All Chapters of DINODAI SUAMI SENDIRI: Chapter 91 - Chapter 100
106 Chapters
Part91
Pagi ini, kami berangkat bareng ke kantor lagi. Sudah lama rasanya nggak berduaan seperti ini sama Zein. Kangen juga sih, menikmati suasana yang begitu romantis, walaupun hanya sekedar pencitraan di depan orang-orang. Tidak lupa, kupeluk mesra lengan kekar, Zein saat keluar dari mobil. Kulihat Bino sudah nungguin kami di depan pintu utama. Ngapain lagi tuh pagi-pagi udah nyampek sini. Apa dia pengen curhat yang ujung-ujungnya minjem uang lagi ya? "Ngapain lagi Bin, kamu kesini? Sorry, ye. Hari ini aku lagi nggak mood deh mau dengerin curhatan kamu." Aku langsung aja tu de poin sama Bino. Udah ketebak, sih dari raut wajahnya yang awut-awutan gitu. Pasti curhat tuh.... "Yah, galak amat sih, Yas. Santai aja napa?"Gimana mau santai, baru aja terlepas dari masalah, masalah baru udah nungguin. "Udah, Bin. Nggak usah basa basi deh, langsung aja ke intinya. Soalnya lagi badmood, nih." Aku beralasan. Padahal sebenarnya lagi seneng, sih. Kan sudah baikan sama Zein.Tapi lagi pengen sendiri
Read more
Part92
"Bu... bukan begitu, Buk." Dia terlihat semakin salah tingkah. Gugup. Mencurigakan juga nih, anak. Mending aku jauh-jauhin aja deh, perempuan-perempuan calon pelakor ini dari Zein. Soalnya, kalau disini terus, aku nggak bisa ngawasin Zein setiap saat. Mending Zein aku suruh pindah ke ruangan aku aja. Biar Zein nggak bisa macem-macem. "Zein, mulai besok kamu pindah keruangan aku aja ya!""Loh, kok gitu, Yas?" tanyanya heran. Yang lain juga sama terkejutnya menatap kami."Iya, kamu kan Bos di sini. Jadi, mulai besok kamu bantuin aku aja, di ruangan aku.""Ya, udah kalo kamu maunya begitu, sayang." Zein langsung menurut. Fixs, masalah selesai. Jadi aku bisa pantau Zein setiap saat. *******Beberapa bulan kemudian.... "Huwek... huwek...." Aku mengeluarkan semua isi perut melalui tenggorokanku. Sakit sekali rasanya. Mana mendadak pusing. "Kamu nggak papa, Yas?" Zein yang baru bangun, langsung menyusul ke kamar mandi yang sengaja tidak ku kunci. "Nggak tau nih, Z
Read more
Part93
Keramas lagi...keramas lagi. Emang ya si Zein itu, salut banget aku liatnya. Tekadnya itu lho kuat banget, walaupun sudah berkali-kali gagal namun nggak pernah putus asa, apalagi sampe nyerah gitu. Ini aja sampe dobel-dobel loh serangannya. Pokoknya, ampun-ampun deh menghadapinnya. "Zein, bangun dong. Katanya mau ngajakin aku ke dokter!"Aku duduk di dekatnya, dan menepuk-nepuk bahu Zein yang masih terlungkup lemas di tempat tidur. Pasti kecapean. Dia berbalik dan menatap ke arahku, yang masih pakai handuk karena sehabis keramas. "Bangun dong, Zein!" ucapku manja. "Ih, seksinya juragan istri," jawabnya mengulum senyum, manis lagi. "Dari dulu kan emang udah seksi loh, Zein.""Iya, tau.""Jadi, kok heran sih?""Abisnya, kamu menggoda banget.""Ya ampun, Zein. Sedari dulu kan, aku emang seksi dan menggoda, loh."Dia duduk dan langsung memeluk erat tubuhku. Eh, apa-apaan ini, pake acara meluk-meluk segala. "Bangun dong, Zein. Katanya mau ngantarin aku ke dokter, niat nggak, sih?" u
Read more
Part94
"Kamu udah sampe, Yas?" Sekar membuka pintu kliniknya. "Kamu baru buka, Kar?" tanyaku. "Sebenernya hari ini tutup, sih, Yas. Ada acara keluarga. Tapi karena kamu whatsapp tadi, ya udah, aku tungguin aja," sahutnya ramah. "Loh, kok gak bilang kamu tutup. Tau gitukan, aku cari klinik lain aja. Biar nggak ngerepotin.""Gak papa loh, Yas. Kok sungkan gitu. Kan aku udah janji kemarin-kemarin, kalau ada apa-apa jangan sungkan konsultasi sama aku."Aduh, bisa gawat nih, kalau Sekar sampai keceplosan, aku masang alat kontrasepsi di sini. Zein bisa salah paham lagi, dan bakalan ngamuk-ngamuk gak jelas. Terus dia bakalan ngambek, dan beralasan nggak mood untuk bepergian. Iyyuuuhhh... gagal piknik, dong. Kok jantungku jadi deg-degan gini, ya? "Oh, iya, Kar. Kenalin Ini, Zein suami aku."Sengaja aku kenalin Zein buat ngalihin pembicaraan Sekar. Entar takutnya malah merambat kemana-mana lagi. "Zein.""Sekar."Mereka saling berjabat tangan. Pake acara menabur senyum lagi. Bikin panas, deh.
Read more
Part95
Setelah memeriksa dan prosesi tanya jawab, akhirnya Sekar memutuskan bahwa aku positif hamil dan sedang mengandung dua minggu. Senang sekali rasanya mendapat kabar luar biasa seperti ini. "Selamat ya, Yas," ucap Sekar, seraya memelukku. "Selamat, Mas," ucapnya pada Zein yang sedang berdiri di sampingku sambil berjabat tangan. "Ih, Sekar. Tadi kan udah sih, jabat tangannya." protesku sewot. "Yang tadi kan perkenalan, Yas. Takut amat sih, suaminya di sentuh.""Woiya dong. Entar kalo Zein naksir sama kamu, gimana?"Dia masih saja terkekeh melihat tingkah lakuku. "Siap-siap loh Mas Zein, menghadapi sikap Tyas ini. Apalagi masa awal-awal kehamilan kek gini. Uhhh...Pasti ribet tuh," ucap Sekar pada Zein. Zein hanya tersenyum tipis. Tidak terlihat begitu antusias seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Histeris kek, loncat-loncat kek. Bukankah ini keinginannya yang paling penting? Kok malah manyun-manyun aja kek gitu. Kenapa lagi tuh? Iyyuh... membagongkan!"Loh, ada Tyas rupanya" Ryan
Read more
Part96
"Papi... Mami..., cucu Papi sama Mami datang nih." Aku nyelonong masuk, mencari-cari jejak keberadaan mereka. Kemana nih pagi-pagi begini, kok sepi buanget. Apa di kolam belakang, ya? "Loh, Tyas. Kok tumben pagi-pagi kesini?" ucap Mami kaget keluar dari kamar tidur. "Iya nih, kami mau pinjem mobil Papi buat piknik. Boleh?""Emang mau piknik kemana, pake mobil Papi?" Papi datang dari arah belakang. "Ini, loh Pi. Cucu Papi pengen berendam air panas ke puncak.""Loh, udah ada kabar baiknya, ya?" ucap Mami tersenyum, begitu juga dengan Papi. Pasti mereka senang mendengar kabar baik seperti ini. Kabar yang sudah lama mereka nanti-nantikan. "Kalo gitu, Papi juga ikut kalo mau berendam," ucap Papi. "Ya udah, ayuk sekalian," ajakku pada mereka. "Supnya udah masak Pi?" tanya Mami. "Mami masak sup?""Iya. Katanya Papi kepengen makan sup masakan Mami.""Wah, kebetulan itu Mi. Tyas minta ya, tadi juga belum sarapan." "Ya udah, makan. Ajak Zein sekalian.""Iya, Mi. Takut banget menantu
Read more
Part97
Tanpa terasa, usia kandunganku kini sudah beranjak delapan bulan. Sekar menyarankan agar aku rutin berolahraga, minimal tiga kali seminggu. Walaupun cuman jalan kaki aja. Zein begitu tekun menemaniku setiap hari, saat pagi-pagi sekali sebelum dia berangkat bekerja. Sedangkan aku sendiri, sudah jarang masuk kantor karena dilarang sama Zein. So sweet banget kan suamiku itu. "Zein, jalan kamu kok aneh sih?" tanyaku padanya saat dia sedang menemaniku jalan subuh. "Nggak tau nih. Dari kemarin begini terus, Yas," ucapnya gusar. "Lho, sakit kenapa? Kaya pengantin baru aja sih. Harusnya kan aku yang kek gitu," ledekku manja. Dia tersenyum, sembari menggenggam erat tanganku."Emang sejak kapan sakitnya, Zein? Kok nggak bilang-bilang sih?""Aku pikir cuman sebentar kok. Lagian, aku juga nggak ingin kamu banyak pikiran. Kasian anak kita nanti."Hem....so sweet banget sih. "Makanya, periksa ke dokter dong, Zein. Kalau penyakitnya serius, gimana?" ucapku, sambil mengelus-elus perutku yang se
Read more
Part98
"Eh, jangan. Entar kalo jatuh gimana?" tolaknya. "Makanya hati-hati dong, Zein.""Ya udah deh, tapi pelan-pelan aja, ya." Dia menundukkan tubuhnya dan segera mengangkat ku dalam gendongannya. Membuat aku senyum-senyum sendiri. Teringat kembali akan kenangan masa lalu, saat Zein memaksa menodaiku untuk yang pertama kali. Betapa gagah dan romantisnya Zein kala itu, sampai-sampai membuat bulu mataku merinding disko. So sweet banget, kan? "Zein, entar kalo sudah pulang kantor, langsung balik ke rumah ya! jangan singgah -singgah lagi di jalan," ucapku saat sedang menikmati sarapan di meja makan. "Iya, bawel.""Awas kalo ketauan singgah-singgah, apalagi nekat jajan di luar.""Iya, sayang.""Good.". "Hati-hati Zein, mengemudinya! Jangan kebut-kebutan ya!" Pesanku pada Zein, sebelum dia berangkat. "Iya, iya." Ih, nurut banget sama istri. Makin gumush deh liatnya. Setelah Zein pergi, aku rebahan di tempat tidur sambil chatingan bareng trio ember. Ya, walaupun sudah jarang ketemu lang
Read more
Part99
"Jadi, keadaannya gimana?" tanyaku cemas. "Lagi diperiksa, Yas. Tadi setelah masuk IGD, petugas minta surat-surat buat administrasi. Aku kurang ngerti juga, surat apa. Terus mereka juga nanya keluarganya yang mana? Makanya aku nyusul kamu ke sini.""Kenapa nggak nelpon aku aja, Bin? Kan aku bisa langsung ke sana.""Nggak berani lah, Yas. Bukannya kamu tinggal sendirian di rumah? Kalau tiba-tiba pingsan gimana?"Iya juga sih. Tumben si Bino pikirannya lurus. "Jadi, yang jagain Zein di sana, siapa?" tanyaku cemas. "Ada Silvi. Tadi aku minta tolong sama dia, juga. Sekalian bareng ke rumah sakit."What? Dasar sontoloyo. Emang teman nggak punya akhlak ini si Bino ya. Badanku makin lemas setelah mendengar nama Silvi. Pasti nangis-nangis tuh, sambil meluk-meluk. Merasa menyesal karena belum sempat menyatakan rasa cintanya pada Zein. Iyyuhhh... Sok dramatis banget deh kisahnya. Aku duduk di sofa ruang tamu setelah di papah oleh Bino. Sekujur tubuhku terasa lemah dan berat. Pikiranku mel
Read more
Part100
"Kamu kok tau aku ada disini?""Maaf, Zein. Aku tadi yang jemput, Tyas," ucap Bino merasa bersalah. "Emang kenapa kalo aku datang kesini? Kamu nggak suka karena udah ada Silvi yang nemenin?" ucapku meradang. Tentu aja setelah Silvi keluar dari ruangan ini saat melihat kedatangan kami tadi. Pasti tadi abis ngelus-ngelus si Zein, tuh. Waktu di jalan tadi, Bino juga sudah bilang kalau Zein berpesan jangan memberi tahu tentang keadaannya padaku. Dia sangat khawatir, takut terjadi sesuatu padaku dan juga kandunganku.Disaat sakit pun, Zein masih aja selalu perhatian yang membuat diriku makin jatuh cinta sama dia. Aku jadi terharu deh dibuatnya. Aku kan baperan orangnya. "Keadaannya, gimana, Zein?" tanya Mami. "Kata Dokter harus operasi, Mi. Tapi nunggu persetujuan dari pihak keluarga.""Kok pake operasi segala? Emang separah apa?""Katanya penyumbatan pembuluh darah, Mi." Lututku ikut bergetar mendengar kata operasi. "Bahaya, nggak tuh?" tanyaku panik. Air mataku mengalir begitu aja
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status