memang kenapa kalau aku ibu rumah tangga saja? Itu..” “Sumi sudah,” tegur Frans dan bisa terlihat wajahnya memperingatkan Sumi untuk tidak meneruskan.“Aku belum bicara apa-apa Mas, dianya itu sok pamer mentang-mentang punya perusahaan!” sahut Sumi kesal.“Bu,..” panggil Elsa pelan.Panggilan itu mengalihkan perhatian Sumi, terdengar nada khawatir dari Sumi, “Ada apa Sa? Mau apa?”“Elsa mau bubur ayam
Baca selengkapnya
Ke hadiran Haris
Beberapa waktu sebelumnya..Frans cukup terkejut dengan kemunculan Amara begitu juga Sumi dan Elsa, apalagi dia datang sendiri tanpa di temani Ferry.Kalau Frans juga Elsa tampak berusaha tenang melihat kehadiran Amara, berbeda dengan Sumi yang dengan terang-terangan menujukan kebencian dan amarahnya.Sebenarnya Frans sangat heran, bagaimana mungkin Amara mau datang melihat keadaan Elsa, padahal selama ini yang dia ketahui wanita itu tak pernah peduli dengan keberadaan Elsa.“Daddy duduk di luar, tapi kalau kau perlu sesuatu tinggal panggil saja,” Frans melihat Elsa mengangguk pelan.Frans sempat melihat ke arah Amara, sebelum berlalu pergi.Entah kenapa Frans begitu membenci wanita ini, secantik dan semenarik apa pun bagi pria itu Amara terlihat seperti hantu yang mengerikan baginya.Duduk di luar membuat Frans mengingat banyak hal tentang masa lalu, ada hal-hal yang membuat dia sangat menyesal.Kotak rokok yang ada di tangannya hanya berpindah-pindah tangan tanpa ingin meng
Baca selengkapnya
Dan sepi
“Ini semua gara-gara kamu Sa, coba kamu ngak suruh Ibu pergi beli bubur ayam tadi,” keluh Sumi.“Maaf Bu, aku cuman ngak mau Ibu marah-marah terus,” sahut Elsa pelan.“Aduh Mas Frans ini juga, kok ngak di angkat dari tadi?” Sumi terus melihat pada gawainya.“Semoga Kakek Haris baik-baik saja.”“Coba tadi Ibu datang lebih cepat, pasti ketemu sama Om Haris.”“Memang Ibu kenal sama Kakek Haris?” “Kenal, tapi ngak kenal dekat waktu masih pacaran sama Bandi,” kenang Sumi.“Terakhir bertemu waktu jadi saksi pernikahan Ratih dan Ferry,” lanjut Sumi.“Apa Kakek haris juga kenal lama dengan Tante Amara?”Sumi terdiam sesaat, “Kurang tahu, karena setelah pernikahan Ratih dan Ferry selesai, Om Haris langsung kembali ke luar negeri lagi dan tidak pernah datang lagi.”“Jadi bagaimana kakek Haris bisa mengenal Tante Amara?”“Ibu kurang tahu, karena waktu Ibu menikah kami langsung merantau,” terang Sumi, “Jadi banyak kejadian yang Ibu ngak tahu.”“Kakek Haris sangat membenci marah pada
Baca selengkapnya
selamat tinggal
Rapat sudah selesai, Rama ingin sekali pertemuan ini segera berakhir, tapi sayangnya dia harus sekedar berbasa-basi pada pemilik perusahaan.Dam sedikit jengkel di hatinya karena Nindya tak lepas dari sampingnya yang terlihat berusaha untuk bersikap manis dan sok imut di hadapannya.Imut, cantik, super cute, seksi atau apa pun itu istilah yang di berikan oleh Alfa yang terlihat kagum dan dia benar-benar tak mengerti apa yang di lihat karyawannya ini dari Nindya.“Mas Rama, ada waktu senggang kapan lagi ya? Kita janjian ketemu ya?”Suara itu terdengar merdu yang di buat-buat bagi Rama, “Saya tak punya waktu senggang, sibuk.”“Kalau janji kencan buta lagi kapan? Nanti hubungi Nindya kalau mau.”“Saya sibuk, tidak ada kencan buta lagi.”“Iya, Nindya tahu Mas Rama sibuk, mungkin nanti lain waktu kalau sudah ada.”“Tidak ada lain kali atau waktu, permisi,” Rama berlalu pergi menghampiri pemilik perusahaan dan berjalan masuk ke dalam kantor bersama.Setelah semua selesai Rama seger
Baca selengkapnya
bab 59
“Hei! Hati-hati bung!” Seru Rama saat hampir bertabrakan dengan seseorang saat keluar dari dalam lift. Kopi yang ditangannya sebagian tumpah, Rama melotot pada orang yang tergesa-gesa masuk ke dalam lift, tapi sepertinya orang itu tidak peduli. Sedikit aneh pada pandangan Rama, pria itu berpakaian serba hitam dan jalannya terus menunduk. Lift hampir tertutup tapi pandangan Rama langsung berubah tegang saat melihat penampilan orang itu. Siapa di tengah malam begini, ada orang berjalan dengan menggunakan topi, kacamata gelap dan sarung tangan hitam? Pikiran Rama langsung tertuju pada Elsa dia langsung bergegas menuju kamar rawat Elsa. “Semoga tidak seperti yang ada di pikiranku,” batin Rama. “Cepat! Cepat! Pasien kritis! Siapkan ruang ICU!” Beberapa perawat terlihat hilir mudik, sementara dokter jaga terus memompa jantung seorang pasien. “Terdeteksi tapi sangat lemah, hubungi dokter yang biasa menangani pasien sekarang!” “Ruang ICU sudah siap dokter!” “Cepat! Kita pindahkan s
Baca selengkapnya
percobaan berikutnya
Rama terkejut saat bangun, karena mendengar beberapa orang sedang bicara, matanya yang sedikit kabur meraba beberapa sisi sofa dan juga meja untuk mencari kacamata.Begitu kacamata sudah terpasang, wajah yang pertama kali di lihat adalah Sumi.“Kaya kebo kamu tidurnya, Ram,” Sumi berjalan membawa piring.“Sampai ngak sadar kalau sudah ini sudah jam berapa,” tunjuk Sumi menunjuk pada dinding.Dengan mata masih mengantuk, Rama melihat pada jam di tangannya.“Astaga, aku bangun kesiangan.”“Tumben kamu bangun jam segini, Ram?” Rama terkejut mendengar suara yang beberapa hari ini tidak dia dengar.“Ibu kapan datang?”Ibu Tri berjalan menghampiri Sumi juga dengan membawa piring.“Tadi pagi.”“Memang sudah selesai?” “Sudahlah, itu masalah kecil,” Rama memandang pada Elsa, gadis itu terlihat lebih segar dan sedang menyuap makanan “Aku mau pulang dulu ya, Bu.”“Mau ngapain?”“Mau mandi sama ganti baju.”“Kalau begitu sarapan dulu, ini Ibu bawa nasi kebuli enak langganan k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status