All Chapters of PERNIKAHAN YANG TERNODA : Chapter 31 - Chapter 40
65 Chapters
Bunda, Kamu Dimana?
Kuhapus air mata yang membasahi pipi, kemudian menatap mata sendu Delia. Meminta persetujuannya. Aku tak bisa memutuskan ini sendiri seperti saat masih gadis. Kini ada Delia yang harus aku jaga perasaannya.Gadisku tersenyum dengan bibir bergetar dan mata berkaca-kaca. Dengan mantap ia mengangguk meyakinkan bundanya. Bersamaan dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya.Ekspresi Hilda juga sama, yang tadinya begitu ceria kini matanya pun berkaca-kaca dengan ujung hidung yang sudah memerah. Sahabatku pun mengangguk mantap mendukungku.Aku menunduk menarik nafas panjang kemudian perlahan-lahan menghembuskannya. Sedikit kuangakat wajah menatap Mas Yudis dan berkata, "sebelum saya jawab, saya ingin bertanya, Mas.""Ya, silahkan," jawab Mas Yudis."Usia saya kan sudah tak muda lagi. Sedang Mas Yudis baru kali ini akan berumah tangga. Nah, kalau nantinya ternyata saya sudah tidak diberi kepercayaan lagi untuk mendapatkan buah hati bagaimana?"Mas Yudis menatapku. Tak ada sorot keraguan di
Read more
Aku Harus Bagaimana?
"Ayah!" panggil Delia lagi sembari mendekati tubuh kurus Mas Ilham.Delia memeluk ayahnya sambil menangis. "Ayah kenapa sakit seperti ini? Ayah cepat sembuh ya!" pinta Delia dalam tangisnya."Maafin Ayah, Sayang. Maafin Ayah!" pinta Mas Ilham menangis memeluk putrinya."Iya, Yah. Ayah harus segera sembuh.""Ayah kangen banget, Sayang. Rasanya seperti bertahun-tahun kita enggak bertemu. Ayah kangen banget!" ungkap Mas Ilham."Iya, Yah. Delia juga kangen banget sama Ayah. Ayah harus sembuh ya, biar nanti kita bisa jalan-jalan sama-sama lagi," bujuk putriku."Iya, Nak. Ayah sayang sekali sama Delia. Maafin sikap Ayah selama ini ya!""Iya, Yah. Delia juga sayang banget sama Ayah. Ayah cepat sembuh ya!""Iya, Sayang."Mereka kembali berpelukan dalam lautan kerinduan. Putriku kembali menangis. Begitu juga dengan Mas Ilham. Aku kembali merasakan cinta Mas Ilham untuk Delia. Seperti dulu lagi.Delia dan Mas Ilham mengurai pelukan mereka. Kini Mas Ilham menatap lurus kepadaku. Mata itu menyoro
Read more
Takdirnya
"Kok kaya galau, Buk? Bukannya seneng besok mau dilamar?" tegur Hilda saat aku duduk di kantor menatap layar laptop.Mataku beralih menatap Hilda. Kemudian menghembuskan nafas kasar."Delia enggak mau ikut, Hil," ucapku kemudian menjatuhkan dagu bertumpu pada punggung tanganku."Kenapa? Bukannya dia yang semangat banget ngejodohin kamu sama Mas Yudis?" tanya Hilda heran."Mas Ilham di rumah sakit," jelasku."Masih belum baikan juga dia?"Aku mngedikkan bahu. Moodku hancur. Tak punya semangat lagi. Tujuanku melakukan apapun adalah untuk Delia, tapi sepertinya anak itu mulai tak membutuhkanku."Coba nanti aku bilang sama Delia ya?" lanjut Hilda."Enggak usah dipaksa kalau enggak mau." Aku mengingatkan Hilda."Ya Allah, kagak, kagak. Terus kalau dia enggak mau kamu mau batalin rencana kita?" tanya Hilda sambil memajukan kepalanya."Aku bingung, Hil. Tanpa Delia semua yang kulakukan ini untuk siapa?" ucapku lemas."Yaelah, ya untuk kamu sendiri dong, May. Kamu tuh gimana sih! May, dengark
Read more
Bakso Berkuah Barokah
Semua mata kini tertuju pada Mas Gani. Tampak lelaki berwibawa itu menatap Mas Yudis. Senyum penuh arti mengembang di bibirnya. Diikuti anggukan Mas Yudis. Kemudian tangan suami Hilda memegang bahu Mas Yudis."Dia sahabatku, Mas," jawabnya kemudian.Mas Ilham mengangguk sambil tersenyum pada Mas Yudis. Aku bernapas lega. Bukan ingin menutupi kenyataan dari Mas Ilham tapi aku takut kondisinya akan semakin buruk. Mengingat cerita Delia soal ayahnya."Gimana kondisimu, Mas?" tanya Mas Gani."Alhamdulillah ini sudah mendingan," jawab Mas Ilham."Istirahat dan makan yang cukup, Mas, biar cepat pulih." Kali ini Mas Yudis yang berbicara."Iya, terima kasih." Mas Ilham tersenyum tulus pada Mas Yudis. Dari sorot matanya aku lihat Mas Ilham ingin mengungkapkan sesuatu. Tapi ditahannya."Betul tuh yang dibilang Yudis," sambung Mas Gani.Mas Yudis tampak mengamati mantan suamiku saat Mas Ilham ngobrol dengan Mas Gani. Entah apa yang ada di pikirannya. Dalam hati lembut sekali menyusup rasa takut.
Read more
Hatiku Condong Padanya
"Oh, Mas Yudis, silahkan, silahkan!" sapa Mas Ilham seraya tersenyum lebar dan beranjak dari tempat duduknya."Duduk aja, Mas Ilham. Maaf nih malah mengganggu acaranya," ungkap Mas Yudis. Aku bisa menangkap raut wajahnya yang tegang meski dia buat sebiasa mungkin."Ah, enggak kok. Mas Yudis dari mana nih?" tanya Mas Ilham."Sengaja ke sini, Mas. Adista yang ngajak. Katanya ada warung bakso yang enak."Aku tersenyum kaku pada Adista. Begitupun sebaliknya. Aku benar-benar seperti seorang pesakitan. Entah seperti apa wajahku saat ini. Rasa malu, rasa bersalah dan marah bercampur menjadi satu.Kenapa bisa seceroboh ini aku tak menanyakan dengan jelas tujuan Delia? Kalau sudah seperti ini perasaan orang jadi tersakiti. Aku yakin Mas Yudis tak suka melihatku bersama Mas Ilham. Bagaimanapun dia berusaha menutupinya."Ah, bisa aja Mas Yudis ini. Ya sudah, silahkan duduk dulu. Atau mau gabung sama Dek Mayang dan Delia?" tanya Mas Ilham polos dengan menjauh dari tempat duduk.Dahi Mas Yudis men
Read more
Malu Tapi Mau
Sekilas aku menatap wajah teduh Mas Yudis kemudian kembali menekuri meja. Kutautkan kedua jemari. Menata hati untuk menjawab pertanyaannya."Sebelumnya saya minta maaf, Mas. Jika selama ini ada perbuatan saya yang kurang berkenan di hati Mas Yudis sehingga menimbulkan prasangka-prasangka mengenai diri saya."Aku menghirup udara dengan rakus. Terlalu nerves untuk menjawab pertanyaan Mas Yudis tentang perasaanku."Tentang Mas Ilham, bagi saya dia adalah masa lalu. Semua tentangnya sudah kukubur dalam-dalam. Tak mungkin untuk kugali lagi. Saya sudah memaafkannya dan bagi saya semua sudah berakhir. Jika terpaksa saya harus berinteraksi dengannya, itu tak lain karena Delia. Karena bagaimanapun Mas Ilham adalah ayah Delia."Aku memberi jeda. Debar di dada semakin menggelora kala mata teduh itu kini menatapku."Untuk selanjutnya Mas Yudis mau melanjutkan pinangan terhadap saya atau tidak, semua keputusan ada pada Mas Yudis. Saya tak bisa memaksa. Jika mau dilanjutkan saya sangat bersyukur, j
Read more
Ana Uhibbuki Fillah
Sekali lagi kutatap wajahku di cermin. Cantik paripurna. Perias pengantin yang dipilih Mas Yudis benar-benar luar biasa. Mampu membuat wajahku lebih bersinar dalam riasan yang tak terlalu tebal. "Makasih ya, Mba. Hasilnya luar biasa!" ucapku pada Mba Sindy yang telah merias diriku di hari bahagia ini."Ah, dasar Mbanya yang sudah cantik dari sononya kok," jawabnya merendah sembari tersenyum menatap hasil riasanya di cermin.Aku berdiri melihat bayangan diri dibantu Mba Sindy. Rasanya seperti mimpi, saat ini aku kembali mengenakan busana pengantin yang begitu indah. Kebaya muslim putih dengan ekor panjang dan semakin keujung semakin melebar. Kuraba taburan mute mutiara dan aneka payet yang menghiasi kebaya ini. Sangat indah.Aku tersenyum sendiri membayangankan akan merenda asa bersama seseorang yang sama sekali tak pernah terbayang dalam kepala. Lelaki sopan yang sangat berhati-hati dalam segala hal. Hatiku berdebar-debar membayangkannya."Mba Mayang sudah siap?" tanya Adista saat me
Read more
Lautan Asmara
Mas Yudis berbalik ke arahku, mendekat dengan senyum mengembang. Sementara aku masih menyembunyikan tubuh di dalam selimut. Hanya terlihat kepalaku saja."Apa ACnya terlalu dingin, Sayang?" tanya Mas Yudis lembut. Dipanggil sayang begitu pipiku terasa panas. Dadaku seperti ada yang menggedor-gedor."Oh, enggak, Mas," jawabku gugup.Mas Yudis mengernyitkan dahi, kemudian duduk di tepi ranjang. Tepat di sebelahku."Terus kenapa selimutan sampai atas begitu?" tanyanya heran.Aku menggigit bibir, malu mengatakannya. "Emh, itu, Mas, emh ... aku ... aku enggak ada baju ganti," jelasku malu-malu."Loh, bukannya Adista sudah aku minta buat nyiapin perlengkapanmu?"Tak menunggu jawabanku, Mas Yudis langsung melangkah menuju lemari yang khusus disediakan untukku. Aku menutup mata dengan kedua telapak tangan saat dia membukanya. Penasaran dengan reaksi Mas Yudis aku mengintip dari celah jari.Lelaki itu terlihat memegangi lingerie merah menyala. Senyum lebar tampak di wajahnya. Kemudian menaruh
Read more
Tanda Tanya
Menyadari kehadiranku Mas Yudis menoleh sambil tersenyum manis."Sini, Dek! Ini ada Tante Desi adik kandung almarhum ibu dan Nirmala nih!"Aku mendekat sembari tersenyum ramah pada Tante Desi dan Nirmala. Kami pun saling berjabat tangan."Cantik istrimu ya, Yud," komentar Tante Desi."Jelas lah, Tan," gurau Mas Yudis."Mas Yudis mah mentang-mentang sudah punya istri jaim!" protes Nirmala. "Masa aku kangen dia enggak mau peluk aku!" Bibir Nirmala maju beberpa senti. Merajuk.Mas Yudis dan Tante Desi tertawa, aku hanya tersenyum kecil mengimbangi mereka. Merasa bersalah sempat terbersit curiga."Maaf, maaf. Mas enggak mau bikin Mbakmu mikir yang enggak-enggak. Nanti kamu disangaka pacar Mas gimana?" jawab Mas Yudis."Ih, amit-amit. Masa pacar Nirmala om om sih!" komentar Nirmala sambil bergidik ngeri. Membuat semua yang disitu tertawa.Aku mengajak mereka masuk ke ruang keluarga. Kemudian ke dapur menyiapkan minuman untuk mereka. Aku keluar dengan nampan berisi empat gelas orange juice.
Read more
Tante Judes
Kutuntun masuk putriku yang masih terisak. Mas Yudis mengiringi di belakang. Kududukkan tubuh kami di sofa ruang keluarga."Kalau Delia sudah siap buat cerita, cerita aja, Sayang! Jangan dipendam sendiri!" pintaku."Ayah, Nda," ucapnya sesenggukan."Iya, Ayah kenapa?" tanyaku bingung."Ayah ngenalin aku sama calon istrinya." Tangis Delia langsung pecah. Aku menatap Mas Yudis meminta pendapatnya sembari memeluk Delia. Hatiku sesak dengan masalah seperti ini. Jika tak ada drama perselingkuhan Mas Ilham, tak akan anakku menderita begini.Saat begini ingin rasanya untuk marah. Tapi sama siapa? Siapa yang harus kupersalahkan untuk jalan hidup yang membuat putriku bersedih seperti ini. Memang tak akan mudah bagi seorang anak yang harus menerima perceraian orang tua. Meskipun ia diam, aku yakin dalam hati teramat banyak ganjalan dan pertanyaan.Mungkin orang tuanya bisa memulai lembaran baru dengan pasangan barunya. Tapi, anak? Tak semudah itu bisa menerima kehadiran orang asing dalam hidupn
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status