All Chapters of Ikatan Hati: Chapter 91 - Chapter 100

Meski merupakan keluarga yang anggotanya mempunyai kesibukan masing-masing, para Bimantara tetap menyempatkan waktu untuk berkumpul setiap libur. Seperti kebiasaan di hari minggu, mereka akan berada di rumah seharian. Sekalian beristirahat dari pekerjaan yang menyita perhatian. Sang Kepala keluarga dilihat sedang mengatur pekerja harian yang dipanggil untuk membuat sebuah kolam kecil di dekat taman di halaman samping. Sang Nyonya dan kedua putranya berada di ruang tengah bersama si pengasuh serta bayi kecil yang asik memutar-mutar badan di lantai beralas karpet tebal.Rosa tengah mescroll layar ponselnya melihat-lihat variasi pakaian bayi dari sebuah aplikasi e-commerce. Sesekali memperlihatkan gambar yang menurutnya menarik pada si pengasuh yang berada di lantai menemani si bayi gembul dan meminta pendapat Bia. Sama dengan sang ibu, si bungsu Biman memain ponsel. Tapi, tidak tahu sedang melihat atau mencari apa. Sementara si sulung hari ini mengajak bermain keponakannya. Ikut duduk d

Sebentar ..., biarkan gadis kita berpikir sejenak. Bia sedang berusaha mencerna apa yang ia dengar barusan dari mulut si tuan muda. Meski sesungguhnya dia tidak mengerti mengapa Adrian menjelaskan panjang-lebar begitu mengenai dirinya sendiri. Ia hanyalah seorang pengasuh di sini. Seseorang yang tidak punya banyak peran selain mengurusi si bayi gembul; anggota paling kecil di kediaman Bimantara. Lagi pula apa maksud tuan mudanya itu ‘selalu memikirkannya’?Mari kita bantu si pengasuh menelaah kalimat yang dilontarkan oleh majikannya.Pertama, bungsu Biman itu mengakui bila dia memang tertarik dengan seseorang dan membaca artikel sehubungan pemahaman tentang rasa ketertarikan. Tapi, pemuda tersebut masih belum mengerti dengan apa yang ia baca dan tentang dirinya sendiri. Lalu ... Bia yang selalu hadir di pikiran si tuan muda, kenapa! Apa yang dipikirkan oleh Bimantara muda itu mengenai dirinya? Apa tentang ia yang dekat dengan Bian? Tentang perilakunya selama di sini? Tentang perlakuan

Di atas meja telah tersedia beberapa jenis makanan. Bahkan sepiring daging segar yang siap dipanggang juga terhidang untuk disantap. Si pemuda Bimantara tak bisa untuk tak terperangah melihat meja yang ia tempati telah penuh hidangan makanan yang menggugah selera. Pasalnya dia pikir traktiran dari si gadis hanya bersurai pelangi berupa dua atau tiga varian makanan, bukan sepenuh meja begini! Lagi pula apa yang tersaji di hadapannya tidak sebanding dengan apa yang telah ia lakukan.Kan Adnan cuma membantu gadis itu pulang lalu membelikannya obat. Tak lebih. Kalau diperlakukan seperti ini, dia jadi merasa agak berat. Merasa sayang sekali atas keinginan balas budi si gadis.Apalagi ... oh, bukan dia bermaksud merendahkan Laila dalam benaknya, hanya saja ... Adnan kan lihat sendiri bagaimana keadaan tempat tinggal gadis itu. Pun ia bekerja di kedai ini. Apa suguhan si gadis tidak berlebihan? Adnan jadi benar-benar merasa sungkan.“Erm ..., apa kamu yakin dengan semua ini?” si sulung Biman

Bia mengerjap beberapa kali guna membiasakan penglihatannya terhadap cahaya yang masuk. Setelah matanya terbiasa, ia melihat sekeliling yang kemudian langsung tersentak begitu satu adegan mampir di benaknya. Si gadis bangkit dari posisinya berbaring lalu menoleh. Mendapati sang majikan serta si bayi di sana; masih terlelap. Persis seperti keadaan tadi malam. Bian yang telungkup di dada si Biman muda.Sungguh, dia tidak sadar ikut tertidur di sini, di kasur yang sama dengan si tuan muda. Bia buru-buru menyapu seluruh ruangan–mendadak lupa di mana letak jam dinding–dan melihat jarum panjangnya menunjuk ke angka sembilan sementara jarum pendek ke arah angka empat. Hampir jam empat pagi. Si gadis menghela guna menenangkan diri. Dia takut kepergok oleh Bimantara lain semisalnya mereka tiba-tiba masuk. Soalnya dia tidak mengunci pintu, terlebih ia tak sadar malah tidur di sebelah sang tuan rumah!Bia bangkit dari ranjang. Spontan bergerak ke kiri dan kanan; mondar-mandir mirip orang kebingu

“Bah!”Tubuh keduanya berjengit–seakan tersengat listrik–tapi, aliran rendah ya. Kalau aliran listrik tinggi, langsung tamat cerita kita. Ahem. Seolah sadar akan apa yang ia lakukan, pemuda tampan bermuka datar yang mencondongkan wajah ke si pengasuh segera menarik kembali dirinya. Sedang si gadis memalingkan muka. Terdapat gurat terkejut yang sangat kentara di wajahnya. Bagaimana tidak, baru saja Bia sadar akan yang akan terjadi dan hampir melakukan sesuatu yang ... apa yang ia pikirkan? Apa yang terjadi pada dirinya?Bisa-bisanya ... bisa-bisanya Bia diam saja! Tidak berpaling, tidak menjauh atau menolak si tuan muda yang mengikis jarak sampai suara si gembul menyadarkan mereka dari momen yang tak pernah terlintas dalam benaknya bakal terjadi. Kini debaran di dada makin menggila. Namun, bukan sesuatu yang menyenangkan. Membayangkan apa yang terjadi bila suara si bayi tidak mengembalikan fokusnya.Argh!Bia yakin akan menyesal saat itu juga!“Maaf,” suara Adrian terdengar. “Aku kebaw