All Chapters of Wanita Yang Melamar Suamiku: Chapter 41 - Chapter 50
117 Chapters
Bab 41. Maaf, Kinanti, Aku Tidak Menjual Anak!
Bab 41. Maaf, Kinanti, Aku Tidak Menjual Anak!Aku mengangguk seraya melemparkan senyum ramah. Gadis itu mengulurkan tangan sambil tersneyum lagi. Aku ragu untuk menyalamnya. Minder tepatnya. Mana berani aku menyentuh tangan lembut dan mulus itu dengan tangakku yang kasar dan tapanya kapalan seperti parutan kelapa ini. Aku takut kulit mulusnya akan tergores.“Kinanti,” ucapnya masih tersenyum.“Saya Bening, Mbak,” ucapku terpaksa menyalamnya, namun tak sampai sedetik aku langsung menarik tanganku lagi.“Jadi piye ceritane? Nopo kowe enggak bisa membujuk Elang?” semprot Bu Ayu kemudian.“Saya sudah berusaha, Bu. Tapi Mas Elang tetap enggak mau. Saya minta maaf,” ucapku menunduk.“Trus, sekarang dia ke mana? Tak pikir masih di sini, makanya kami susul ke mari.”“Katanya mau pulang, Bu.”“Yo, weslah. Gini, ya, Ning! Bapak sama Ibu sudah rembukkan tadi di jalan, Kinanti juga setuju, iyo, kan, Nduk?” kata Bu Ajeng menoleh kepada gadis cantik di sampingnya.“Iya, Tante,” sahut gadis it
Read more
Bab 42. Aku Memilih Berhenti Dari Restoran Bu Ajeng
Bab 42. Aku Memilih Berhenti Dari Restoran Bu AjengHatiku tiba-tiba mencelos. Nyelekit perih. Serasa tak percaya apa yang aku dengar barusan dari bibir tipisnya itu. Ternyata aku salah sangka. Rupanya wajah cantik tak menjamin hatinya juga cantik. Suaranya merdu amat, berucap dengan nada begitu lemah lembut, tapi kata-katanya menghinaku, merendahkan pendidikanku. Astaga! Jadi dia pikir aku ini bodoh gitu?****“Kamu hebat, Ning! Kakak mendukungmu!” Kak Runi menyambutku di dapur. “Makasih, Kak!” sahutku langsung mengambil alih sendok goreng besar dari tangan Nani. “Biar saya teruskan, kamu bersihkan meja dan kursi saja, ya!” titahku padanya. Kuaduk masakan rendang yang hampir kering itu. Nani langsung bergerak mematuhi perintahku.“Kamu persis seperti aku dulu, Ning. Saat keluarga mantan suamiku berusaha merebut putriku, tak pertahankan mati-matian. Enak aja mau ambil. Apa mereka enggak ngerti ya, gimana perasaan kita selaku seorang ibu? Lebih baik ndak usah punya apa-apa, asal a
Read more
Bab 43. Aku Dituduh Pencuri
Bab 43. Aku Dituduh PencuriJangan nangis karena dihina! Jangan lemah karena difitnah! Jangan menyerah karena diinjak! Bangkit, kau kuat, kau sanggup! Kua memang miskin, Ning! tapi setidaknya kau masih punya harga dirimu. Kau bukan binatang yang sednag terjepit! Apalagi dituduh menggigit setelah ditolong***** “Jangan kenceng ngomognya, Ning! Malu didenger orang, pelan-pelan aja, yang lembut ngomongnya!” Mbak Kinanti terlihat resah. Rupanya dia tetap berusaha menjaga imag kalau dia adalah wanita lemah lembut. Aku tak peduli.“Enggak penting, Mbak! Buat apa ngomong lembut-lembut tapi nyelekit! Ngomong manis-manis tapi nusuk! Itu namanya munafik!” ketusku.“Baik, jadi kita to the point saja, intinya, anak-anakmu menghalangi recana keluarga besar kami untuk mengobati Mas Elang ke luar negeri. Kamu harus bertanggung jawab untuk itu!”“Tanggung jawab apa? Anakku enggak salah!”“Pokoknya kau harus tanggung jawab! Caranya adalah kamu harus ikutin saran Tante Ajeng dan Om Gondo. Kamu ha
Read more
Bab 44. Ditahan Karena Terjerat Hutang
Bab 44. Ditahan Karena Terjerat Hutang “Bening! Kowe …!” Kedua mata Bu Ajeng membulat sempurna, tentu saja sangat kaget dengan keputusanku.“Maaf, saya permisi mengambil barang-barang saya di belakang!” ucapku lalu meninggalkan mereka dengan langkah terburu.“Tunggu, Bening! Tadi kowe ngomong opo, ha?” Bu Ajeng bangkit dari duduknya lalu mengejarku. “Kowe ngomong apa tadi? Coba kowe ulangi! Aku ora mudeng!” teriaknya menyentak lenganku.Aku menghentikan langkah, “saya bilang, saya mau berhenti! Dan saya minta catatan utang-utang saya!” jawabku lalu melanjutkan langkah lagi menuju kamar gudang.“Kok, enak tenan kowe mau berhenti! Kamu itu punya hutang banyak karo aku! Gimana kowe bayarinya kalau kowe berhenti kerja, ha? Ueeenak aja mau berhenti! Enggak bisa!” Senggaknya sekali lagi menghentakkan tanganku.“Mengenai hutang-hutang saya, Ibu enggak usah takut! Bila perlu buat surat perjanjian di atas materai! Saya akan bayar hutang saya, tapi tetap secara cicil! Karena itu perjanjian
Read more
Bab 45. Mas Elang di Depan  Kontrakanku
Bab 45. Mas Elang di Depan Kontrakanku“Sudah kamu pikirkan matang-matang apa yang kamu lakukan ini?” tanya pria enam puluh tahunan itu menatap wajah Kak Runi lekat. “Kamu sudah ikut dengan kami puluhan tahu, terus hanya karena masalah ini, kamu mau pergi?” sambungnya lagi.Kak Runi menunduk. Kenapa dia? Kok, begitu berhadapan dengan Pak Gondo dia langsung melempem. Aneh.“Kamu, Ning, sudah mantap keputusanmu mau pergi?” Kali ini pria itu menoleh ke arahku.“Bapak akui, Bu Ajeng salah karena langsung menuduhmu mencuri tanpa menyelidiki lebih dulu. Tapi, kamu kan tahu, kalau Bu Ajeng sedang sangat stress. Elang, anak kesayangannya masih terongok di kursi roda. Nirmala meninggalkannya karena kondisinya itu. Kinanti juga memberi persyaratan Elang harus bisa berjalan baru mau menikah. Kami sudah menemukan jalan, Elang akan sembuh bila ke luar negeri. Semua sudah di atur, tetapi tiba-tiba semua hancur. Bukan anak-anakmu yang salah, tidak! Tapi apapun penyebab Elang mangkir, jelas itu m
Read more
Bab 46. Wanita di Masa Laluku Adalah Kamu, Ning!
Bab 46. Wanita di Masa Laluku Adalah Kamu, Ning!POV. ElangBerulangkali sudah aku menelpon Bening. Tetapi, tetap tak dia angkat. Kenapa dia? Padahal aku sudah mewanti-wanti bahkan sedikit mengancam, agar dia angkat telponku segera setiap aku menghubunginya. Apakah dia terlalu sibuk di dapur, sehingga tidak mendengar panggilan ponselku? Atau memang dia sengaja tak mau angkat?Kenapa, sih, perempuan itu. Aaaargh, aku juga aneh. Kenapa hatiku mesti berdebar setiap ingat dia. Kenapa dia ada di dalam pikiranku setiap waktu, setiap detik. Apa istimewanya dia, coba? Cantik, tidak. Bodynya juga tak ada menarik-menariknya. Apalagi dengan penampilannya yang selalu begitu-begitu saja.Padahal aku sudah menyuruhnya beli gaun waktu itu. Aku juga sudah menyuruhnya ke salon, biar penampilannya berubah sedikit. Buktinya, dia cabtik banget, kan, satu hari itu. Tapi, setelah itu, balik lagi seperti semula. Ke mana dia buat gaun mahal waktu itu? Jangan-jangan dia jual lagi buat keperluan penting.
Read more
Bab 47. Bening, Harga Dirimu Kubayar Kontan
Bab 47. Bening, Harga Dirimu Kubayar KontanSepertinya semua perempuan sama saja, kan, Ning!? Ah, sudahlah! Aku mau mencoba menjalani hidup ini meski sudah tak punya harapan apa-apa. Allah tidak mengambil nyawaku, jadi aku jalani saja. Aku sedikit bersyukur karena bertemu Nada dan Rara. Allah menganugerahi anak-anakmu padaku. Semoga anak-anakmu bisa mengisi hari-hariku, ya, Ning. Aku janji akan memperhatikan mereka dengan baik, pendidikannya, juga masa depannya. Jangan khawatir, Ning! Aku aku tak akan menyusahkanmu. Meski dulu pernah aku menyukaimu, tapi sekarang kamu bukan siapa-siapa bagiku. Begitu inginku. Tapi kenapa aku kepikiran kamu terus? Ning …!“Lang! Elang …!”Aku tersentak kaget. Lamunan panjangku terhenti saat mendengar ketukan halus di pintu kamar. Itu suara Ibu. Sepertinya mereka sudah balik dari Bandara karena aku tak datang juga. Pasti Ibu akan marah-marah sekarang. Biarlah, aku tebalkan telinga saja. Setelah dia lelah mengomel, pasti akan selesai juga.Pe
Read more
Bab 48. Balasan Pertama Buat Kinanti
Bab 48. Balasan Pertama Buat Kinanti“Ada apa Ibu-ibu?” tanyaku heran. Beberapa Ibu-ibu telah berkumpul di depan rumahku Bu Indah, Bu Resty, Bu Leny ada di antara mereka. Seorang wanita berhijab memimpin paling depan, sepertinya dia seorang yang dituakan dalam rombongan itu.“Maaf, ini Bu Bening?” Perempuan berhijab itu bertanya.“Ya, saya sendiri. Ada apa, Bu?” jawabku langsung bertanya lagi.“Kenalkan, Bu! Saya istrinya Pak RT. Saya dimintai Ibu-ibu di gang ini, untuk menemui dan menyampaikan ini sama Ibu.”“Menyampaikan apa?”“Seluruh Ibu-ibu di gang ini memohon dengan hormat agar ibu meninggalkan gang ini. Mereka tak mau bertindak anarkis, main kasar mengusir Ibu dari sini. Jadi mereka meminta saya untuk menengahi ini. Jadi, tolong, ya, Bu, setidaknya besok pagi, Ibu sudah angkat kaki dari sini.”Aku tercekat. Kaget luar biasa. Apa lagi ini, Tuhan? Apakah ini belum selesai juga?“Jangan tersinggung, Bu! Ini untuk ketentraman kita bersama. Ibu-ibu di sini sudah beretiket baik,
Read more
Bab 49. Nek Ayang Malaikat Atau Musuh Baruku
Bab 49. Nek Ayang Malaikat Atau Musuh Baruku“Om kita mau ke mana?” tanya Rara saat mobil Mas Elang terpaksa berhenti di lampu merah.“Kita ke rumah baru kalian, Sayang!” sahut Mas Elang menoleh ke belakang.“Rumah baru? Nanti enggak diusir lagi kayak tadi, kan, Om?” oceh Rara terlihat senang. Namun tidak dengan Nada.“Kita pindah-pindah terus, Ma?” lirihnya terlihat murung. Dia sangat jarang bicara, bila kali ini dia bicara itu artinya hatinya sedang sangat tidak nyaman.“Maafkan mama, Sayang,” ucapku pelan.Lampu jalan berubah warna, mobil kembali berjalan. Suasana hening. Rara yang biasanya tak berhenti mengoceh kali ini diam membisu. Sepertinya dia paham kesedihan kakaknya, meski dia sendiri merasakan hal yang sama. Bahkan penderitaannya tentu lebih parah, karena trauma yang penah dia alami, pasti sering menyergap juga. Kedua putriku berubah menjadi pendiam.Nyesss! Kembali ada perih di sini, di hati ini. Kenapa aku belum bisa membahagiakan putri putriku? Apakah aku sudah gag
Read more
Bab 50. Syarat Mengejutkan Dari Nek Ayang
Bab 50. Syarat Mengejutkan Dari Nek AyangNek Ayang menatapku lagi. Tatapan penuh makna. Entah itu iba, kasihan, atau malah tak suka, aku belum tahu apa pastinya. Apalagi dengan pengakuan cucu tersayangnya yang mengatakan aku adalah wanita yang disayanginya. Mas Elang aneh-aneh saja.“Tinggallah di sini, Ning! Rumah ini kosong! Sanyang kalau tak ditempati. Dulu ada yang nempati, sepasang suami istri dan anak tiga. Istrinya jual lontong pagi-pagi. Suaminya supir angkutan umum. Naas, suaminya kecelakaan, dan meninggal. Istrinya memilih pulang kampung,” kata Nek Ayang membuat hatiku sedikit lega. Namun galau segera menyergapku.“Terima kasih, Nek. Tapi, saya belum bisa bayar sewanya. Saya belum punya uang,” ucapku seraya tertunduk.“Ndak usah mikirin sewa dulu! Nanti kalau usahamu lancar, baru pikirkan itu!”“Terima kasih, Nek!”“Hem, yang kuat, ya! Nenek juga dulu janda. Ajeng dan Restu, pamannya Elang, tak besarkan tanpa dampingan seorang suami. Bahkan hingga detik ini nenek te
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status