All Chapters of NODA: Chapter 151 - Chapter 160
197 Chapters
151. Mengagumkan
Ku putuskan untuk menggunakan sepeda motor agar lebih cepat sampai. Aku dikejar waktu. Rapat seharusnya sudah dimulai beberapa menit yang lalu dan aku baru keluar dari halaman.Kulajukan motor besar yang biasa aku gunakan saat berkumpul dengan teman-teman di Bali, motor itu melaju dengan kecepatan tinggi. Menerjang jalanan yang sudah mulai padat merayap. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit aku pun sampai di hotel. Pak Andi bergegas menyambutku dengan senyum sumringah begitu aku sampaidi parkiran. Kandang, aku diliputi rasa curiga akan Papa dan Pak Andi yang bersandiwara sedemikian rupa hanya untuk membuatku datang ke sini namun mengingat kondisi Papa di rumah tadi? Tak mungkin alat tes yang aku gunakan salah, itu milikku, berbeda jika Dokter Fahri yang melakukannya, bisa saja mereka bersekongkol dan bersandiwara. Pikiranku pun mulai sibuk menepis segala prasangka."Siang, Mas," sapa Pak Andi membungkukkan badan, hormat."Siang," jawabku tersenyum ramah setelah melepaskan hel
Read more
152. Mengagumkan 2
POV LUNAPertengakaranku dengan Mas Bian yang masih menyisakan luka membawaku sampai di Pulau Seribu Pura, Bali. Aku menerima tawaran tugas dinas luar kota untuk melakukan kerja sama travel dengan hotel berbintang di Bali. Meski Mas Bian melarang, aku tidak peduli. Bagiku ini adalah bayaran yang harus dia tebus karena apa yang dia lakukan sudah sangat keterlaluan. Di belakangku dia tetap menemui anak itu. Memberikan hak sebagai ayah untuk anak yang terlahir dari sebuah noda padahal aku sudah menegaskan untuk melupakan. Noda yang akhirnya mampu menodai pernikahan kami. Berkali-kali pertengkaran terjadi hanya karena anak itu. Namun, tetap anak itulah pemenang di hati Mas Bian. Hingga aku menemukan sebuah fakta yang melumpuhkan segala rasa dan keinginanku untuk hidup dengan keluarga yang utuh seperti pasangan lainnya. Puncaknya adalah satu minggu yang lalu saat aku datang ke kantor cabang yang dipegang olehnya saat ini. Dia dinyatakan mandul oleh tak hanya satu rumah sakit namun beb
Read more
153. Kopi pahit
POV LUNATravel Agent kami dipanggil paling akhir dan aku sebagai perwakilan segera maju memberikan presentasi sesuai yang sudah kami persiapkan sebelumnya. Mata tajam itu menatapku. Tatapan itu kurasakan begitu berbeda dari pada saat dia memperhatikan presentasi dari pihak travel Agent yang lain dan aku semakin dilanda kegugupan."Sekian pemaparan dari kami, mungkin ada yang belum jelas dan ingin ditanyakan?" tutupku di akhir presentasi."Keuntungan apa saja yang akan kami peroleh jika kami bekerja sama dengan pihak travel Anda, mengingat di sini pihak kami akan memberikan harga kamar di bawah harga biasanya untuk kalian dan kami pun masih akan memberikan pembagian dari hasil sewa kamar seperti yang tertulis dalam perjanjian? Pembayaran pun bisa dilunasi beberapa bulan. Lalu apa yang bisa kalian janjikan selain mendatangkan tamu dalam jumlah besar? Bukan begitu Pak Andi?" Suara bariton itu membuat seisi ruangan yang tadinya riuh seketika hening. Ia bertanya dan fokus menatap ke arahk
Read more
154. Kopi Pahit 2
Aku beranjak dari tempat duduk setelah kubuka laci dan kuambil salah satu jam tangan milik Papa pemberian dari kolega bisnisnya. Kemudian bergegas meninggalkan hotel. Cafe Seruni terletak tidak jauh dari hotel, sehingga hanya dalam waktu beberapa menit aku pun sampai di sana. Meja yang kutempati berada tidak begitu jauh dari pintu keluar dan setelah aku duduk seorang pelayan datang memberikan daftar menu. Kopi espresso menjadi pilihan seperti biasa. Kemudian aku kembali harus menunggu. Sendirian. Membosankan.Untuk menghilangkan rasa bosan aku pun teringat duo kesayangan yang berdiam diri di rumah dan aku menghubunginya. Anyelir dan Nizam, aku sudah sangat merindukan mereka meski baru sebentar saja aku pergi. Ya, rasa rinduku pada Nizam sebenarnya belum terobati. Panggilan terdengar sudah masuk namun tidak ada jawaban. Lagi, aku mengulangi panggilan setelah beberapa saat dan akhirnya terdengar suara dari seberang."Halo, Mas Daddy. Assalamualaikum," sapanya membuatku tersenyum b
Read more
155. Keadilan
POV AnyelirSore tadi, dia pulang, membawa es krim yang dia janjikan untuk Nizam. Kemudian selepas Maghrib berangkat ke rumah sakit untuk mengantar apa yang Mama pesan. Namun, di tengah kesibukan membuat susu untuk Nizam di dapur, suara deru motor yang aku kenal terdengar berhenti di depan rumah. Dan aku tahu itu pasti suamiku yang kembali dari rumah sakit. Dahiku mengernyit pertanyaan mulai bermunculan di kepala karena seharusnya dia menginap di rumah sakit menemani Mama dan Pak Marwan pulang. Itu Rancana sebelumnya. Lalu kenapa pulang lagi? Apa terjadi sesuatu? Dengan berbagai tanya yang masih menggantung disertai rasa khawatir akan terjadi hal buruk di rumah sakit akhirnya aku bergegas meninggalkan dapur dan meminta Bibi untuk menunggu air sampai mendidih. Dengan cepat aku membuka pintu yang terhubung langsung dengan garasi, sebab, saat kulihat dari jendela, sepeda motor sudah tidak ada di depan.Dengan cepat aku menghampirinya yang masih terlihat memarkirkan motor setelah mesi
Read more
156. Keadilan 2
Celoteh nizam yang terus bertanya ini dan itu menghiasi makan malam kami, terlihat Megan begitu lahap menyantap masakan yang memang khusus aku buat untuk Mama tadi siang saat Nizam tidur dan tidak ada kegiatan. Meski sibuk menelan, dia tetap menanggapi celoteh Nizam. Usai makan malam, nyatanya Nizam sudah memejamkan mata di pangkuan. Memang, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam seharusnya dua jam yang lalu Nizam sudah tidur. Tapi nyatanya dua botol susu tandas pun tidak membuatnya mengantuk.Megan bergegas membawanya ke kamar setalah mencuci tangan dan minum segelas air, sedangkan aku masih membereskan meja. Setelah semua beres dan bersih, aku pun menyusul dua lelakiku ke dalam kamar. Pintu kubuka perlahan agar tidak menimbulkan suara yang mengganggu tidur Nizam. Namun ada yang tak biasa di hadapanku saat ini. Kupercepat langkah saat kulihat Megan membungkuk di sebelah Nizam seperti sedang mengamati sesuatu, tepatnya dari kepala Nizam. Rasa khawatir mulai menyergap langkah pun s
Read more
157. COD atau Transfer?
"Tolong minta garam, Bi," pintaku pada Bibi yang membantuku memasak menu makan siang hari ini."Ini." Cepat Bibi meraihnya untukku."Maksiah. Kenapa senyum-senyum, Bi?" tanyaku begitu aku sadar, Bibi menatap dengan senyuman entah."Mbak Anye ini udah cantik, pinter masak lagi.""Bibi bisa aja. Dulu Ibu selalu cerewet kalau masalah masak memasak. Perempuan harus bisa masak. Katanya seenak-enaknya masakan restoran suami akan tetep suka masakan istri sendiri," terangku."Betul itu, Mbak.""Oh, ya, Bi, ini Bibi masukin kotak ya. Aku mau siapin Nizam dulu.""Den Nizam ikut to, Mbak?""Iya, dong.""Biar di rumah saja sama Bibi. Kalau ada ikan pasti anteng.""Jangan, Bi, nanti Megan marah lagi.""Di luar lebih nggak aman, Mbak. Nanti Bibi minta satpam untuk tidak terima tamu."Aku berpikir untuk sejenak. "Yaudah, tapi kalau ada apa-apa langsung telepon, ya." Akhirnya aku memutuskan, apa yang dikatakan Bibi ada benarnya.Ya, mendadak Pak Marwan yang baru datang dari rumah sakit tadi pagi, dem
Read more
158. COD atau transfer? 2
"Aku tidak ada perlu denganmu. Aku ada perlu dengan ....""Megantara? Kalau cuma bayar makanan beginian aku saja mampu, nggak usah cari CEO segala! Sini kasih ke aku, biar aku yang bawa ke dalam dan ini aku rasa cukup." Ia merampas papper bag dari tanganku milikku dengan kasar kemudian memberikan satu lembar uang kertas seratus ribuan dengan paksa kepadaku."Semoga catering kamu laris, Anye. Pergilah!" ucapnya menutup pintu masuk kembali ke dalam ruangan. Seketika hawa panas merasuki dada kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Kedua tangan pun mengepal sempurna."Luna! Kau akan tahu posisiku setelah pintu ini benar-benar aku buka, Luna!" Ponsel berdenting ketika tanganku sudah memegang handle pintu, terpaksa aku harus menunda dan mengangkat telepon dari Ibu.POV MegantaraBegitu marahnya aku karena masalah Nizam, file penting yang harus aku bawa pun tertinggal. Terpaksa, aku harus menyuruh Pak Marwan untuk mengantarnya karena Pak Andi hari ini harus mendampingiku untuk proses penanda
Read more
159. Prioritas di atas segalanya
Pintu dibuka secara kasar dan tiba-tiba, tentu kami bertiga sangat terkejut dan menoleh cepat ke arah pintu bersama-sama. Dahiku mengernyit, kemudian aku mencoba untuk membuka mata lebih lebar lagi, rasanya tak percaya saat melihat sosok Anyelir berdiri di depan pintu saat ini dan entah kenapa dia menatap nyalang ke arah kami."Anye?" gumamku setelah kupastikan bahwa itu benar-benar Anyelir dan bukan mimpi. "Yang mengantar berkasnya tadi, Mbak Anye, Mas." Pak Andi mengeluarkan suara dengan sedikit terbata. Aku tersentak kaget."Hah? Kenapa nggak bilang dan nggak disuruh masuk?" tanyaku sedikit kecewa lantas aku pun bangkit dari tempat duduk."Mbak Anye mau nunggu sampai meeting selesai katanya, Mas. Tadi sudah saya suruh masuk tapi nggak mau," terangnya. Aku pun membuang napas kasar lalu bergegas menghampiri dia yang juga terlihat sedang melangkah masuk. Tatapannya membuat nyaliku semakin menciut, berbagai tanya merasuk ke dalam pikiran. Dan pertanyaan 'Apa salahku?' adalah yan
Read more
160. Prioritas di atas segalanya 2
"Pak Andi, Anda dengar perintah saya.""Iya, Mas. Mbak mari keluar! Jangan melawan.""Jangan ganti orang, Pak. Bapak harus profesional, dong, ini masalah pribadi, kenapa disangkut pautkan sama pekerjaan? Mereka akan mempertanyakan kalau sampai Bapak minta ganti, Pak!" Luna bersi keras menjelaskan dengan berbagai alasan dengan amarahnya masih begitu terlihat. Ia terus maju dan Pak Andi mencoba menahan dengan mencekal tangannya. "Mau saya batalkan?!" ancamku pada akhirnya.Luna terdiam seketika, tak ada suara lagi yang keluar dari bibirnya."Ayo, Mbak keluar, dari pada saya panggil keamanan." Pak Andi membawa Luna dengan menarik tangannya sedikit kasar dan akhirnya Luna mau mengikuti Pak Andi, namun sorot matanya masih memperlihatkan sebuah dendam pada Anyelir yang saat ini juga menatapkuv marah. Setelah Pak Andi dan Luna pergi, Anyelir terlihat menghela napas kemudian melangkah lemah menuju pintu tanpa sepatah kata. "Mau ke mana?" tanyaku mencekal pergelangan tangannya. Aku tahu, da
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
20
DMCA.com Protection Status