All Chapters of Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah: Chapter 41 - Chapter 50
140 Chapters
Bab 41
“Masya Allah, kamu Lala kan?” seorang wanita mengamatiku saat aku selesai berwudlu. Mataku terbelalak, tak mengira akan bertemu lagi dengan Bu Mulia di Masjidil Harom.“Masya Allah, Bu Mulia. Untung kita ketemu di tempat wudlu jadi saya nggak pakai niqob.”“Kamu apa kabar? Alhamdulillah ya doa kamu untuk umroh sudah terkabul.”“Alhamdulillah, Bu, berkat doa ibu juga.”“Majikan kamu pasti baik sekali ya, makanya baru sebentar kerja sudah diajak umroh.”“Betul, Bu Alhamdulillah rejeki saya dapat majikan yang luar biasa baiknya. Tapi ah maaf sekali saya enggak bisa lama-lama ini ditungguin majikan.” Aku berkata dengan nada menyesal. Sebenarnya memang masih ingin berbincang lama.“Ya, udah yuk aku juga mau kembali ke tempat teman-teman.”Kami pun mengobrol sebentar sambil berjalan ke tempat rombongan di depan ka’bah. Ternyata tempat duduk kami berdekatan. Bu Mulia sangat antusias saat mengetahui kami akan mampir ke pasar kurma terbesar di kota Mekah.
Read more
Bab 42
Setelah lelah berfoto kami pun tertidur dan terbangun dengan suara alarm di ponsel. Ah untunglah tak ada panggilan telpon dari majikanku di kamar sebelah. Kulirik jam di ponsel yang menunjukkan angka 10.00. Masih banyak waktu sebelum salat Dzuhur dan makan siang.“Yu, kok orang-orang di bawah kayak yang hormat gitu ya sama keluarganya Ummi.” Aku mengemukakan rasa penasaran pada sahabatku.“Ya karena ini hotel punya keluarga majikan kita.” Ayu menjawab kalem.“Seriusan? Masya Allah. Ummi itu rendah hati banget ya. Beliau tak arogan pada kita yang hanya khadimatnya. Padahal keluarganya tajir melintir.”Ting!Ting!“Berisik. Perasaan dari tadi notifikasi di hape kamu bunyi terus kayak orang penting aja.”Aku mengecek posnelku dan terbelalak saat mendapati postinganku diserbu netizen. Ayu melongok ke ponselku dengan antusias, rupanya dia menyadari sesuatu.“Wow! Postingan kamu jangan-jangan bakal viral xix
Read more
Bab 43
Setelah salat Dzuhur aku melayani majikanku makan siang yang diantarkan petugas hotel ke kamar kami. Setelah selesai lanjut aku makan di kamar sama sahabatku.“Ternyata begini ya makanan hotel bintang lima, cantik bikin enggak tega mau makan.” Aku mengagumi makanan yang ditata cantik dalam wadah-wadah cantik pula. Ayu tertawa sambil mengunyah entah ikan apa. Tak lupa kufoto sebelum makan. Perempuan Jawa itu kembali tertawa melihat kebiasaan baruku.Selesai makan kami turun ke lobi untuk berangkat ke pasar kurma. Bu Mulia dan beberapa orang temannya sudah siap dengan taxi mereka.Setelah melaju beberapa puluh menit mobil kami berhenti di tempat parkir bangunan besar. Oh ini ya pasar kurma yang katanya dijual hingga tujuh ratus lebih jenis kurma. Turun dari mobil langsung kuturunkan kursi roda dibantu Ahmad. Taxi rombongan Bu Mulia sampai tak lama kemudian.“Kamu sering ikut belanja ke sini?” tanyaku pada Ayu.“Beberapa kali. Setiap m
Read more
Bab 44
Ummi mengangguk saat aku minta izin. Ayu bilang capek ingin duduk saja saat kuajak.“Ibu hebat bisa tahu semua jenis kurma. Katanya di sini ada ratusan jenis kan ya?”“Oh ya? Saya malah baru tahu di sini sampe ratusan jenis. Sebenarnya tidak semua jenis kurma saya hafal, hanya mungkin belasan jenis saja yang biasa kami jual.”“Indonesia sini … sini … murah-murah. Mau yang mana? Jangan marah, nanti cepat mati.” Aku menoleh pada beberapa pedagang yang mengatakan hal yang sama. Lho kok, mereka orang Arab, dikira orang Indonesia.“Jangan heran, para pedagang memang banyak yang suka menawarkan dengan Bahasa Indonesia. Meski kadang bahasanya lucu. Jamaah Indonesia kan banyak sekali, jadi sebagai pedagang tentu saja mereka merasa perlu bisa berbahasa Indonesia meski sedikit.”Aku manggut-manggut. Ilmu bisnis baru saja kudapatkan.“Jadi jamaah umroh tak perlu khawatir buat belanja karena tak dapat berbahasa Arab.” Kami me
Read more
Bab 45
Aku menghampiri majikan sambil menjinjing beberapa kilo kurma aneka jenis. Ummi menunjuk pada bawaanku seolah bertanya buat apa?“Mau ngirim ke Indonesia. Persiapan Ramadhan.”Saat mau masuk mobil ternyata anak-anak Ummi sudah menunggu dan belanjaan Madam sudah masuk semua di bagasi.“Kamu mau jualan ya banyak banget beli kurmanya,” tanya Ayu pelan. Mungkin dia tak enak ngobrol dengan Bahasa Indonesia di depan majikan khawatir dikira lagi ngegosip.“Insya Allah, Yu, doakan ya. Mau penjajakan dulu.”Tak lama kemudian di dalam mobil menjadi senyap. Rupanya semuanya mengantuk setelah mabit di depan ka’bah ditambah kelelahan berkeliling di pasar barusan. Tapi aku sama sekali tak bisa tidur, obrolan dengan Bu Mulia memenuhi kepalaku. Beliau menyemangatiku untuk memulai bisnis kurma. Bukan hanya memotivasi tapi beliau pun bersedia menjadi mentor hingga usahaku berhasil. Dan sesekali mungkin kami bisa bekerja sama bila aku ada kesempatan me
Read more
Bab 46
“Shodaqolloohuladziim.” Kusudahi tilawahku saat melihat Ayu duduk di atas sajadah di depanku.“Ada apa?”“Ajari aku ngaji yang bagus kayak kamu ya, La.” Katanya sambil mengelus-elus mukena sederhana yang kubawa dari kampung. Aku mengernyitkan dahi.“Apanya yang mau diajarin, bacaan kamu udah lancar begitu.” Kami biasa tilawah bersama setelah tahajud sambil menunggu waktu Subuh. “Bacaannya sih lancar tapi tak sebagus bacaan kamu. Bacaan kamu itu tajwidnya bagus banget, jadi enak didengarnya. Mau yah yah? Dosa lho menyembunyikan ilmu,” ujarnya merayu. Aku tersenyum sambil mencubit pipinya.“Baiklah, mulai besok ya belajar tahsinnya. Hari ini kan kita harus siap-siap. Eh jadi kan kita ke kebun kurma?”“Jadi dong. Aku tuh selalu suka kalau disuruh bantu-bantu panen kurma. Sesekali menghirup udara bebas, suntuk di rumah terus.”“Kemaren kan kita udah ngeborong kurma, mubadzir dong!”“Enggak lah. Ummi sama Madam itu kalau Ramdhan sedekahnya jorjoran. Eh, kok aku tiba-tiba kepikiran ngajuin
Read more
Bab 47
Kebun kurma saudaranya Ummi ternyata tak terlalu jauh dari rumah. Agak dekat dengan masjid Quba juga. Masya Allah, rasanya seperti mimpi kami bisa mampir salat duha di masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Mahammad ini. Kata Madam sengaja kita berangkat pagi biar lebih nyaman di kebunnya belum terlalu panas.Di sepanjang jalan kota Madinah tumbuh pohon kurma tapi aku belum melihat yang tengah berbuah. Jadi rasanya takjub saat masuk kebun kurma yang tengah berbuah lebat. Suara burung yang beterbangan memakan buah kurma menambah keindahan suasana pagi ini. Aku terus melihat ke atas dengan takjub sambil mendorong kursi roda Ummi saat Ayu mencolek lenganku.“Tutup mulutnya, Neng. Nanti tahi burung masuk hihi.” Aku tersipu.“Itu kenapa dikarungin?” tunjukku pada tandan kurma yang ditutup karung.“Biar nggak dimakan burung sama biar cepet matang, katanya.”Ummi memberiku kesempatan untuk keliling melihat-lihat kebun sebentar dan meninggal
Read more
Bab 48
Beberapa hari ini aku merasa ada yang aneh dengan Ummi Maimunah majikanku. Beberapa kali beliau memanggilku tapi tak jadi bicara. Saat kuungkapkan keherananku pada Ayu pun dia hanya menggeleng. Ah, sudahlah tak usah dipikirkan, masalah hidupku saja sudah cukup ruwet. Lebih baik di sini aku fokus merawat majikan dan menyusun strategi sama Lina supaya bisnis kurma kami berjalan lancar.Kemarin Lina bilang sudah mulai pelatihan bisnis online untuk pemula atas rekomendasi Bu Mulia. Dia terdengar bersemangat sekali saat bicara di telpon. Ilmunya langsung dia praktikkan biar tak lupa lagi, katanya.“Temani Ummi berjemur ya, Latifah,” tak biasanya Ummi memintaku menemani berjemur di depan jendela kamarnya. Kamarnya pun minta ditutup.“Bagaimana suamimu, sudah ada kabar?” tak biasa pula Ummi menanyakan suamiku. Aku hanya menggeleng sambil menunduk sedih. Ummi mengusap kepalaku. “Kamu orang baik. Setiap hari dilayani dan dirawatku membuatku tahu kamu orang yang tulus. Kamu berhak bahagia.” Se
Read more
Bab 49
“Mau kemana, Yu?” tanyaku pada Ayu yang terlihat sibuk berganti pakaian saat bada Isya.“Nemenin Madam nengok temannya yang baru punya cucu. Pergi dulu ya, Madam udah nungguin.”Kebetulan sekali aku lagi perlu nelpon Ibu tanpa terdengar oleh Ayu.Setelah salam dan basa basi sebentar Ibu menawarkan bicara sama Yusril. Sungguh aku merindukan suara khas anak-anaknya, tapi saat ini diskusi dengan Ibu lebih penting, khawatir Ayu keburu pulang. “Ada apa, Teh? Sepertinya ada hal penting. Tak biasanya menolak bicara dulu sama Yusril.” Firasat seorang ibu memang tajam. “Mmhh iya, Bu. Ada hal penting yang ingin Teteh diskusikan sama Ibu. Teteh bingung harus mulai dari mana, tapi yang jelas hanya nasihat Ibu yang Teteh perlukan saat ini.” Kutarik napas panjang, lalu dengan terbata-bata menceritakan obrolan dengan Ummi Maimunah tadi pagi. Ibu mendengarkan tanpa memotong pembicaraanku. Setelah selesai bicara aku menghembuskan napas berat. Rasanya seperti habis mel
Read more
Bab 50
Dua minggu sejak diskusi dengan Bu Mulia di pasar kurma itu, Lala nelpon via aplikasi hijau dengan nada ceria penuh semangat.“Teteh ya Allah Teteh, Lina nggak mengira respon pasar pada kurma kita sangat luar biasa. Padahal kita pemula banget. Sekarang saja yang PO kurma ajwa sepuluh kilo, medjoul 10 kilo, dan sukari 20 kilo. Padahal kurma yang teteh kirim saja nggak sebanyak itu kan? Lina jadi antara bahagia sama panik takut mengecewakan.”“Masya Allah, adik Teh Lala hebat sekali. Kamu promosi di mana saja bisa secepat itu mendapat pesanan?”“Aku hanya promosi di IG sama WA sesuai saran Bu Mulia waktu itu. Sepertinya mereka tertarik karena melihat foto-foto Teteh di pasar kurma sama kebun kurma itu. Jadi mereka yakin kurma kita masih fresh.”“Ya ampun Lina, kamu majang foto Teteh di mana-mana. Malu atuuh. Mana lagi caludih (Kusam) wajahnya penuh keringat.” Aku menutup muka membayangkan foto-fotoku tersebar di media sosial, meski sebagian tertutup niqab.“Nggak kok, Teh, justru muka T
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status