All Chapters of Kebangkitan Istri yang Dikhianati: Chapter 31 - Chapter 40
44 Chapters
31 - Penyesalan
Setelah menyelesaikan tugasnya, Mira bergegas pergi ke toko kue. Dia ingin membelikan Bima keik coklat kesukaannya sebagai permintaan maaf.Sepanjang perjalanan ke toko kue, pikiran Mira berkecamuk. Dia memang mencintai Bima tapi haruskah dia memberikan hal yang berharga pada dirinya ke Bima, padahal mereka kan belum menikah? Namun, saat Mira hendak ke kosannya Bima, hujan keburu turun. Akhirnya dia mengurungkan niatnya dan kembali pulang kosan.Begitu sampai di kosan, Mira berusaha menghubungi Bima. Namun teleponnya tidak diangkat dan pesannya yang bertubi-tubi itu tidak dibalas sama sekali.Mira lantas menghempaskan tubuhnya di ranjang. Matanya menengadah ke langit-langit kamarnya. Selama ini, Bima bersikap manis dan baik padanya. Pria itu selalu menjaganya dan memberikan rasa nyaman.Tapi akhir-akhir ini Bima memang sering minta macam-macam. Dari ciuman bibir yang liar sampai meraba-raba daerah sensitifnya. Saat mereka menonton bioskop minggu lalu, Bima sengaja mengelus paha Mira
Read more
32 - Janda Buruk Rupa
Tengah malam, Mira terbangun. Cacing-cacing di perutnya meronta minta makan. Setelah melirik ke Kiran yang nampak tertidur pulas, Mira pun turun dari ranjang.Di dapur, dia mencari sisa sup makan malam tadi. Namun sayangnya, begitu dia membuka tutup panci, supnya habis tidak bersisa. Sambil menghela napas, tangan Mira menjangkau lemari makanan, mencari mi instan, atau apa saja yang bisa dimakan.“Astaga, Mira…” kedua mata Arianti membelalak saat mendapati anak perempuan satu-satunya itu menyantap lahap semangkuk mi yang mengepul di meja makan. “Mama pikir ada maling.”Arianti terbangun karena dia mendengar suara-suara dari arah ruang makan yang bersebelahan dengan dapur. Mira hanya cengengesan menanggapinya.Lantas, pandangan wanita setengah baya itu menelisik ke jejeran piring di hadapan Mira. Dia pun berkacak pinggang. “ Mir, Mama enggak salah lihat kan? Makan mi pakai nasi dan dua telur ceplok? Lalu ada segelas susu juga?”“Lapar, Ma.” tandas Mira sambil menyuapkan telur ke dalam m
Read more
33 - Hari yang Buruk
Bunyi mesin kasir yang memindai barang belanjaan pembeli di depan Mira terdengar berkali-kali.“Mbak, sekalian sama minyaknya deh,” titah ibu itu saat Mira memindai barang yang terakhir.Mira pun bergegas mengambil minyak di rak yang cukup jauh dari kasir.“Eh, Mbak. Minyaknya dua,” ucap ibu itu lagi saat Mira hendak kembali ke meja kasir. Sambil menghela napas kesal, Mira terpaksa menuruti permintaan pelanggan.“Semuanya jadi 318.000 rupiah,” tukas Mira pada akhirnya.Begitu pelanggan itu menghilang dari balik pintu, Mira langsung menghampar di balik kasir. Sudah lebih dari tiga jam dia berdiri, belum lagi bolak-balik mengecek stok barang yang kosong. Apalagi hari ini pengunjung minimarket
Read more
34 - Terpaksa Meminta Bantuan Bima
BRAK!Telapak tangan Teguh, supervisor Bahagia Mart, menghantam dasar meja yang keras. Bibirnya melengkung ke bawah dengan garis dahi yang mengerut dalam.“Bulan ini kita minus tiga juta!” Suaranya menggelegar. “Gimana sih kerja kalian?! Kalau minus begini konsekuensinya kalian yang harus ganti rugi!”Joni, Lilis dan Mira hanya tertunduk pasrah.“Kayaknya banyak barang yang diambil diam-diam sama pelanggan, Pak,” Joni angkat bicara.“Ya kalian awasi dong! Kalian kan punya mata! Lagian sering-seringlah cek CCTV!” Pekik Teguh lagi.“Sebenarnya, Pak. Beberapa hari lalu, Joni melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian,” uc
Read more
35 - Tawaran Lilis
Sore itu, Mira berpangku tangan. Pandangannya menerawang keluar jendela kaca minimarket.“Bengong aja, Mir. Nanti kesambet lho,” seketika Lilis menyenggol bahunya.Mira terkesiap begitu mendapati Lilis yang sudah berdiri di sampingnya. Saat Mira melihat pergelangan tangannya, ternyata sudah waktu pergantian shift kerja.Mata Mira lalu menelisik wajah rekan kerjanya itu. Tidak heran kalau Lilis sering menjadi pusat perhatian pengunjung yang datang. Dia masih muda dan cantik walaupun hari ini riasannya cukup sederhana. Kulitnya mulus dengan kedua bola mata yang bulat serta bulu mata yang lentik. Bibir tipisnya dipoles dengan lipstik pink yang menambah daya tariknya.Setelah mengecek beberapa lembar uang di mesin kasir, Lilis mengeluarkan ponselnya. Jarinya bergulir di atas layar. Terkadang dia tersenyum simpul membaca pesan yang masuk.“Mir, akhir minggu ini setelah kerja kita jalan yuk,” seketika Lilis memalingkan wajahnya dari layar ponsel. Sontak Mira membuang muka. Dia tidak ingin k
Read more
36 - Jadi LC
Mira menatap pantulan dirinya di cermin yang lusuh itu. Gincu merah darah memoles bibirnya yang tebal, sementara rambutnya yang biasanya diikat itu kini nampak bergelombang.Tangan Mira menarik ujung gaun hitamnya yang mengkilap. Jujur, dia begitu risih karena gaun ini sangat ketat. Apalagi potongannya yang rendah membuat dadanya menyembul dengan jelas.“Udah, Mir. Santai aja,” Lilis muncul dari balik punggung Mira.Penampilannya begitu seksi malam ini. Lilis mengenakan rok mini dan tanktop berwarna pink serta riasan yang tidak kalah menor dari Mira.“Tapi, aku enggak biasa pakai baju kayak gini,” keluh Mira.“Ih, udah deh, jangan narik-narik ujung gaun itu nanti malah melar,” Lilis menepis tangan Mira yang sedari tadi menarik ujung gaunnya yang di atas lutut itu. “Lihat, kamu sangat seksi malam ini! Pasti banyak pelanggan yang mau ditemani sama kamu, Mir!”“Aku enggak pe-de, Lis. Gimana kalau aku pulang saja?” Raut wajah Mira nampak cemas.“Eh, jangan! Dicoba dulu aja, Mir. Ingat, an
Read more
37 - Di PHK
Siang itu, Mira bersedekap. Bibirnya nampak mengerucut kesal dari balik meja kasir. Sementara itu, Lilis berdiri di sampingnya dengan raut wajah yang dipenuhi rasa bersalah.“Aku enggak nyangka, kamu tega padaku, Lis,” Mira bersungut. “Kamu tahu? Aku hampir saja dilecehkan sama om-om setengah baya!”“Sst! Jangan keras-keras, Mir,” desis Lilis. Lehernya menjulur ke sekitar, takut ada pelanggan yang mendengar. Lantas, Lilis menatap teman kerjanya itu lekat-lekat. “Maafkan aku, Mir. Aku pikir kamu enggak keberatan kerja seperti itu.”Mira masih saja marah. Perempuan itu memalingkan pandangannya ke luar sana.“Sebenarnya, kamu bisa nolak kok kalau enggak mau diajak tidur bareng,” lanjut Lilis.Mira mendengus keras. “Tapi om-om brengsek itu memaksaku, Lis! Dia bahkan menjambak rambutku!”“Tenang, Mir. Tenang. Toh, akhirnya kamu selamat juga kan?” Balas Lilis.Mira menghela napas panjang. “Aku enggak mau kerja begituan lagi. Bilang sama bosmu itu kalau aku keluar.”“Yah, terserah kamu deh,”
Read more
38 - Kabar Baik
Pintu rumah kontrakan kedua orangtua Mira membuka perlahan. Dengan wajah yang tertunduk, Mira memasuki ruangan.Suswanto dan Arianti, yang sedang menonton televisi, langsung menyadari ekspresi anak mereka yang diliputi kesedihan.Mira menghela napas panjang setelah menghempaskan tubuhnya di atas sofa. PHK yang mendadak serta ajakan mesum dari mantan atasannya itu membuat kepalanya pusing.“Ada masalah apa, Mir?” Tanya Arianti, menatap lekat wajah putrinya itu.Mira menggeleng pelan. Dia tidak tega memberi tahu mereka soal dirinya yang baru saja di PHK.“Jangan bohong,” sela Suswanto cepat. “Papa tahu dari raut wajahmu, Mir. Ceritakan pada kami apa yang terjadi.”Mira menghela napas panjang. “Se-sebenarnya…aku baru saja dipecat dari Bahagia Mart.”Suswanto dan Arianti pun saling bertukar pandang.“Aku…enggak punya pekerjaan lagi…” Mira berujar dengan putus asa.“Sudahlah, Mir. Kamu tidak perlu bekerja sekarang,” tukas Suswanto lagi.“Tapi Pa, aku butuh biaya untuk kehidupan Kiran. Uang
Read more
39 - Kecurigaan Rika
Pagi itu, langit biru nampak membentang dengan cerah di atas sana. Udara yang masih segar membuat Bima jadi sedikit rileks.Mobil yang dilajukannya membelah jalan yang tidak terlalu padat. Di samping Bima, terlihat Rika yang sedang membenarkan riasannya berkali-kali. Sementara Lela duduk di jok belakang. Sesekali wanita setengah baya itu membenarkan posisi sanggulnya. Di samping Lela, menumpuk barang-barang seserahan yang akan diberikan ke Vania.“Aduh, Mas Bima! Yang bener dong nyetirnya,” keluh Rika saat polesan lipstiknya jadi berantakan begitu Bima tidak sengaja menghantam polisi tidur begitu saja.“Lagian kenapa dari tadi kamu dandan melulu sih?” Komentar Bima sambil memperhatikan jalan.“Aku kan harus tampil menawan di depan calon besan kita, Mas. Apalagi Mbak Vania datang dari keluarga terpandang. Jadi, aku enggak boleh tampil malu-maluin,” balas Rika masih menatap kaca kecil yang dibawanya.“Apa kamu sebelumnya sudah pernah ketemu dengan keluarganya Vania?” Tanya Lela penasar
Read more
40 - Hidup Baru Mira
Peluh keringat membasahi sekujur tubuh Mira. Langkahnya nampak tertatih, namun sekuat tenaga perempuan itu terus memaksa dirinya untuk bergerak, mengikuti lajur treadmill yang kini dalam mode menanjak.“Ayo, Mir. Kamu bisa!” Bella menyemangati sahabatnya itu. “Lima menit lagi selesai.”“Ya, aku pasti bisa,” gumam Mira dengan napas tersengal–walaupun sebenarnya dia ingin pingsan.“Cukup,” suara pelatih pribadi Mira itu terdengar dari balik punggungnya. “Sekarang kamu bisa istirahat dua menit, lalu kita lanjut latihan angkat beban.”“Coach, saya rasa latihannya cukup sampai di sini saja,” balas Mira. Dadanya naik turun karena kekurangan oksigen. Sementara Bella menjulurkan botol minum ke arah Mira. Jujur, Bella takut kalau tiba-tiba Mira pingsan.“Hey, itu baru pemanasan,” balas pelatih berbadan kekar itu. “Ta-tapi saya enggak kuat, Coach. Rasanya saya pengin pingsan,” Mira terbata sambil mengusap keringat di dahinya. Dia tidak menyangka latihan perdananya ini terasa seperti latihan mi
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status