All Chapters of Istri Seksi Tetangga Sebelah: Chapter 111 - Chapter 120
133 Chapters
111. Kejutan
"Kamu kenapa, Zahra? Kenapa kamu lakukan ini pada Syamil? Syamil masih suami kamu kan, Dek." Raka masih mencoba membujuk Zahra, saat ia mengantar sarapan ke kamar adiknya itu. "Karena Syamil, mama meninggal, Mas. Syamil harus bertanggung jawab. Kenapa ia harus bilang sama mama kalau dia menalak saya? Kenapa tidak abaikan saja pertanyaan mama?" Raka menghela napas. Nampan yang ada di tangannya, ia taruh di meja. Lalu kembali duduk di ujung kaki Zahra yang masih tertutup bed cover. Adiknya itu tidak keluar kamar sejak semalam dan tidak mau makan apapun, sehingga Raka berinisiatif untuk membujuk sekaligus menghibur Zahra. "Zahra, Mas hanya ingin ingatkan. Kita boleh tidak suka dengan orang, tetapi sewajarnya, begitu juga dengan mencintai. Bisa jadi orang yang paling kamu benci nanti, malah paling kamu cintai kelak. Mama sempat sadarkan? Kamu tahu itu karena kita ada di ruangan mama dan saat mama kembali mendengar ucapan kamu, mama kembali drop." Raka berusaha mengingatkan Zahra. Gadis
Read more
112. Telepon dari Zahra
"Apa?! Beneran, Mi? Boleh?! " Syamil memekik tidak percaya dengan ucapan ummi-nya. Hani saja sampai tercengang dengan mulut setengah terbuka. "Lah iya, segala beha Hani kamu belikan juga. Belom lagi kerokan. Kalian sama-sama sendiri'kan? Kenapa gak nikah saja? Hani, apa saat ini kamu sedang ada yang mendekati?" tanya Bu Umi sembari menatap Hani dengan lekat. "Mas Raka, Mi, kakaknya Zahra," jawab Hani pelan. "Putuskan! Mending kamu sama anak saya nih. Udah ganteng, pinter, solih, gak punya adik atau kakak yang reseh. Itu tetehnya baik banget. Kalau kamu sama Raka, kamu akan punya ipar julid nantinya." Bu Umi berkata begitu semangat. Laila dan Didin yang sejak tadi menyimak percakapan ummi dan Hani, hanya bisa menahan geli. "Mi, maksud Ummi apa? Gak boleh gitu, Mi. Jangan memaksa Hani. Saat ini ia sedang dekat dengan Raka, masa kita pengaruhi untuk putus." Abah Haji menengahi. "Bah, saya gak pacaran, sekedar dekat saja karena Mas Raka baik.""Anak saya lebih baik toh? Udah, sama an
Read more
113. Pak Rahmat ke Pesantren
"Papa mau ke mana?" tanya Zahra melihat Pak Rahmat sudah berpakaian rapi dan sedang memanaskan mobil. "Mau ke pesantren Syamil. Mau minta maaf atas tingkah konyol kamu," jawab Pak Rahmat tanpa menoleh. Ia sibuk menyisir rambut di cermin hias yang ada di ruang tengah. "Papa gak perlu ke sana. Papa gak perlu merendahkan harga diri Papa dengan meminta maaf. Memang Syamil bersalah, Pa." Zahra tetap pada pendiriannya, bahwa satu-satunya orang yang harus disalahkan dan mendapatkan hukuman adalah Syamil, bukan dirinya atau yang lain. "Papa akan lebih gak ada harga diri sebagai seorang ayah, kalau Papa tetap di sini dan mengikuti semua tingkah kamu yang gak jelas. Sudah, Papa mau berangkat. Papa mau minta abahnya Syamil untuk tidak melaporkan kamu atas tuduhan pencemaran nama baik. Memalukan keluarga saja. Kamu seperti gak punya orang tua dan saudara, bertindak sesuka hati dan bikin malu." Zahra hanya bisa terdiam sambil menahan geram dalam hati. Lagi-lagi karena Syamil, ia ditegur keras
Read more
114. Jawaban Hadi
"Maaf ini Pak, Bu, tanpa mengurangi rasa hormat saya. Pembicaraan seperti ini alangkah baiknya tidak di tempat kerja saya dan lagi pula, saya gak bisa juga langsung menjawab lamaran Bapak untuk adik saya. Pertama, Syamil belum satu minggu menikah bukan? Saya kan kondangan ke nikahan Syam, di Taman Mini sabtu kemarin. Adik saya udah pernah jadi istri kedua, Pak, Bu, saya gak mungkin mengijinkannya kembali menjadi istri kedua untuk kedua kalinya." Jawaban Hadi membuat abah dan ummi saling pandang. "Syamil akan bercerai dengan istri pertamanya." Bu Umi bersuara. "Apa? Innalillahi, serius? Kenapa?" cecar Hadi terkejut. "Panjang ceritanya, Nak Hadi, yang jelas, anak saya sudah mengucapkan talak pada istrinya dan sudah mendaftarkan juga gugatan cerai ke pengadilan. Jadi, Hani bukan untuk jadi madu, tetapi istri sah.""InsyaAllah akan menjadi satu-satunya istri saya sampai nanti kami kakek dan nenek," sela Syamil melanjutkan ucapan abahnya. Hadi menggaruk kepalanya. Ia tidak tahu mau menj
Read more
115. Cerita Hani
"Iya, Pa. Zahra udah berusaha belajar menyukai Syamil sejak lamaran itu, tetapi tidak bisa. Zahra mengenalkan Mas Raka kepada Hani, Zahra kira Mas Raka dan Hani gak bisa dekat, ternyata malah Mas Raka serius." Raka tidak berani bicara dengan menatap kedua mata sang Papa. "Terus?" tanya Pak Rahmat yang masih ingin mendengar dongeng perasaan Zahra. "Jadi, Zahra bilang ke Syamil, kalau Zahra itu suka dan cintanya sama Mas Raka, bukan Syamil dan Syamil awalnya gak terima, tapi dia berusaha biasa saja di depan orang tuanya. Namun, saya yang gak bisa, Pa. Saat disentuh Syamil, saya merasa.... ""Hentikan! Papa sudah tahu!" Pak Rahmat mengangkat tangannya. Zahra menghela napas dan masih menundukkan kepala. "Bagus Syamil menceraikan kamu. Jalannya memang sudah tepat. Untunglah Syamil bukan Papa, karena kalau Papa, malam itu juga kamu Papa usir dari rumah! Harga diri lelaki, harga diri suami itu ada pada istrinya. Harusnya kamu tahu itu. Jilbabnya harusnya membuat kamu ingat ada Tuhan yang
Read more
116. Ada Tamu
"Pa, Mas Raka HP-nya gak aktif. Apa Mas Raka ada telepon atau WA Papa?" tahya Zahra saat ia keluar dari kamar untuk menghampiri papanya yang ada di ruang makan. "Semalam Raka WA, katanya dia akan sibuk sampai pagi ini dan HP-nya off. " Pak Rahmat menjawab tanpa menoleh pada putrinya. Pria dewasa itu menikmati sarapan nasi goreng buatan pembantunya. "Oh, gitu, pantas saja dari semalam Wa-nya gak aktif." Zahra mengambil piring makan. Ia ingin ikut sarapan bersama papanya. "Hari ini Zahra masuk kerja, Pa. Papa gak masukkan? Masih cuti?" Pak Rahmat mengangguk. "Ya, kamu perlu ketemu orang banyak untuk merefresh otak." Jawaban papanya membuat Zahra cemberut. Pak Rahmat memang sengaja menyindir Zahra, agar putrinya itu tahu dan sadar akan kesalahannya. Tidak ada lagi percakapan antara ayah dan anak itu. Pak Rahmat langsung masuk ke kamar begitu ia selesai makan. Ia malas banyak bicara dengan Zahra karena rasa kecewanya. Zahra pun sama, melihat papanya yang mengabaikannya, ia tidak mau
Read more
117. Mengunjungi Lapas
"Iya apa?" Hani berjongkok menatap Syam. Hidung putranya tinggi bak perosotan TK. Alisnya lebat, mirip Arif. Hani terus menatap Syam tanpa berkedip. "Bu, kita bukan muhlim(muhrim) jadi gak boleh liatin gitu." Hani tertawa cekikikan mendengar perkataan Syam yang seperti orang dewasa. "Syam tampan, mirip siapa ya?" Hani menyusul Syam yang sudah duduk di depan hamparan barang jualan online miliknya. "Mirip Abang Syamil kata ummi. Ini apa, Bu?" melihat Syam yang anteng, Syamil akhirnya memilih pulang. Satu jam lagi ia akan datang kembali untuk menjemput Syam. Sementara itu, seperti perkataan Syam tadi bahwa kedua orang tuanya bersama Didin, tengah dalam perjalanan menuju lapas, tempat mamanya Hani ditahan. Didin menceritakan kronologi peristiwa yang menimpanya dan juga putranya, serta kejadian masa lalunya yang berhubungan dengan Bu Restu(mamanya Hani), sehingga beliau di penjara, tetapi ia dulu, sekarang Bu Restu sudah berubah karena sudah menyesali perbuatannya. "Itukan masa lalu,
Read more
118. Foto dari Syamil
Bu Umi mengirimkan foto dirinya bersama Bu Restu ke nomor Syamil. Pemuda itu tersenyum melihat ummi dan juga abahnya sepertinya benar-benar bisa menerima keluarga Hani. Semua sudah clear, tinggal meyakinkan Hani untuk mau menerimanya. Syamil bergegas keluar kamar untuk menemui Nela. Irama merdu ibu sambung yang sedang bersolawat menidurkan putrinya dari arah kamar, membuat Syamil berhenti di depan pintu. Tok! Tok! "Mbak Nela, saya Syamil mau minta tolong," ujar Syamil dengan suara tidak terlalu keras. Pemuda itu khawatir Nela sedang menidurkan Salima; adiknya yang berusia dua tahun. "Ada apa, Sya?" tanya Nela balik dengan setengah berbisik. Wanita itu menutup pintu kamar dengan perlahan agar putrinya tidak terbangun. "Mbak, punya nomor telepon tetangga depan gak?" tanya Syamil sambil menyeringai. "Punya kayaknya, sebentar ya." Nela masuk ke dalam kamarnya, lalu beberapa detik kemudian, ia sudah keluar sambil membawa ponsel. "Ini, Mbak lihat di market place. Di sana dicantumin n
Read more
119. Jujur pada Zahra
"Halo, assalamu'alaikum, Hani.""Wa'alaykumussalam, Mas Raka. Ya ampun, apa kabar? Ponselnya baru aktif ya?""Iya, Hani. Maaf ya. Saya baru senggang sekarang. Jadi sejak kemarin yang aktif HP yang urusannya kerjaan saja. Kamu apa kabar?""Sehat, Mas. Mas Raka kapan balik?""Mungkin malam ketujuh almarhum, saya balik, tapi besok paginya udah harus ke Surabaya lagi. Kita gak bisa ketemu dulu, gak papa kan?""Iya, Mas, gak papa, Mas Raka santai aja. Fokus pada kerjaan Mas Raka dulu saja. Oh, iya, Mas, Zahra bilang minta Mas telepon dia. Apa sudah?""Nggak, saya gak telepon Zahra, saya telepon papa saja barusan. Saya mau Zahra introspeksi. Dia terlalu gegabah dengan keputusannya soal tuduhan pada Syamil. Saya masih kecewa saja."Hani manggut-manggut paham di seberang sana. "Yang penting, papa sudah tahu kabar saya. Ya sudah, saya mau kerja lagi ya, Hani. HP saya kembali non-aktifkan.""Iya, Mas, semangat kerjanya." "Oke, makasih Hani. Assalamu'alaikum.""Wa'alaykumussalam." Hani menut
Read more
120. Jujur pada Hadi
Sore hari, Hani sudah berada di rumah Hadi. Ratih menyambutnya dengan baik dan begitu ramah. Kakak iparnya sangat berbeda dengan yang dahulu. Pantas saja saat ini abangnya terlihat begitu bucin dengan Ratih. Dari mana ia tahu? Tentu saja dari status yang sering dibuat oleh Hadi. "Hani, kenapa anak kamu tidak kamu bawa juga? Apa sebenarnya ada yang kamu sembunyikan? Besok keluarga Syamil pasti bertanya dan ingin berkenalan dengan anak kamu. Apa susahnya sih dibawa kemari? Kalau sedang tidur, bisa pesan taksi online agar gak ribet bawa putra kamu. Ada apa sebenarnya, Hani?" cecar Hadi yang hanya bisa menghela napas kasar, saat lagi-lagi menatap adiknya jalan ber lenggang sendirian ke rumahnya. Padahal, sebagai uak, ia ingin sekali bertemu dengan anak adiknya. Hani menggigit bibirnya. Haruskah ia ceritakan pada Hadi sekarang? Sudah siapkah ia menerima amarah abangnya karena sudah berani menitipkan bayinya pada orang lain? "Hani, kenapa diam? Kenapa anak kamu gak dibawa kemari?" tanya
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status