All Chapters of Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!: Chapter 21 - Chapter 30
92 Chapters
Bab 21
PART : 16 "A-apa? Kamu nggak salah, Irwan?" "Nggak, Bu. Mereka 'lah yang saya ceritakan akan membeli kebun kita." "Nggak, nggak mungkin." Bu Rahma terduduk lemas. Bibir wanita itu meracau, sambil tangannya memegangi dahi. Dengan tersenyum miring, aku berjalan mendekati wanita yang tampak sangat terpukul itu. Siapa tahu dengan mendekatinya, ibunya Bang Arman itu semakin terpukul. Dalam hati aku tertawa jahat. "Memangnya sudah saling kenal ya?" tanya Irwan. "Tentu saja, Pak Irwan. Beliau ini adalah mantan mertuaku." "Mantan mertua? Bukannya besan Bu Rahma yang dulu itu cuma ...." Pak Irwan menggantung ucapannya. "Cuma petani miskin dan orang kampung?" Pak Irwan menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Hai, Bu. Kita ketemu lagi tapi dalam situasi dan keadaan yang berbeda." Wanita berambut sebahu itu melirik sedetik dengan sudut matanya, lalu membuang pandangannya kembali. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Mungkin malu, kesal atau ... Ah, entah lah! Tapi, aku benar-benar pu
Read more
Bab 22
Selesai makan, pembicaraan mulai mengarah ke topik negosiasi. Notaris dari pihak Bapak membuka suara dan menjelaskan isi dari surat. Ternyata Bapak sekalian mengurus balik nama kebun teh itu menjadi namaku. "Silakan Ibu menandatangani surat ini," ucap notaris pria itu. Ibu tampak ragu-ragu untuk meraih pulpen yang diberikan. Sejenak ia masih memainkan pulpen. Jelas sekali raut keberatan tergambar jelas di wajahnya. "Tolong segera ditanda tangani ya, Bu. Kami nggak punya banyak waktu untuk menunggu terlalu lama," cetusku mulai kesal. Ia melemparkan tatapan tajam ke arahku. "Jangan mentang-mentang kamu itu kaya dan bisa membeli kebun teh kami, terus kamu jadi sombong, Nia!" bentaknya dengan suara tinggi. "Tapi kenyataannya memang seperti itu 'kan, Bu? Wanita sombong seperti anda, yang dulu selalu menghina aku dan keluargaku, sekarang justru sudah berada di ujung kebangkrutan 'kan? Kami yang dulu selalu anda hina, justru kami yang membeli kebun teh anda. Terus, anda juga justru memi
Read more
BAB 23
POV AUTHOR Pak Wahyu menghela napas. "Ya iya 'lah, Dek. Masa kamu lupa." "Jadi tadi itu bukan mimpi?" "Bukan, Dek." Bu Rahma menjerit histeris lalu kembali tak sadarkan diri. Arman yang baru saja tiba di Lembang, berlari masuk karena mendengar suara teriakan histeris ibunya. "Bu, Ibu kenapa?" tanyanya panik melihat ibunya menangis sambil meremas rambut. "Arman, huhuhu ...." Bu Rahma menangis menghambur ke pelukan putra semata wayangnya. "Kamu kapan datang, Man?" "Baru saja, Bu." "Huhuhu ... Untung kamu datang, Nak. Ibu stres, Arman." "Stres kenapa, Bu?" "Kebun teh kita sudah terjual, Man. Dan kamu tahu siapa yang beli kebun kita?" "Siapa, Bu?" "Nia, Man. Huhuhu ...." Bu Rahma kembali menangis dan membenamkan wajahnya dalam pelukan Arman. "Nia? Nia mantan istriku, Bu?" Bu Rahma mengangguk. Pikiran Arman menerawang. Yang membeli kebun ibu itu adalah Nia. Ternyata Nia memang sangat kaya, sampai mampu membeli kebun teh seluas itu. Kenapa nggak dari dulu saja aku tahu kalau
Read more
BAB 24
"Jangan takut, Sayang. Ada ayah abim di sini." Pria berkulit putih itu memeluk Indah erat. "Indah, jangan takut. Ini ayah kamu, Nak," bujuk Arman berjalan mendekati Indah. Namun, cepat langkahnya dicegat oleh Kania. "Jangan dekati anakku, Bang. Dia ketakutan melihat kamu." "Tapi Indah itu anakku, Nia. Aku nggak terima anakku lebih dekat dengan orang lain. Dia bukan siapa-siapanya Indah." Arman bersikeras untuk mendekati anaknya. "Aku bilang jangan, Bang!" Kania menarik lengan Arman. Pandangannya tajam penuh kemarahan. Arman terkejut melihat ekspresi mantan istri yang dulu ia kenal polos, bo-doh dan penurut. Kini dalam netra bermanik hitam itu memancarkan sorot kebencian. "Aku bilang jangan dekati Indah. Kalau kamu nggak mau anak kamu dekat dengan orang lain, ke mana saja kamu? Bukannya kamu selama ini nggak pernah peduli sama dia." "Tapi aku--" "Pergi! Pergi dari sini sekarang juga!" "Nia--" "KE LUAR!" Arman terperangah karena dibentak oleh Kania. Ia benar-benar tidak mengen
Read more
Bab 25
Mobil yang membawaku, Indah dan Mas Abi ke bandara, terus menyusuri jalan kecil bebatuan yang di kiri kanan disuguhkan pemandangan sawah dan pegunungan. Meski jalanannya kecil, namun masih bisa dilalui kendaraan roda empat. "Mas, Mas, stop sebentar," pintaku pada sopir yang mengemudikan mobil rental kami, tepat di kebun teh milik Bapak. "Ada apa, Kania?" tanya Mas Abi bingung. "Nggak ada apa-apa, Mas. Aku cuma ingin melihat kebun teh sebentar." Kutarik handle pembuka pintu. Udara sejuk dan aroma daun teh menyapa kulit dan penciuman. Dulu di sini tempat pertama aku bertemu dengan Bang Arman. Waktu itu, aku tengah memetik daun teh, ketika seorang pria… POV RAHMA Hujan turun dengan cukup deras dan cahaya kilat terlihat dari jendela kecil pesawat. Suara pemberitahuan dari pramugari bahwa pesawat akan segera mendarat sudah terdengar. "Arman, Arman," panggilku pada Arman yang terlelap dengan menenggelamkan tubuhnya di dalam selimut. Putra keduaku itu menggeliat dan menoleh dengan mat
Read more
BAB 26
Cahaya matahari yang masuk dari celah korden memaksaku untuk membuka mata. Karena cahayanya cukup menyilaukan. Ternyata sudah jam sepuluh. Aku menggeliat di balik selimut. Kulihat Arman masih terlelap di ranjang berbeda. Segera kusambar handuk di gantungan. Kamar yang hanya menggunakan kipas angin ini sudah membuat tubuhku basah oleh keringat. Kubasuh tubuh di bawah kucuran air. Lebih baik setelah ini membangunkan Arman lalu mengajaknya sarapan. Setelah itu segera mencari keberadaan suami miskin tak tahu diri itu. Beruntung Arman tidak susah untuk dibangunkan. Mungkin karena dari pada telinganya panas mendengarkan omelanku. Dengan menggunakan taksi, aku menuju hotel sesuai yang diinformasikan. "Bu, pelan-pelan saja. Jangan terburu-buru begitu," tukas Arman. Tak kuacuhkan ucapan Arman. Tak sabar rasanya untuk memergoki Bang Wahyu dan gundiknya itu. Kalau memang mereka ketahuan selingkuh, maka bersiap-siap saja aku ten-dang mereka. Kebetulan pintu lift sedang terbuka, cepat aku m
Read more
BAB 27
(Masih) POV RAHMA"Diam kau, Pela-cur! Pelakor tak tahu malu!" Kutarik rambut itu sekuat mungkin dan mendorongnya hingga terjatuh.Seperti mendapat kekuatan yang entah dari mana, Rossa menendang perutku."Aduh, aawww!" Rasa sakit yang luar biasa membuatku langsung memegang perut dan jatuh berlutut. Tendangan Rossa cukup kuat sehingga mampu membuat aku seketika tak berdaya."Bu, Ibu!" teriak Arman berlari untuk menangkap tubuhku."Dek." Bang Wahyu hendak menghampiriku."Mas, sakiiit," erang Rossa manja, sehingga membuat Bang Wahyu berputar haluan menjadi menghampiri gadis itu."Kamu nggak apa-apa?" tanya lelaki yang sudah menikahiku selama lebih dari empat puluh tahun itu. Tapi pertanyaan itu bukan padaku, tapi pada gundiknya.Sia-lan! Dia malah memperhatikan wanita itu, bukan aku. Padahal aku adalah istri yang sudah menaikkan derajatnya dari seorang gembel menjadi seperti sekarang ini."Sia-lan kamu, Bang. Tega-teganya kamu lebih memperhatikan dia daripada aku!" pekikku lemah karena r
Read more
BAB 28
"Sudah merasa hebat kamu, Bang? Memangnya kamu bisa hidup tanpaku?""Jangan terlalu sombong, Rahma. Kamu pun bukan apa-apa jika tanpa ayahmu. Ingat, roda itu berputar, Rahma. Sekarang rodamu 'lah yang berada di bawah.""Lebih baik kita pergi sekarang, Arman. Ibu muak berada di sini."Tak kusangka, ternyata di luar sudah banyak orang yang berkerumun dan masing-masing memegang ponsel di tangan. Sepertinya mereka merekam kejadian di dalam tadi. Mam-pus aku!Sambil menunduk menutupi wajah, aku berlari menerobos kerumunan ramai orang-orang yang menonton keributan tadi. Semoga saja kejadian ini tidak sampai viral di sosial media. Seorang Rahma telah diselingkuhi suaminya. Hancur sudah reputasiku.Mataku menerawang ke luar jendela. Lagi-lagi hujan mengguyur kota Singapura. Para pejalan kaki menggunakan payung untuk melindungi diri.Aku memang terlalu bodoh. Mau saja tertipu dengan kepolosan Bang Wahyu. Sampai-sampai tidak meletakkan sedikit pun kecurigaan padanya.Ah ya, bukan 'kah mobile ba
Read more
BAB 29
"Sudah, Pak. Aku lihat langsung di i*******m tadi." "Bapak puas sekali melihat keterpurukan mereka, Nduk. Akhirnya balasan dari Allah langsung datang tanpa menunggu lama. Perlahan-lahan wanita sombong itu merasakan sakit yang lebih besar dari yang kamu rasakan." "Allah nggak tidur, Pakde. Setiap perbuatan buruk yang dilakukannya, tanpa sadar dia sudah menciptakan karma untuk dirinya sendiri," timpal Mas Abi. "Lalu, apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Pak?" "Kita tunggu saja mereka pulang dari Singapura. Bapak akan tanya Irwan nanti perihal kepulangan mereka. Dan tanpa membuang waktu, kita langsung tagih utang pada mereka. Rasanya pasti seperti sudah jatuh, tertimpa tangga pula." ** Ternyata Bu Rahma pergi ke Singapura bersama Bang Arman. Dan berita yang diterima dari Pak Irwan, mereka tiba dengan pesawat pagi tadi dan langsung ke Jogja. Katanya Bu Rahma mau meninjau toko batik mereka di sini. "Kamu sudah siap?" tanya Bapak. "Sudah dong, Pak. Mas Abi mana?" "Kenapa tanya-t
Read more
Bab 30
"Tega banget kamu sama saya, Nia. Saya ini dulunya mertua kamu!""Justru karena anda itu dulunya mertua saya, makanya saya buat seperti ini. Jangan pernah lupakan apa yang pernah anda buat dulu pada saya dan Indah. Apa anda pernah mengganggap kami ada?""Berarti benar kamu mau membalas dendam padaku 'kan?""Anda pikirkan saja sendiri!" sentakku sambil menunjuk kening. "Orang seperti anda tidak patut dikasihani!"Bapak mengusap lenganku untuk menenangkan. Bara api emosiku saat ini sangat meluap-luap. Bayangan perbuatan mereka masa ketika masih menjadi menantu dan istri dari anaknya, masih menari di ingatan."Semua ini adalah balasan dari Allah atas apa yang anda lakukan pada aku dulu. Nggak harus aku yang membalas, tapi alam yang sudah membalas." Aku tertawa sinis."Terserah kalian mau bilang apa! Tapi, tolong berikan aku waktu untuk istirahat. Otakku penat!" Suaranya sudah mulai merendah sambil meremas rambutnya.Aku memandang ke arah Bapak. Ia tak memberi isyarat jawaban apa-apa. Sepe
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status