All Chapters of POLIGRAF: Chapter 31 - Chapter 40
171 Chapters
Muncul
Atmosfer ruang interogasi yang tidak pernah terasa menyenangkan semakin menyesakkan usai Sakil bertanya dengan nada meremehkan pada Ibad yang kebingungan harus memberikan jawaban apa agar Sakil tidak punya alasan untuk menjelek-jelekkan timnya, hal yang Ibad tahu pasti selalu ingin dilakukan oleh Sakil tiap kali menjumpai kesempatan. Di hadapan kedua orang itu, Fatih yang terborgol menanti dengan tegang. Sangat menyadari bahwa dua manusia yang sedang berinteraksi itu tidak memiliki hubungan yang bisa dikatakan baik. Fatih menganggap hal itu wajar saja karena siapa juga yang sudi berteman akrab dengan polisi tengik berwajah sadis yang mengenakan jaket bomber yang entah berapa hari belum diganti-ganti itu? Sebab itu, ia diam-diam mendukung agar Ibad juga ikut menginterogasinya. Setidaknya kehadiran Ibad bisa menetralisir aura menyeramkan yang menguar begitu Sakil memulai pertanyaan yang dirancang untuk menyudutkanya itu. Mungkin Ibad juga bisa berperan sebagai pawang yang mampu menge
Read more
Wawancara
Begitu mendengar jawaban Kala yang mengejutkan, Kila dan Pita serempak menoleh ke arah Tita yang nyengir. Kila berusaha mengingat-ingat, mungkin wajah Tita terkubur cukup dalam di lokus otaknya sehingga ia tak kunjung ingat dan tidak berniat mencoba lagi. Ia bisa mengandalkan ingatan Kala karena ia tahu adiknya adalah pengingat yang mumpuni. Kalau Kala yang bilang mereka pernah bertemu sebelumnya berarti itu benar-benar terjadi. Pita sendiri menghadiahkan Tita tatapan kagum sekaligus kesal karena Tita tidak pernah menceritakan kejadian itu kepadanya. Atau pernah tapi ia lupa? “Hehehe. Gue nggak nyangka bisa ketemu lo lagi, Ka. Lo emang nggak bisa jauh dari kasus, ya. Kemarin kasus di kampus, sekarang kasus pembunuhan. Nanti kasus apa lagi?” Kala tersenyum kecut saja menerimanya, entah Tita sedang menyindirnya atau justru salut Kala sudah tak tahu. “Wajar aja sih menurut gue kalo Kala sering ketemu kasus, dia kan kuliah di Hukum. Usai kuliah kan pasti berkutat dengan kasus-kasus. A
Read more
Makan Malam
Jika di pertemuan sebelumnya suasana ruang makan privat itu dibungkus ketegangan, kali ini kondisi hati orang-orang yang tengah menikmati makan malam lezat itu secerah tanaman yang menjaga ruangan dan seriang ikan hias yang mondar-mandir di kolamnya. Meskipun jika diamati lebih saksama, manusia berkulit putih dan berhidung sedikit mancung dengan perut agak buncitnya yang menonjol tidak kelihatan segembira koleganya, pria yang sudah berusia 50-an tahun namun masih nampak gagah itu. Bila Profesor Gani menyantap makan malamnya dengan semangat sambil berkeringat dan mendesis-desis karena sambal pelengkap ayam gorengnya terlalu pedas untuk lidahnya, AKBP Neco justru menatap gelisah rendang yang teronggok di depannya. Ia tidak bisa menikmati makan malamnya selahap Profesor Gani karena sedang sibuk mereka ulang kejadian kemarin dalam kepalanya. Pertama, Kila yang sepertinya tahu tentang pertemuan rahasianya dengan Profesor Gani. Yang kedua dan lebih mengejutkan, kelihatannya Fatih juga ta
Read more
Di Pemakaman
Tempat itu senyap. Sangat cocok digunakan sebagai lokasi peristirahatan terakhir. Tak ada suara kendaraan yang kebisingannya mampu membangkitkan jenazah yang terganggu dari tidurnya. Tak ada tangis dan tawa anak-anak yang bisa mengingatkan tubuh yang terbaring pada keluarganya yang sudah ditinggalkan. Juga tak ada celoteh atau bisik-bisik tentang apapun yang mengusik kedamaian mayat yang bersemayam.Yang menemani para mantan manusia dalam kubur mereka masing-masing hanyalah angin yang setia menampar daun-daun pohon kamboja berbunga putih dan merah muda, kaok burung yang kadang-kadang melintas di langit di atas mereka, dan sayup-sayup bunyi air laut yang tak bisa bosan memeluk pantai. Dan khusus pada saat ini, mereka dikawal oleh seorang wanita cantik berambut layer sebahu yang tengah berjongkok di sebuah makam yang baru berumur kurang lebih dua minggu.Neta tak pernah mengira akan secepat ini mengunjungi makam orang yang telah dibunuhnya. Ia selalu berpikir, setelah Lavi berhasil
Read more
Menjenguk
“Bagaimana keadaanmu di sini, Nak? Kamu baik-baik saja, kan? Nggak ada yang jahat sama kamu, kan?” Fatih ingin sekali menjawab “ada” pada pertanyaan ibunya yang terakhir, tapi ia tidak ingin ibunya bereaksi mengerikan terhadap jawabannya. Fatih tidak bisa terima kalau ibunya akan bertindak lebih beringas, seperti misalnya menggigit, kali ini bukan tangan tapi telinga, AKBP Neco dan Sakil hingga putus sehingga ibunya juga berakhir di penjara jika Fatih terlalu cengeng mengadu pada ibunya tentang perlakuan kedua oknum itu kepadanya. Sebab itu, Fatih hanya bisa tersenyum menenangkan dan menggelengkan kepala untuk membalas ucapan ibunya. Ibu Fatih, emak-emak yang rajin berolahraga dan senantiasa berpenampilan fashionable itu menggenggam tangan anaknya, terenyuh melihat keadaan putranya. Baginya, baju tahanan berwarna coklat muda itu sama sekali tidak cocok dikenakan oleh Fatih. Ruangan besuk dengan beberapa pasang meja dan bangku dengan lampu besar yang bertengger dengan angkuh di lang
Read more
Nostalgia
Tita memandang berkeliling. Tidak ada yang berubah sejak ia meninggalkan kampus ini dua tahun yang lalu. Kafetaria kampus tempatnya bersemayam sekarang masih tetap menjadi tempat yang paling ramai di seantero Universitas Ryha. Susunan meja dan bangkunya masih begitu-begitu saja karena pihak kafetaria tidak mau atau terlalu malas mendekor ulang. Tidak ada penambahan pedagang yang berjejeran bercokol di salah satu sisi kafetaria. Tita tersenyum sekaligus kasihan melihat Mang Ujang, pedagang yang paling sering Tita beli dagangannya, kewalahan melayani pesanan pembeli yang berebutan bicara di dekatnya.Tidak ingin menambah keributan di sekitar pendengaran Mang Ujang, Tita memutuskan untuk belakangan saja memesan seporsi bakso favoritnya, nanti saja ketika gerombolan yang kelaparan itu menyingkir dan Mang Ujang bisa bernapas dengan lebih lega.Menatap berkeliling lagi, kali ini Tita tidak sedang mengamati kafetaria yang begitu-begitu saja, tapi tengah menjelajahi ruangan deng
Read more
Laporan
“Sakil bertanya apa Fatih pernah diinterogasi sebelumnya oleh Pak Neco?” Ibad mengangguk. Ia baru saja selesai melaporkan pelaksanaan tugas pertama dalam rangka menjadi mata-mata Kila di kepolisian, mulai dari pertanyaan yang diajukan Sakil di runag interogasi, respons Fatih, bagaimana Ibad berlari ke ruang interogasi untuk mencegah Fatih menciptakan masalah, Sakil yang merasa interogasinya diganggu, kemunculan AKBP Neco yang dramatis, provokasinya terhadap Fatih, dan jawaban Fatih yang mencengangkan sampai AKBP Neco tiba-tiba kehilangan kemampuan merangkai kata. Kila memanyun-manyunkan bibirnya, menelaah kisah yang disampaikan Ibad. Perkiraan Ibad bahwa Sakil mempunyai laporan interogasi yang tidak pernah dilakukan alias palsu kemungkinan benar. Untuk membuat Fatih sebagai pelakunya, AKBP Neco mengarang laporan interogasi kemudian diberikan kepada Sakil sebagai pedoman untuk menginterogasi Fatih agar ia mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. “Jadi,
Read more
Perang Beku
Profesor Gani baru saja memasuki halaman rumahnya, melewati pria tua yang diberinya jabatan sebagai pengurus taman yang membungkuk-bungkukkan badannya di samping pagar dan memarkirkan mobil dengan wajah sumringah. Ia telah melewati satu lagi hari yang menyenangkan, damai tanpa gangguan yang diciptakan oleh anak yang sudah beberapa hari tak dilihatnya, baik di kampus ataupun di rumah.Tapi Profesor Gani sama sekali tak mengkhawatirkan hal itu. Tak terlihatnya Neta di manapun hanya berarti satu hal: Neta sedang menghindarinya. Dan orang yang tidak ingin melihat apalagi berbicara kepadanya bukan masalah bagi Profesor Gani. Sepanjang Neta tidak memproduksi masalah yang bisa merongrong reputasinya, Profesor Gani tak akan peduli keberadaannya.Ia kemudian memasuki pintu utama rumahnya, melewati ruang tamu yang tampak mewah dengan sofa hitam putih seharga belasan juta, melewati ruang keluarga tempat istrinya, wanita memukau itu, sedang asyik membaca majalah ditemani oleh televi
Read more
Kamar Lavi
"Ibu tinggal dulu ya, mau ganti baju sekaligus siapkan makanan. Nak Neta istirahat saja, kan capek sudah menyetir. Ibu sama Bapak juga mau ucapkan terima kasih karena sudah diantar pulang.”Tidak sanggup mengatakan apapun, Neta hanya bisa mengangguk. Setelah menangis sampai nyaris lupa diri di makam Lavi, tepatnya di pelukan orang tua Lavi yang menganggap Neta histeris karena begitu kehilangan, Neta tidak mampu menolak ketika mereka mengajak, lebih tepat dikatakan memaksa Neta berkunjung ke rumah mereka. Karena tidak bisa berbohong tentang tanggal pasti akan datang, padahal sudah bertekad tidak akan muncul lagi, Neta akhirnya menawarkan diri untuk mengantar orang tua Lavi pulang sekalian mampir. Tawaran yang diterima mereka dengan senang hati.“Kalau Nak Neta mau tidur, bisa gunakan kamarnya Lavi karena lagi kosong.”Kepala ibu Lavi tiba-tiba terlihat di di sekat antara ruang tamu dan ruang keluarga, membuat Neta sempat terlonjak karena kaget. Ia pun mengangguk lagi
Read more
Serangan
Terjerembab ke lantai dengan perut lebih dulu karena dorongan mendadak yang tak pernah diduga sebelumnya, AKBP Neco baru akan bangkit guna mencerna keadaan dan mencari tahu apa yang menimpanya ketika serangan lain datang tanpa sopan santun: sesosok tubuh menindih punggungnya menggunakan satu lutut dan sebuah mulut menggigit lengan kirinya yang tertarik menyakitkan ke belakang dengan niat yang tidak ditutup-tutupi untuk mengoyaknya. Ia tidak tahu siapa yang telah lancang memperlakukannya seperti ini atau alasan sinting apa yang mendasari pelakunya, tapi ia harus secepatnya melepaskan diri sebelum kulit lengannya putus dan menampakkan dagingnya yang berlemak.Sakil yang tidak kalah terkejutnya menyaksikan peristiwa mencengangkan yang dialami atasannya bereaksi cepat dengan menahan tubuh wanita yang hampir berusia setengah baya itu agar tidak melakukan hal yang lebih brutal kepada AKBP Neco, menginjak punggungnya dengan sepatu berhak tinggi dan kecil yang dikenakan wanita itu mi
Read more
PREV
123456
...
18
DMCA.com Protection Status