All Chapters of NODA: Chapter 141 - Chapter 150
197 Chapters
141. Cinta tak berlogika
Tutup mata, cukup menatap ke arahku saja. Tutup telinga, dan cukup mendengar kata manisku saja. Itu yang selalu aku katakan pada Anyelir selama ini. Bahkan hingga detik di mana kami berjalan bersama menuju ke ruang acara, hanya itu-itu saja yang aku bisikkan pada cinta pertamaku yang terlihat begitu gugup.Para tamu sudah memadati ballroom hotel, aku dan Anyelir masuk paling akhir. Kuberikan lenganku padanya untuk dia genggam lalu melangkahkan kami menuju pelaminan yang sudah disiapkan dengan begitu indahnya. Perpaduan warna putih dan gold dilengkapi bunga-bunga memanjakan mata setiap orang yang melihat, tampak sangat elegan. Selera Mama memang tak jauh-jauh dari kedua warna tersebut. Banyak tamu yang datang, mulai dari kolega Papa hingga perwakilan dari Jakarta. Berapa dokter dan staf rumah sakit pun tampak sudah ada di sana, dan juga beberapa karyawan bank tempat Anyelir bekerja ikut serta, meski hanya ada beberapa orang saja sebagai perwakilan, kami sudah merasa sangat senang.Ka
Read more
142. Cinta tak berlogika 2
Dengan napas terengah aku pun sampai pada Nizam. "Nizam! Maaf ini anak saya," sahutku begitu aku sampai, kemudian kubawa Nizam ke dalam gendongan. Tak kuhiraukan lelaki itu, aku hanya fokus pada anakku dan memastikan dia baik-baik saja."Daddy." Mata jernih itu tampak mengamatiku, pangling karena penampilanku berubah. Mungkin."Iya, ini Daddy. Mamay nya mana, Nak?" Dia memelukku, aku pun membalasnya."Hei, Mamay mana?""Mamay ...." Nizam menunjuk ke arah di mana Mayang terlihat sendang berjalan menuju ke arah kami. Kemudian aku pun akhirnya menoleh ke arah pria di hadapanku sambil menunggu Mayang tiba."Loh, Ervan?" tanyaku kaget begitu kulihat yang berdiri di hadapanku adalah sahabatku sendiri.Ia tersenyum. "Iya, ini aku, nggak usah parno. Mana mungkin aku jahatin anak kamu.""Sorry, aku kira orang asing. Sorry, ya," ucapku sungkan."Jadi, ini anak kamu? Maksudku anak istrimu?" tanyanya, meralat ucapannya sendiri."Hem. Ganteng, kan? Nggak beda jauh dariku?" ucapku seraya mengangkat
Read more
143. Cinta lebih kental dari pada darah
POV AnyelirTepukan di pinggang secara berulang membuatku tersadar bahwa dia sedang dilanda cemburu pada Ervan, sahabatnya. Ya, aku sudah sangat hafal betul saat dia cemburu. Tak banyak bicara, terlihat biasa saja, tapi jika dibiarkan bisa membahayakan sang lawan.Acara selesai, sebuah mobil sudah siap di depan hotel, mobil yang diberi hiasan bunga dan pita di bagian depannya itu, Mama dan Papa menyuruh kami untuk segera masuk ke dalamnya. Seperti anak ayam yang mengikuti ke mana saja induknya pergi. Begitu juga lah kami sekarang, hanya bisa menurut saja tanpa pemberontakan."Ma, Nizam-nya gimana?" Pertanyaan yang terus mengganggu dan mengganjal sejak pagi tadi, akhirnya aku utarakan pada Mama yang masih berdiri di sebelah mobil begitu aku duduk di jok belakang, jendela masih terbuka lebar sehingga aku bisa melihat Mama yang mencoba untuk merunduk menyamaiku. Sesekali Kutonggokkan kepala ke luar mencari keberadaan Nizam."Sudah, nggak usah khawatir, Mama sama Papa yang akan jaga. Lag
Read more
144. Cinta lebih kental dari pada darah 2
Mataku melebar, cepat aku merampasnya."Nggak perlu ditenteng-tenteng juga juga kali," protesku kemudian memasukkannya kembali ke dalam lemari."Pake aja ini, biar nggak masuk angin." Diulurkannya padaku sebuah kemeja pria warna putih dengan lengan panjang.Aku pun meraihnya kemudian masuk ke kamar mandi untuk mengganti pakaian dan membersihkan riasan."Mandi, terus tidur, sudah malam." Dia berucap kemudian melenggang keluar menuju kolam renang.Sesaat aku menghentikan langkah. Ada rasa berdenyut di dalam sini, tidur? Apa dia lupa atau pura-pura lupa atas kesediaanku semalam? Aku berbalik, ingin bertanya, namun dia terus berlalu. Menutup pintu kaca besar itu, seolah sendang membuat jarak diantara kami. "Ah, mungkin yang dimaksud tidur itu ...." Tiba-tiba pipiku memanas, aku tersipu entah pada siapa? Pada pikiranku sendiri mungkin. Kamar mandi yang berukuran cukup besar dengan taburan kelopak bunga mawar merah di lantai dan di berbagai sudut ruangan menyapa indera penglihatan, kemudi
Read more
145. Tak ada bercaknya
POV MegantaraNiatku untuk melupakan pikiran-pikiran kotor setiap melihat Anyelir dengan berenang malam justru menciptakan jarak yang membentang diantara kami. Dan sialnya, dia justru terlihat semakin seksi dengan kemeja kebesaran yang kuberikan. Kaki telanjangnya terlihat begitu indah dan jenjang, kemeja di atas lutut yang ia kenakan menambah hasrat di dalam sini semakin menggila.Desir halus terus meraja begitu kulihat leher jenjang dengan rambut yang diikat ke atas. Terlebih saat kutatap sorot mata itu, sorot mata yang mengisyaratkan bahwa dia menginginkan sesuatu yang lebih. Namun, rasa takut untuk membuatnya kembali harus terjerembab dan jatuh lebih dalam pada jurang trauma juga begitu mendominasi, ingin ku menahan diri justru membuatku melihat luka dalam sorot mata sendu itu. Ya, aku dapat melihat dari dinding kaca yang menghubungkan kamar dengan kolam renang bahwa di dalam sana dia sedang berusaha menata hatinya yang tersakiti oleh perkataanku. Aku tahu, dia sedang marah atau b
Read more
146. Tak ada Bercaknya 2
"Maksudku ....""Maaf, karena suntik itu ....""Nggak papa, it's okey. Aku hanya becanda. Jangan murung gitu, dong. Kita urus Nizam dulu, ya. Mama pasti ngerti, kok," ucapku mengusap punggung tangannya.Hening."Mas Daddy," panggilnya, terlihat kegundahan di wajah yang sedikit menunduk itu."Ya, kenapa?" jawabku dengan nada rendah.Hening."Kenapa?" ulangku setengah membungkuk.Ia masih bergeming, seperti ada yang mengganggu pikiran dan ingin dia tumpahkan, namun ragu."Sayang?" ulangku lagi, mencoba menatap kedua netra yang menunduk semakin dalam lalu kugenggam erat tangannya di atas meja."Apa kau bahagia ... semalam? Apa kau tidak kecewa?" tanyanya setelah sekian menit diam.Dahiku mengernyit, mencoba mencerna apa yang sesungguhnya ingin dia tanyakan."Jawab ... lah," desaknya."Apanya?!" "Yang semalam.""Iya semalam apanya, Anye, Sayaaang?!" "Nggak ada ... bercaknya," jawabnya dengan nada sangat pelan hampir tak terdengar.Aku tersentak dan punggung akhirnya kuhempaskan pada san
Read more
147. Over Protektif
Sudah dua hari kami berada di villa Papa, menikmati liburan yang begitu-begitu saja, menurutku. Hanya yang berbeda kali ini adalah dengan siapanya saja, jika biasanya aku berlibur dengan keluarga Reinendra, dulu, dan yang paling sering adalah bersama teman seprofesi tanpa pasangan terutama aku. Berbeda dengan sekarang, aku bersama wanitaku, milikku, bisa dibilang target operasi yang bertahun-tahun baru bisa aku dapatkan. Lucu kalau mengingat betapa beratnya perjuanganku, tapi menyenangkan.Meski kebahagiaan menyelimuti hatiku saat ini namun semua tak bisa membuatku melupakan segala sesuatu tentang Nizam dan Ervan. Hanya tak mungkin mengatakan pada Anyelir tentang apa yang mengganggu pikiran. Dia tidak akan mengerti untuk saat ini.Kami menikmati pemandangan pantai yang berada tidak jauh dari villa, duduk berdua di tepinya sore ini, menunggu matahari terbenam yang akan tiba sebentar lagi. Anyelir meletakkan kepalanya di bahuku dengan tangan yang melingkar di lengan, sungguh saat-saa
Read more
148. Over Protektif 2
"Keputusanku untuk segera pulang sepertinya memang sangat tepat," gerutuku tak sabar. "Jangan emosi, mungkin hanya kebetulan," ujar Anyelir menenangkan.Gegas aku turun bersama Anyelir. Kututup pintu dengan kasar agar mereka tahu ada yang datang. Karena tampaknya mereka terlalu asyik bermain bersama. Hingga tak mendengar suara deru mobil yang datang."Megan, Anyelir?!" Mama menyadari kedatangan kami, begitu juga dengan Ervan yang terlihat akrab dengan Nizam duduk di bawah bermain puzzle. Sepertinya."Nizam," panggil Anyelir pada dengan suara keras. Nizam menoleh ke arah kami kemudian dia langsung bangkit dan berlari menyerukan nama 'Daddy' tentunya."Haduh ... dapat hadiah apa ya nanti malam?" sindirku pada wanita yang saat ini merengut di sampingku."Daddy." Dengan manja Nizam bergelayut di kakiku seperti biasa, cepat kuraih tubuh mungil itu dalam gendongan setelah kukedipkan satu mata pada Anyelir, sebagai sindiran bahwa aku lah pemenangnya."Wuih ... anak Daddy, lagi main apa?
Read more
149. Keputusan Megan
"Megan, janji kamu di Bali satu minggu." Mama mengikuti langkah yang kupercepat."Itu kemarin, Ma. Ma, kalau Megan nggak pulang hari ini, Nizam pasti sudah ... ah, sudahlah." Aku marah entah karena apa."Sudah apa? Mama salah apa, Megan?"Pyar! Suara benda pecah terdengar dari lantai atas. Aku dan Mama mendongak ke arah suara. Keterkejutan juga terjadi pada Anyelir yang terlihat sedang menemani Nizam di ruang tengah."Papa!" teriak Mama kemudian berlari menapaki anak tangga, panik."Papa?!" Aku dan Anyelir saling pandang. Dengan cepat Anyelir meraih Nizam dan ikut berlari, kami mengikuti Mama menuju lantai atas.Kubuka pintu yang belum tertutup sempurna kemudian masuk ke dalam kamar. "Papa," teriakku lalu bergegas menghampiri Mama yang sedang berusaha memapah Papa naik ke tempat tidur. "Papa kenapa, Ma?" tanyaku begitu Papa sudah berbaring di tempat tidur. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi sekujur tubuh, napasnya pun terlihat tidak beraturan. "Tekanan darahnya naik, tapi kad
Read more
150. Keputusan Megan 2
"Megan!" sentak Papa dan aku masih bertahan dengan ponsel yang masih aku genggam di telinga."Saya ke sana, urusan kantor sementara langsung ke saya saja. Pihak travel suruh tunggu," tutupku kemudian mematikan daya ponsel papa dan memasukkannya ke dalam laci. "Megan ...," lirih Mama tersenyum lebar, menatap Papa yang terlihat mematung. Mereka terperangah dengan apa keputusanku. Aku tahu. "Ke rumah sakit sama Pak Marwan, nanti Megan ke sana. Anye bisa minta tolong siapin pakaian? Aku mau menghubungi dokter Fahri sebentar."Istriku pun ikut termangu beberapa saat. Kemudian dengan cepat menganggukkan kepala dan bergegas keluar kamar membawa serta Nizam.Dengan setengah hati aku masuk ke dalam kamar, ada sedikit rasa gamang yang mengganggu pikiran. Kulihat kemeja beserta jas, dan jam tangan sudah ada di atas ranjang. Segera aku memakainya."Mau dasi warna apa? Biru atau hitam?" tanya Anyelir yang baru datang entah dari mana."Terserah saja." Dahinya mengerut."Ini cocok kayaknya."
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status