Semua Bab Wanita Yang Melamar Suamiku: Bab 31 - Bab 40
117 Bab
Bab 31. Vonis Dari Dokter Untuk Kaki Mas Elang
Bab 31. Vonis Dari Dokter Untuk Kaki Mas Elang“Oh, jadi, itu tujuan Mas yang sebenarnya?”“Ya, maaf! Jika kau merasa aku memperalatmu!”“Kenapa tidak tadi saja sekalian, saat Dokter tadi memintaku menemuinya?”“Aku tidak tega melihat penampilanmu! Kamu tahu, rumah sakit ini adalah rumah sakit swasta terelit di kota ini! Bayangkan kamu berkeliaran ke sana kemari, masuk ke ruanagn Dokter, hanya dengan daster lusuh dan kumalmu tadi! Aku tak mau kamu diremehkan orang! Karena pada umumnya, manusia menilai seseorang itu adalah berdasarkan penampilan.”Aku terdiam, dalam hati sangat membenarkan.“Sekarang pergilah! Setelah ini, aku izinkan kamu pulang! Aku tidak akan menahan kamu di sini lagi.”“Baik, Mas Elang tidur, ya! Mas sudah terlalu lelah sejak tadi, Mas pasti belum ada istirahanya!”“Aku akan tidur setelah mendengar informasi darimu!”“Baikalah kalau begitu. Saya pergi dulu, ya!”“Hem.”**“Selamat siang, Dokter!” sapaku seraya melangkah masuk. “Siang, silahkan masuk!” jawabny
Baca selengkapnya
Bab 32. Perasan Sapu Tangan  Rembesan ASI-ku
Bab 32. Perasan Sapu Tangan Rembesan ASI-ku“Tidak, Sayang! Om Elang tidak mengusir mama. Sini, masuk! Salim dulu Om Elangnya, Nak!” ucapku, sontak membuat mata Elang beralih kepadaku. Kubalas tatapannya dengan senyum lembut. Wajah ketatnya berangsur surut.“Siapa dia?” tanyanya pelan.“Dia putri sulungku. Namanya Nada. Nada, salim Om Elang, Nak!” titahku.Nada melangkah masuk dengan langkah masih takut-takut. Mas Dayat menggandeng tangannya mendekati kami.“Selamat siang, Om!” ucap Nada seraya mengulurkan tangan. “Nama saya Nada, Om,” sambungnya saat Mas Elang menjabat tangan mungil itu. Nada mencium punggung tangan kurus tak berdaging itu.“Kelas berapa?” tanya Mas Elang ramah. Syukurlah, ternyata dia bisa bersikap lunak kepada putriku.“Kelas tiga, Om,” sahut Nada dengan sopan. “Maafin, Mama kalau dia ada salah, ya, Om! Jangan marahin Mama, kasihan dia selalu dimarahin oleh semua orang. Dulu sering dimarahin nenek, tante Ambar, tante Sekar, Papa, juga kemarin dimarahin oleh Mam
Baca selengkapnya
Bab 33. Suara Desahan Istri Baru Suamiku Di Antara Rintihan Putriku
Bab 33. Suara Desahan Istri Baru Suamiku Di Antara Rintihan PutrikuAku siap menerima apapun resikonya, yang penting bisa bertemu Rara sebentar saja. Namun yang kutunggu tak juga tiba. Kata Nada sudah tiga hari Rara tidak sekolah. Kutemui guru kelas satu untuk mencari informarsi yang sebenarnya. Ibu Guru itu membenarkan, Rara sakit, itu alasan Mas Sigit menelpon dia tiga hari yang lalu.Entah kali ini beneran sakit atau bohongan lagi seperti waktu itu. Sebagai seorang ibu, aku sangat tidak tenang. Segera kubereskn semua tugas-tugasku, lalu minta izin kepada Bu Ajeng untuk menjenguk putriku.“Aku antar, Ning!” Mas Dayat menawarkan jasa.“Aku antar, Ning!” Mas Dayat menawarkan jasa.“Enggak usah, Mas! Mas Dayat harus antar pesanan jam sebelas nanti,” tolakku tak mau merepotkan siapapun. Aku juga harus sebisa mungkin menjaga jarak dengan pria itu. Dengan naik ojek aku menuju rumah istri baru Mas Sigit.Setelah membayar ongkos, aku melangkah memasuki halaman yang luas tak berpagar i
Baca selengkapnya
Bab 34. Kuhajar Suami dan Maduku
Bab 34. Kuhajar Suami dan MadukuTiba-tiba Mas Sigit dan Yosa sudah berdiri menghadang. “Eeeeeeh, kamu! Beraninya kamu masuk ke dalam rumahku tanpa permisi! Mau mencuri kamu, ya!?” Yosa langsung menjambak rambutku.Aku bertahan, tak kupedulikan sakit karena jambakannya yang semakin kencang. Jika aku melawan, maka Rara akan lepas dari gendongan. Kuterobos tubuh mereka yang masih berpakaian acak-acakan. Kulanjutkan langkah kaki dengan beban tubuh Rara yang tak kurasakan berat. Ketakutanku akan kehilangan nyawa Rara mengalahkan segalanya.“Mau kau bawa ke mana Rara! Siniin!” Mas Sigit merebut tubuh putriku. Sementara jambakan istrinya masih erat di rambutku.“Jangan, Mas! Rara sakit, Mas! Rara pingsan, Mas! Rara demam, Mas! Tolong lepasin, Mas! Aku akan membawanya ke rumah sakit, tolong, Mas!” pintaku berusaha mempertahankan tubuh Rara.“Siapa yang mneyuruhmu ke sini! Aku juga bisa membawanya ke rumah sakit! Pergi kau, Bneing!” bentak Mas Sigit berhasil merebut tubuh Rara dari ge
Baca selengkapnya
Bab 35. Biaya Rumah Sakit Putriku
Bab 35. Biaya Rumah Sakit Putriku “Bagaimana putri saya, Suster?” tanyaku deg-deg an.“Putri Ibu sudah ditangani dokter. Pertolongan pertama sudah di berikan. Demamnya sudah sitangani. Sampel darah juga sudah kita kirim ke lab. Kita tunggu hasilnya, ya, Bu!”“Anak saya masih bisa diselamatkan, kan, Suster?”“Insyaallah, ya, Bu! Bantu doa! Dokter pasti lakukan yang terbaik”“Sebenarnya dia sakit apa, Sus?”“Kita tunggu hasil lab dulu, ya, Bu! Diagnosa sementara Dokter, putri ibu terkena types. Ini, Bu, ada yang ingin saya sampaikan. Putri Ibu akan kita pindahkan ke ruangan, tolong ibu urus administrasinya segera, ya! Agar dia bisa masuk ruang rawat!”“Administrasi, ya, Sus?”“Iya, Bu! Kami tunggu secepatnya, ya!”Aku belum menjawab, tapi perawat itu sudah kembali masuk dan menutup pintu ruangan. Kepalaku mendadak pusing. Tadi yang aku pikirkan hanya nyawa anakku, sekarang aku dihadapkan kepada masalah baru. Biaya!“Kamu tunggu di sini, ya, aku yang akan urus!” Mas Dayat menyentuh lemb
Baca selengkapnya
Bab 36. Sikap Aneh Bu Ajeng
Bab 36. Sikap Aneh Bu Ajeng“Maaf, Pak Elang dan Bu Bening! Fix, putri Ibu mengalami trauma.” Wanita yang dari perwakilan Komnas perlindungan Anak itu berkomentar.Wanita itu lalu mendekati ranjang pasien, mengeluarkan sebuah boneka mungil namun sangat cantik dari dalam tasnya. “Hey, saya Bu Retno, ini hadiah buat anak cantik seperti kamu, mau, ya?” Dia menyapa Rara dengan penuh kelembutan, mengajak putriku berbincang. Yang lain hanya mencatat saja di buku notes mereka. Setelah saju jam berbincang, mereka mohon pamit.Rara terlihat kembali ceria setelah usai berbincang dengan wanita lemah lembut itu. Memeluk dan berkali-kali menciumi bonekanya. Bu Retno berjanji akan datang lagi besok dengan membawa bonek yang lebih besar. Rara terlihat makin senang.“Kami permisi, Pak Elang, Bu Bening. Kami akan menindak lanjuti laporan Bapak tadi. Pak Sigit dan Bu Yosa akan kita tuntut dengan pasal penganiyaan, penyekapan, dan penelantaran anak di bawah umur. Bapak dan Ibu tennag saja, ya! Fok
Baca selengkapnya
Bab 37. Jangan Curi Hati Putraku, Ning!
Bab 37. Jangan Curi Hati Putraku, Ning!“Bu Ajeng menyambutku dengan wajah cemberut. Ini aneh, kenapa dia? Apakah karena kemarin aku seharian di rumah sakit menjaga Rara dan tak datang lagi ke restoran? Kan aku sudah minta izin semalam?“Maaf, Bu, kemarin itu, anak saya belum bisa ditinggal, makanya saya tidak balik kerja. Putri saya trauma, jadi saya belum berani meninggalkannya sendirian,” ucapku dengan nada sangat rendah. Berharap dia mengerti.“Ndak apa-apa! Itu, bumbu rendang, kamu pegang!” perintahnya tanpa menatap wajahku. Segera kuraih mangkuk dan rak tempat bumbu kering. Kuracik dengan penuh konsentrasi. Kulupakan sejenak masalah Rara, agar bisa fokus dalam menakar.“Nanti siang, kakak-kakak si Elang pada datang,” kata Bu Ajeng tanpa menoleh ke arahku.“Oh, iya, Bu!” sahutku masih bingung, kenapa dia mesti lapor kepadaku. Apakah ada sesuatu yang dia khawatirkan bila anak-anaknya semua datang nanti? Dan itu ada hubungannya dengan aku, begitu?“Mereka mau bertemu Elang! Ma
Baca selengkapnya
Bab 38. Mas Elang Kabur dari Bandara
Bab 38. Mas Elang Kabur dari Bandara Dengan cekatan sang perawat melepas jarum dan selang di pergelangan tangan Rara sambil berpesan agar Rara jangan dulu minum es dan makan teratur agar tidak sakit lagi. Rara mengangguk patuh. Perawat yang ramah itu mengantar kami sampai ke dalam lif.“Cepat masuk, Ning!” Bu Ajeng menarik tangan Rara dan mendorongnya mausk ke jok tengah mobilnya. nada sudah ada di dalam. Aku cepat-cepat menyusul masuk setelah meletakan barang bawaanku.“Cepat, Yat! Muter kiri aja dulu! Jangan sampai dia melihat kita!” perintahnya kepada Mas Dayat yang sudah menghidupkan mesin mobil. Bu Ajeng duduk di depan. Aku bingung entah siapa maksudnya ‘dia’ itu. Kenapa Bu Ajeng seperti sangat khawatir ‘si dia’ itu melihat kami. Kuedarkan pandangan untuk mencari tahu. Tapi aku tak menemukan siapapun di sekitar situ.“Kakinya saja masih lumpuh, kok, nekat banget nyetir mobil! Bagaimana caranya dia masuk ke dalam mobilnya tadi, coba?” omel Bu Ajeng terlihat sangat kesal saat
Baca selengkapnya
Bab 39.  Janjiku Pada Mas Elang?
Bab 39. Janjiku Pada Mas Elang?Kak Runi yang masih berdiri di hadapanku menunjuk-nunjuk ke belakang. Entah apa maksudnya. Apakah itu kode untuk memberithu aku bahwa Mas elang ada di belakang?“Cepet, Ning! Kowe samperin si Elang! Bujuk dia supaya cepat-cepat datang ke Bandara! Suruh diantar sama Dayat! Cepet. yo, Ning!”“Saya yang bujuk?”“Ya, iyo! Masa si Dayat! Elang ke situ ngejar kowe, toh?”“Lho, kok, ngejar saya?”“Mbuhlah, Ning! Pokoknya kowe harus bisa ngebujuk Elang! Cepetan!”“Njih, Buk! Saya coba!” Kutatap Kak Runi dengan nanar. Diapun paham apa yang aku risaukan. “Coba dulu!” katanya lalu menarik tanganku, membawaku menuju gudang. Gudang restorang yang sempat aku jadikan kamar waktu itu.Mas Dayat memperhatikan kami dari sudut ruangan. Sempat kulihat tatapan kecewa di sorot matanya. Namun, aku tak sempat memikirkan itu semua. Baru saja aku merasa begitu bahagia karena keadaanku saat ini bersama anak-anak. Tetapi semua sirna karena masalah yang seharusnya tak terjadi i
Baca selengkapnya
Bab 40.  Siapa Wanita Yang Dihindari Mas Elang?
Bab 40. Siapa Wanita Yang Dihindari Mas Elang?“Ambil ini, Ning!” Pria itu tiba-tiba mengulurkan sebuah ponsel.“Apa ini, Mas?” seruku kaget.“Ini hape lamaku. Jarang kupakai. Mulai sekarang kamu pakai saja supaya aku gampang menghubungimu! Pokoknya setiap aku menelpon wajib kamu angkat, paham?”“Tapi, Mas. ini … ini hape mahal!”“Aku mau pulang!” sergahnya tak menghiraukan protesanku.Aku masih terperangah, bingung. Belum selesai masalah dia yang tak mau juga ke Bandara, sekarang dia tambah pula dengan masalah ponsel ini. Apa kata Bu Ajeng nanti kalau tahu anaknya memberi aku sebuah ponsel.“Ning, aku pulang, ya! Jangan terlalu capek kerjanya!” ulangnya. Dia juga … mengucapakan kalimat yang berupa perhatian padaku. Ini maksudnya apa?“Hey, jangan melongo aja! Aku mau pulang! Ingat, Dayat harus mengantar Nada dan Rara ke rumahku setelah pulang sekolah nanti. Bik Siti akan kusuruh masak yang enak buat mereka! Oh, iya, aku juga akan menghubungi guru ngaji buat Nada dan Rara. Kem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status