All Chapters of Wanita Yang Melamar Suamiku: Chapter 51 - Chapter 60
117 Chapters
Bab 51. Nirmala Dicumbu Pria Lain
Bab 51. Nirmala Dicumbu Pria Lain Mas Elang berpaling saat mulut Nirmala di sumbat oleh pria itu dengan bibirnya. Apalagi tangan Nirmala langsung mengalung di leher sang pria. Jelas terlihat kalau Nirmala sangat menikmati dan membalas pagutan pasangannya. Satu hal yang kusadari kini, kalau Mas Elang masih sangat mencintai istrinya. Dan hari ini, tanpa sengaja dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri perempuan itu telah dimiliki pria lain. Sesakit itukah? Mas Sigit, kamu juga berbuat seperti itu padaku. Sakit sekali kurasakan. Sesakit ini jugakah perasaan Mas Elang? Saat harus melepas orang yang kita cintai menjadi milik orang lain?****“Jangan kamu pikirkan itu! Aku akan mengantar Bening belanja. Bantu aku masuk ke mobil!” perintah Mas Elang lagi.Aku terkejut lagi. Kenapa dia suka sekali memutuskan sesuatu tanpa bertanya dulu pendapatku? Siapa juga yang mau belanja di temani olehnya? Aku hanya bertanya di mana pasar terdekat.“Ning, cepat!” panggilnya diiringi bunyi kla
Read more
Bab 52. Bu Ajeng Melabrak Warungku
Bab 52. Bu Ajeng Melabrak Warungku“Ini saja belanjanya, Mbak?” Pria penarik becak yang dipesani Mas Elang tadi membantu mengangkatkan barang belanjaanku.“Iya, Pak! Ini saja dulu, ini juga sudah sangat banyak,” sahutku. Ya, daftar belanjaan yang sudah kurencanakan semula berubah banyak. Uang pembelian Mas Elang kugunakan juga. Aku nekat menyediakan menu makan siang juga. Tak ada salahnya aku mencoba, begitu pikirku.Kata orang rendang daging olahanku sangat enak. Kalah rasa rendang di restoran mahal sekalipun. Bahkan banyak pelanggan Bu Ajeng yang khusus datang hanya karena tak bisa melupakan menu daging rendang special di restoran itu. Rendang daging itulah yang akan menjadi menu andalanku. Kalau ternyata tidak laku, tidak apa-apa kami akan konsumsi sendiri bersama anak-anak. Toh, daging rendang tidak gampang basi.“Sudah semua, Pak?” tanyaku meneliti sekali lagi isi beca. Beras, kelapa, daging sapi, daging ayam, bumbu-bumbu, satu tumpuk sayuran, minyak goreng, sepertinya suda
Read more
Bab 53. Rupanya  Pengkhianat Itu Adalah Mas Dayat
Bab 53. Rupanya Pengkhianat Itu Adalah Mas Dayat“Sini kowe! Dasar penjilat! Kowe jilati bokongnya Elang, toh? Kowe jilati bokong anakku supaya kowe ditolong! Terus kau bujuk dia untuk merayu ibuku, supaya ibuku ngasih izin kowe tinggal di sini! Astaga, di mana mukamu, Ning! Ini … ni rumah ibuku! Sok-sok an kowe keluar dari restoranku, tapi kau menjilat pan t*t anaku dan ibuku, supaya kowe dapat tempat jualan di sini! Beraninya kowe mau buka usah rumah makan seperti ini, astaga! Kok yo, pede banget, kowe, Ning! Perempuan kampung! Kowe iku katak di bawah tempurung!”Aku menunduk. Kedatangan Bu Ajeng dan Kinanti ini masih sangat mengejutkan bagiku. Apalagi langsung marah-marah seperti ini. Otakku belum menemukan kalimat yang paling tepat untuk kuucap.“Kok kowe iso punya ide buka rumah makan kayak ngene, hem? Mau niru restoran milikku? Jangan mimpi, kowe! Kowe mau modal dari mana, hem? Oh, iyo, tadi Dayat juga sempat bilang kalau kowe sedang belanja dengan Elang! Kau merayu Elang
Read more
Bab 54. Perintah Bu Ajeng  Balik Kerja Di Restoran
Bab 54. Perintah Bu Ajeng Balik Kerja Di RestoranAstaga! Dia pikir segampang itu, apa? Apa dia pikir aku bakal mau? Atau jangan-jangan sebenarnya dia takut kehilangan tukang masak yang bisa dia andalkan seperti aku, tapi lebih takut lagi kalau anaknya jatuh hati padaku bila aku tetap di restoran itu?Bagaimana kalau aku wujudkan kedua ketakutannya itu. Aku tidak mau balik ke restorannya sehingga dia tak punya tukang masak sepertiku, sekaligus aku ambil anaknya? Aku jahat enggak, ya?****“Karena dia suka sama aku, mungkin,” sahutku asal. Perempuan itu terkejut. Bu Ajeng melotot.“Enggak mungkin Mas Elang suka kamu! Memangnya kamu siapa? Jelek, kumal, dekil, bau, jorok! Janda lagi!”“Tapi aku enggak murahan kayak kamu! Dia capek kamu kejar-kejar terus! Mau berobat keluar negeri aja, kamu nempel. Cowok gak suka ditempelin. Dia jijik, tau enggak. Mereka akan merasa lebih tertantang kalau mereka yang nempel sama kita. Jadi perempuan itu punya harga diri! Jangan murahan!”“Kamu!” Perempu
Read more
Bab 55. Wejangan Mas Elang
Bab 55. Wejangan Mas ElangSejak aku memilih meninggalkan restoran Bu Ajeng, aku sudah putuskan bahwa aku tidak akan pernah mau balik lagi ke sana. Dia tak akan pernah mempunyai tukang masak sepertiku lagi. Sikapnya yang selalu merendahkan dan menuduhku yang tidak-tidak itu akan aku balas. Sudah cukup aku diam selama ini. Bila perlu aku ambil anaknya? Kepalang tanggung. Sekalian saja basah.Sudah cukup aku dihina dan disakiti selama ini. Bahkan Mas Sigit dan keluarganya pun akan aku lawan bila masih berani mengganggu hidupku. Cukup sudah. Pengalaman pahit saat menjadi istri Mas Sigit tak akan pernah terulang dalam hidupku untuk ke depannya. Akan kujadikan masa lalu itu sebagai pelajaran yang sangat berharga. Bila Allah memberiku kesempatan untuk membalas Mas Sigit dan seluruh keluarganya, maka aku akan gunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.“Piye, Ning? Kowe setuju, tidak? Aku akan maafkan kowe. Tapi dengan satu syarat! kowe harus balik ke restoran! Kowe harus kerja l
Read more
Bab 56. Mas Elang Pamit Pergi Jauh
Bab 56. Mas Elang Pamit Pergi JauhBagaimana aku akan baik-baik saja, bila aku akan kehilangan penopang yang baru saja kutemukan? Siapa yang akan membelaku. Kenapa aku merasa sangat takut dia tinggalkan? Padahal dia bukan siapa-siapaku? Kenapa aku merasa sendiri?*****“Tapi kamu berbeda, Ning,” lanjutnya setelah menghela napas panjang satu kali. Hatiku berdesir. Ternyata dia mulai membedakan aku dengan perempuan-perempuan yang selama ini sudah dia kenal sebelumnya. Semoga bedanya aku ini, mendapat tempat yang istimewa di hatinya, untuk memudahkanku membalas perbuatan ibunya. Aku tidak dendam kepada Bu Ajeng. Tapi aku harus memberinya sedikit pelajaran agar jangan kebiasaan.“Kamu kebalikan dari mereka, Ning. Sejak awal aku mengenalmu dulu, saat kamu pertama datang dari kampung, aku sudah melihat kalau kamu adalah wanita yang berbeda. Di saat perempuan lain berjuang untuk mencari laki-laki tajir, bersolek, dandan, lalu tebar-tebar pesona, kamu justru berjuang dan bekerja keras di
Read more
Bab 57. Kenapa Aku Begitu Berat Meninggalkanmu, Ning!
Bab 57. Kenapa Aku Begitu Berat Meninggalkanmu, Ning! POV Elang Astaga, Ning? Aku telah salah mendugamu? Aku kira kau akan menahanku. Aku kira kau akan melarang aku pergi. Duh, ge-ernya aku selama ini. Aku telah salah kaprah! Aku terlalu berharap. Dan ini … ini jauh lebih sakit lagi, ternyata, Ning. Ini jauh lebih sakit daripada perbuatan Nirmala. Aku mengira bahwa perempuan yang aku sayangi juga menyayangi aku. Aku terlalu percaya pada mimpiku. Kau datang dalam mimpiku untuk menyelamatkanku dari gelapnya jurang yang dalam itu. Kau tuntun aku mendaki, kau bimbing aku hingga sampai di puncak. Kau benar-benar hadir dalam mimpi itu. Betapa bodohnya aku mengira mimpi sama dengan kehidupan nyata. Aku lupa kalau mimpi hanyalah bunga-bunga tidur. Kau hanya singgah ternyata, Ning. Kau tak ada rasa sama sekali. Aku salah telah berharap lebih padamu. [Kuharap, kau tetap berjuang meski tak ada lagi aku yang mendampingimu! Berjuang untuk anak-anak! Kau mau, kan? Jangan pernah menyera
Read more
Bab 58. Cium Keningku, Ning!
Bab 58. Cium Keningku, Ning! POV Elang “Oh, gitu, kok ribet, sih mesti dijemput segala, kan ada Go-food, Pak?” sergah Maya merasa heran. “Ini warung makan istimewa, masih baru, belum punya aplikasi seperti itu. Lagian aku niatnya begitu, ini niat orang yang mau berangkat untuk berobat, tolong jangan ditawar!” “Oh, iya, baik, Pak, maaf. Segera kami laksanakan.” “Terima kasih, May. Jangan lupa, pemilik warung itu namanya Bening! Aku berangkat ya, pesawatku mau berangkat! Jangan lupa doanya!” “Siap, Pak! Terima kasih bubur ayam spesialnya!” “Balum juga kamu makan!” “Pasti enak, kalau tidak tak mungkin Pak Elang recomended banget.” “Hem, Ya, rendang buatan Mbak Bening juga istimewa banget, lho! Sesekali kalau kalian mau makan siang, boleh, coba!” “Ih, Pak Elang kok, jadi promosi, sih, bukannya promosiin restoran Bu Ajeng, restoran milik Pak Elang sendiri, itu langganan kita, Pak! Kok, saya ngerasa ada yang aneh, nih?” “Tidak, aku kan cuma bilangin. Biar kalian tau makanan e
Read more
Bab 59. Ungkapan  Hati Mas Elang
Bab 59. Ungkapan Hati Mas Elang “Iya, Ning, aku datang! Dua puluh lima menit, aku sudah ada di situ, buktikan ucapanmu, cium keningku!” kata Mas Elang dari ujung telepon. “A-apa? Mas?” lirihku pelan. Kaget luar biasa membuatku kehilangan kata-kata. “Gak boleh ingkar, Ning!” tegas Mas Elang. “Mas …!”gumamku serasa tercekat. “Em, aku datang, ya!” Telepon dia putus. Mas Elang tak memberi aku kesemptana untuk berbicara. Ya, Tuhan, apa yang telah kulakukan, aku bicara apa tadi? Aku sudah salah ucap. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan kalau aku akan mencium kening Mas Elang? Astaga, betul kata Ibuku di kampung dulu agar aku jangan pernah terlalu larut dalam segala hal. Saat kamu sedang sedih, jangan terlalu tenggelam dalam duka. Sebaliknya saat kamu senang, jangan terlalu gembira, nanti bisa lupa diri. Begitu selalu nasihat Ibuk. Ini buktinya. Sangkin senangnya warungku laris, aku mengucapkan kalimat yang tak masuk akal. Kalimat yang mejerat diriku sendiri. Masa iya aku akan
Read more
Bab 60. Sentuhan di Bibir?
Bab 60. Sentuhan di Bibir? Aku terlalu terbawa perasaan. Aku tak tega mendengar semua kesedihan Mas Elang. Ternyata di balik sikapnya yang selalu keras, suka memaksakan kehendak, suka memutuskan sesuatu tanpa meminta jawabanku, ternyata ada gumpalan derita di dalam dadanya. Ternyata dia merasa hidupnya sebegitu sudah hancurnya. ***** “Aku pulang, ya, Ning! Maaf sudah mengganggu waktumu! Dan terima kasih sudah mendengarkan aku!” “Tunggu!” sergahku menghentikan gerakan roda di kursinya. Pria itu mendongah, aku sudah berdiri di hadapannya. “Mas Elang bilang apa barusan?” tanyaku menatap tepat di manik matanya. “Aku tahu kamu tidak suka mendengar pengakuanku, Ning. Jangan marah begitu! Aku sadar diri, kok!” “Aku tidak marah. Aku cuma butuh penjelasan! Mas Elang kayak anak kecil, tau enggak! Udah ungkapin perasaan lalu main pergi aja! Kenapa Mas enggak menunggu jawabanku?” “Jawaban kamu? Jawaban seperti apa yang akan kau berikan padaku. Aku udah tahu, Ning, tanpa kamu jawab.”
Read more
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status