Semua Bab Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah: Bab 51 - Bab 60
140 Bab
Bab 51
Selesai masak ponselku bordering, dari Bu Mulia. Beliau minta maaf karena tadi lagi di kamar mandi. Ah, untung saja punya mentor, nggak kebayang kalau apa-apa dipikirin sendiri, karena aku memang nol besar di dunia bisnis. Bisa kacau seperti tadi kalau semua dipikir sendiri. Dengan penuh semangat kuceritakan laporan dari Lina pada Bu Mutia. Beliau terkekeh membuatku bingung apa ada yang lucu.“Masya Allah, Lala, Ibu bahagia sekali mendengar suara kamu yang penuh semangat dan ceria begini. Beda jauh dari cara bicara kamu waktu pertama kita ketemu di pesawat. Alhamdulillah Allah membukakan pintu rejekinya untuk keluargamu dari jalan bisnis kurma. Jangan ditutup, lanjutkan aja PO nya sampai menjelang Ramadhan. Insya Allah ada jalan keluarnya.” Bu Mulia memuji kecerdasan dan kecakapan Lina mempelajari sesuatu yang baru, padahal usianya masih remaja.“Ini semua berkat bimbingan sama doa orang sebaik Bu Mulia. Hanya Allah yang bisa membalas semua kebaikan Ibu.” Aku tak kuasa menahan keharu
Baca selengkapnya
Bab 52
Agak berbeda dengan hari-hari biasa ternyata majikan kami memiliki agenda khusus selama bulan Ramadhan. Beberapa hari menjelang Ramadhan aku dan Ayu diajak menghadiri tarhib Ramadhan di masjid Nabawi. Masya Allah akhirnya akan kesampaian juga impianku untuk berdoa di Raudhah. Aku mencatat apa saja yang akan didoakan saat di Raudhah sesuai saran Ayu.“Raudhah itu tempatnya sempit sementara orang yang ingin masuk sangat banyak. Jadi kalau bisa masuk ke sana berdoa dengan lebih cepat karena kamu punya waktu sedikit sekali. Itu di tempat perempuan, denger-denger di tempat laki-laki lebih leluasa.”Pagi ini langit cerah secerah hatiku yang tak henti bersalawat tanpa suara. Kami bermobil menuju Masjid Nabawi yang tak terlalu jauh dari rumah. Tentu saja bila ditempuh dengan kendaraan. Sepanjang perjalanan kulihat banyak burung bergerombol tengah bermain dan mencari makan di taman-taman. Kadang mereka terbang rendah menggoda kami untuk menangkapnya, tapi tentu saja itu tak boleh dilakukan mes
Baca selengkapnya
Bab 53
Seperti yang sudah diskusikan, aku dan Ayu berbicara pada majikan kami bahwa memiliki rencana membuat acara buka bersama di kampung. Majikan kami sangat terkejut mengetahui di daerah kami, Ramadhan pun banyak yang tak punya uang untuk membeli makanan bagus. Mereka kira di Indonesia yang mayoritas beragama Islam sedekah tajilnya melimpah seperti di Madinah.“Jauh sekali, Madam. Sebenarnya lembaga-lembaga Islam banyak yang mengadakan pembagian sembako untuk fakir miskin. Ada juga yang membagi uang untuk anak-anak yatim. Tapi di daerah kami hanya beberapa orang yang dapat, karena dananya terbatas.”Ayu membuka internet dan membuka berita Gebyar Ramadhan, yang di adakan di kota oleh sebuah lembaga yang memiliki nama. Ummi Maimunah dan Madam Hindun terlihat antusias menyimak penjelasan Ayu.“Kalian bisa menyelenggarakan yang seperti itu di kampung?”“Sudah lama pengurus masjid ingin menyelenggarakannya, Ummi. Hanya masalahnya dana kami sedikit sekali.” Aku teringat s
Baca selengkapnya
Bab 54
Selama Ramadhan kami punya tugas khusus menyiapkan makanan untuk ta’jil. Ramadhan hari pertama kami memasukkan berkardus-kardus makanan ke dalam mobil. Aku bersama Ayu dibantu Ahmad sang sopir meluncur menuju tempat membagikan ta’jil. Ahmad menghentikan mobil di dekat sebuah taman.“Kok berhenti di sini, bukannya kita mau ke masjid?” tanyaku pada Ayu yang ditanggapinya dengan tawa.“Siapa bilang kita mau ke masjid? Kita ngebagi ta’jilnya di sini. Yuk ah mulai khawatir kemaghriban di jalan.Aku mengedarkan pandangan, mana orang yang mau dibagi ta’jilnya. Hanya beberapa orang saja yang kulihat di sekitar taman. Sekeliling taman dipasang terpal berwarna biru. Pada sebagian terpal sudah terlihat makanan dan minuman untuk ta’jil, ditata berjajar. Aku mulai mengerti, saat ta’jil nanti orang-orang akan duduk berjajar. Kami pun menyimpan kurma, susu, dan pisang di sepanjang terpal hingga semua makanan dalam dus habis. Kulihat beberapa mobil pun mendekat, mereka melakukan ha
Baca selengkapnya
Bab 55
Malam nanti kami akan buka bersama di rumah Baba Hasan. Beliau bisa dibilang saudara Ummi yang paling kaya raya dan juga dermawan. Sejak pagi aku dan Ayu diantar Ahmad ke rumahnya, bergabung bersama ART lain untuk memasak banyak makanan. Ayu terlihat riang sekali, momen berkumpul bersama para TKW yang selalu dinantikan akan segera tiba. Akan banyak obrolan seru dan tawa berderai-derai. Aku pun mulai menikmati momen seperti itu meski lebih sering jadi pendengar. Obrolan paling seru tentu saja menyangkut ART yang belum lama jadi madam. Komentar biasa hingga komentar iri bermunculan.“Eh, kamu sudah cari tahu belum strategi majikan kamu bisa sampe bisa jadi madam?” Minah bertanya pada ART nya Madam Dewi. Kontan semua mata tertuju pada Tina dan menunggu jawabannya.Aku tiba-tiba teringat obrolan dengan Ummi beberapa waktu lalu tentang kemungkinan menjadi madam. Kalau sampai terjadi, pasti aku pun akan jadi bahan gosip tak ada habisnya. Aduh mikir apa sih aku ini, suami aja
Baca selengkapnya
Bab 56
Rasanya nikmat sekali tidur siang ini, aku bangun dengan badan segar siap kembali bekerja. Kulihaat sahabatku tengah menerima telpon sambil marah-marah. Duh, ada apa lagi dengannya? Semoga tak ada masalah besar.“Mbak enggak bisa seenaknya gitu dong. Kalau enggak bisa bantu seenggaknya jangan nambahin beban lah,” Suara Ayu ketus. Dia bicara sama siapa? “Kalau Mbak mau silahkan aku kasih dengan senang hati Mbak yang nikah sama Juragan Joko. Enak aja ngorbanin aku buat kepentingan kalian. Dengar ya, Mbak kalau itu Juragan Joko lelaki terakhir di dunia ini, aku tetap tak mau nikah sama dia. Ngeri aku kalau nikah sama dia tiap hari makan riba.” Ayu misuh-misuh.“Lebih baik sok suci dari pada sok najis. Terserah kata Mbak aja lah, capek aku. Assalamualaikum.” Ayu membanting ponselnya ke kasur lalu menutup mukanya. Mengambil bantal untuk menutup mukanya dan berteriak tertahan. Tangannya memukul-mukul kasur sekuat tenaga.“Hei, kenapa?” Aku tak tahan lagi.“Kesel banget sama kakakku. Enak b
Baca selengkapnya
Bab 57
Benar kata orang bijak bahwa roda kehidupan itu selalu berputar. Kadang di atas kadang di bawah kadang di tengah. Dan hidup tak pernah selalu datar, ada tanjakan ada pula turunan. Monoton dan tak menggairahkan pastinya kalau hidup selalu datar dan tanpa belokan. “Kata orang Sunda mah hidup itu keur ceurik cape ceurik, keur seuri cape seuri (lagi nangis cape nangis, lagi ketawa cape ketawa). Itulah mengapa kita harus selalu ingat sama Sang pencipta, supaya saat nangis tak putus asa dan saat tertawa tidak jumawa.” Suatu hari Ibu menasihatiku di telpon.Demikian pula yang kurasakan. Semenjak suami di PHK hingga sebelum berangkat menjadi TKW rasanya hidupku dalam episode menangis terus. Lalu setelah beberapa waktu menjadi TKW hingga saat ini hidupku jadi banyak tertawa. Ketemu teman kerja yang baik, majikan baik, ketemu mentor bisnis, dan akhirnya merasakan manisnya bisnis kurma. Saat sedang nelpon Ibu tak pernah lupa mengingatkan agar putrinya ini lebih banyak b
Baca selengkapnya
Bab 58
Kalau apa yang dicurigari Lina itu benar sih kebangetan. Demi uang rela ibunya dianggap sakit. Tapi kalau mengingat perilaku ipar kembar sebelum ini hal itu sangat mungkin terjadi. “Teteh sepertinya akan menghentikan transfer ke mereka, Lin. Kecuali mereka ngebolehin Teteh bicara sama Mama dan beliau memang masih sakit.” Dengan berat hati aku harus mengambil keputusan ini.“Gitu dong, dari dulu Lina mikir kayak gitu. Tapi kan Teteh terlalu khawatir sama mertuanya.” Aku tertawa mendengar ucapan adikku.Ternyata tidak semua orang ikut senang dengan kemajuan bisnis kurma kami. Mamang Dasep misalnya, Lina bilang beliau berkali-kali datang memprovokasi ibu agar mau membujukku untuk kembali menabung bahan bangunan. Rasanya ada yang janggal, buat apa dia melakukan itu coba?Jika niatnya memang ikut bertanggung jawab pada kehidupan kami sebagai adik Bapak, harusnya ikut bahagia melihat bisnis kurma kami laris. Lalu jika tujuannya ingin menambah moda
Baca selengkapnya
Bab 59
Ukhuk … ukhuk … aku yang tengah minum tiba-tiba keselek mendengar candaan Ayu. Sungguh, aku panik dan khawatir dia mengetahui obrolanku dengan Ummi Maimunah. Semoga saja Ayu hanya kebetulan melontarkan candaannya. Entah apa yang harus kukatakan bila dia betulan tahu.“Rejeki orang memang beda-beda ya. Bisnis kurma kamu sukses dalam waktu singkat, sementara bisnis kurmaku bisa menghabiskan stok yang ada aja udah untung. Tapi justru dari pengalaman ini seperti membuka pikiranku tentang satu hal. Mau tahu apa?”“Apa?”“Bahwa kita tidak akan tahu dari pintu mana rejeki kita akan keluar bila kita tak pernah mencoba membuka pintunya. Seperti kamu, tak pernah tahu kan sebelumnya bahwa rejekimu ada di balik pintu kurma. Satu lagi. Kalau bisnis kurma bukan pintu rejeki untukku berarti Allah telah menyiapkan pintu lain yang harus kubuka. Tul gak?”“Masya Allah, itu benar. Kamu cerdas sekali Ayu sahabatku.” Aku memeluk erat-erat tubuh gadis manis itu. “Muji sih muji tapi jangan bikin aku mau ma
Baca selengkapnya
Bab 60 Setelah Musibah Kebakaran
“Halo Lina, maafin Teteh tadi sempet shock. Kamu, Ibu, sama Yusril nggak ada yang luka kan? Rumah sama barang-barang kita apa masih ada yang bisa diselamatkan? Bisnis kita bagaimana nasibnya?” aku memberondong Lina dengan pertanyaan. Sungguh aku mengkhawatirkan semuanya.“Alhamdulillah kami tak ada yang terluka. Karena saat kejadian kami tengah botram di rumah Uwak. Anginnya kemaren lumayan kencang bikin kami ngantuk habis botram. Angin kencang juga bikin api cepat menyebar. Ada konslet katanya.” Nampaknya Lina juga sudah mulai tenang. Dia lancar bercerita meski sesekali isakannya lolos.“Rumah kita nyaris habis, Teh, namanya juga rumah sebagian kayu. Tapi masih untung kurma pas lagi habis. Uangnya juga semua di rekening. Hanya beberapa puluh ribu aja yang di dompet. Tapi buku sama perlengkapan sekolah aku habis semua huhuhu ….” Tangis Lina kembali meledak. Wajar, dia sebentar lagi ujian kelulusan dan sekarang semua buku dan seragamnya habis dilalap si jago merah.Telpon berpindah ke t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status