LOGINAbian Bimantara. Anak kamu, Adrian Bimantara. Oke. Ini mengejutkan. Kediaman Bimantara dibuat gempar ketika sesosok bayi muncul di depan pintu rumah. Ditambah secarik kertas berisi sebaris kalimat yang menyatakan si bayi adalah keturunan keluarga Bimantara. O–wow! Seisi rumah heboh. Lalu, bagaimana reaksi si tersangka yang disebutkan dalam kertas? Siapa sebenarnya Abian? Ibunya? Orang tuanya?
View MoreAbian Bimantara. Anak kamu, Adrian Bimantara.
Oke. Ini mengejutkan.“Hah?!” Seluruh anggota keluarga Bimantara serentak melongo setelah membaca sebaris kalimat yang tertulis di kertas yang mereka temukan dalam box dimana baru saja mereka menemukan sesosok bayi laki-laki gembul berkulit putih yang menjadi ciri khas keluarga Bimantara–rata-rata memang mempunyai kulit yang putih bersih. Entah laki-laki atau perempuan.Tuan serta nyonya dan si sulung di kediaman Bimantara langsung mengalihkan pandangan pada si putra bungsu yang juga berada di tempat kejadian perkara dengan tatapan heran sekaligus menyelidik.Adrian Bimantara dikenal sebagai anak pendiam. Meski begitu, dari kecil hingga dewasa dia tak pernah melakukan hal-hal yang dapat menggunjing keluarga. Anak yang patuh, berbakti, selalu mengedepankan pendidikan hingga dia berhasil menduduki kursi menejer di perusahaan milik keluarga Bimantara. Dia tak punya waktu–atau tak terlalu suka–terlibat dengan seseorang untuk urusan perasaan.Bisa dikatakan si bungsu fokus pada karir daripada menjalin hubungan dengan seseorang. Walau banyak wanita yang menaruh hati dan berusaha merebut perhatiannya, Adrian tetap tak acuh. Dan lelaki yang sempat dikira aseksual–oleh keluarganya–tiba-tiba memiliki anak?Hah? Kapan buatnya?!“Nggak!” pungkas si bungsu merengut. Tidak terima. “Mungkin aja itu bayinya kakak!”“Enak aja!” Adnan pun tak terima, “Jelas-jelas nama kamu yang ada di sini. Sekarang jelasin sama kami. Kamu hamilin siapa?”Arah tatapan pasangan Bimantara senior masih terarah pada si bungsu. Ditambah pertanyaan menohok Adnan tadi. Ketiganya berpikir bila Adrian tidak mau bertanggung jawab maka bayi gelap ini dikirim kemari. Untuk membuktikan bila si bungsu Bimantara bersalah.Hmph.Tidak ada penjelasan lebih masuk akal dari itu. Mereka bertiga menghela bersamaan. Astaga!“Aku nggak pernah berhubungan nggak jelas kayak gitu sama siapa pun! Nggak mungkin bayi itu anak aku!” Adrian lagi-lagi membantah. Ya, dia merasa tidak terlibat hubungan asmara atau melakukan pergaulan bebas. Tidak terima dituduh begini. Siapa pula yang membuang si bayi ke kediaman Bimantara dan menumbalkan namanya?Ketiga anggota Bimantara yang lebih tua dari si bungsu menatap ke arah box berisi bayi gembul yang sedang bermain-main dengan mainan karet yang ada di genggamannya. Nggak jelas, tapi menghasilkan bayi, batin ketiganya sedikit prihatin dengan keadaan si gembul yang tak diakui oleh ayahnya.“Coba Tes DNA! Hasilnya pasti nggak cocok!” Adrian membangun benteng pertahanan.Agam Bimantara–sang Kepala keluarga–kembali menghela, “Tenanglah. Kita semua terkejut. Apalagi nama kamu tertulis di kertas itu. Kalau tes DNA bisa ngasih jawaban, kita bakal lakuin.”“Kalau hasilnya cocok, gimana?” tanya Adnan menghiraukan raut kekesalan di wajah adiknya. Dia hanya ingin mereka menetapkan tindakan jika hasil tes keluar.Adrian mendengus, “Hasilnya nggak bakal cocok!”“Udah, udah. Kalau hasilnya cocok tentu kita rawat. Dia adalah keturunan Bimantara. Baru cari ibu kandungnya,” Agam langsung mengacungkan telunjuk ketika si bungsu ingin menyela, “Kalau hasilnya nggak cocok, kita tetap rawat sampai nemuin siapa yang bawa kemari dan balikin bayi itu.”Adil dan bijak. Semua setuju. Meski Adrian tetap merengut. Untuk sementara sebelum dilakukan tes DNA, bayi bernama Abian itu tetap akan mereka jaga. Rosa langsung mengambil si bayi dari dalam box dan menggendongnya. Menatap dari dekat wajah lucu Abian yang banyak terlihat menuruni gen Bimantara–atau lebih tepatnya Adrian. Ahem.Yang berbeda dari Bimantara adalah binar cantik di mata si gembul yang tidak dimiliki oleh keturunan Bimantara lain. Irisnya berwarna coklat terang, seperti kerlipan lampu yang bersinar di gelap malam serta senyumnya yang lebar. Bayi Abian tidak suram–bermuka datar seperti keturunan Bimantara biasanya–dia malah gampang tertawa; apalagi ketika Rosa mencubit hidung mancungnya.Abian bergidik geli dan tertawa tanpa suara.Ah, seandainya benar cucu, Rosa dengan senang hati menerima. Umumnya kejadian seperti ini akan ditanggapi serius, namun dia tak ingin hawa dingin keluarga ini yang begitu terkenal berdampak pada si kecil Abian yang seperti oasis di dalam rumah. Abian adalah kebalikan dari orang-orang Bimantara. Semoga benar bila si bayi adalah cucunya. Dia berdoa dalam hati.** Hanya tiga hari. Hasil tes DNA telah keluar. Mereka sengaja mengirim bahas tes tanpa datang ke Rumah Sakit karena tidak ingin membuat skandal. Untungnya Dokter senior di Rumah Sakit yang mereka kirimi bahan tes adalah teman Agam, jadi rahasia mengenai si bayi tetap aman.Semuanya berkumpul di ruang tengah; ruang keluarga. Agam, Rosa, Adnan dan Adrian. Tak lupa si gembul bernama Abian dalam gendongan sang Nyonya Bimantara yang sibuk mengigiti mainan karet. Padahal giginya belum tumbuh.Amplop berlabel Rumah Sakit berada di genggaman sang Kepala keluarga. Mereka memandang amplop berwarna putih itu dengan tegang. Menunggu Agam membuka dan membaca isi surat di dalamnya. Sewaktu ujung amplop di robek, Adnan dan Adrian bersamaan menelan saliva dengan susah payah. Menegangkan sekali, ah!Surat keterangan hasil tes sudah dilembari. Agam tengah membaca apa yang tertulis di sana. Raut wajahnya perlahan berubah. Mengerutkan kening lalu menyipitkan mata di bagian akhir dari isi surat.“Astaga ...!”“Kenapa? Kenapa?” sang Nyonya Bimantara mendekati suaminya. Ikut membaca isi surat hasil tes DNA yang dipegang oleh Agam. Langsung membaca ke bagian kesimpulan. Alis Rosa bertaut seraya menggumam, “Beneran?”Melihat reaksi kedua orang tuanya yang bisa dikatakan aneh, Adnan dan Adrian mendekati Agam serta Rosa. Si sulung merebut kertas surat hasil tes DNA tersebut dari tangan ayahnya–mohon jangan ditiru tindakan tak sopan ini–kemudian membacanya bersama Adrian.Berdasarkan bahan yang pihak Rumah Sakit terima dan uji coba kecocokan antara Adrian Bimantara dengan bayi bernama Abian hasilnya hampir seratus persen–yang artinya DNA mereka cocok–memaksudkan ialah si bungsu adalah ayah dari si bayi.Adrian mengambil kertas surat hasil tes DNA dan membaca ulang setiap kata yang tertera di sana. Berharap dia salah melihat tadi. Namun, kesimpulan yang menyatakan bahwa DNAnya dan Abian cocok–mereka adalah ayah dan anak–tidak berubah. Terpampang kelas di sana dengan nama Dokter yang menguji coba, tanda tangan dan stempel.“Nggak mungkin!” seru si bungsu, “Ini pasti salah!” lanjutnya tidak terima.“Adrian.” Sang Kakak menepuk pundak si adik, mencoba menenangkan, “Sekali pun kamu membantah, hasil ini nggak akan berubah.” Katanya.“Tapi ..., tapi ..., aku nggak pernah berhubungan dengan siapa pun! Gimana mungkin bayi itu anakku?!” sungguh, bagaimana caranya bayi yang tengah digendong oleh mamanya adalah bayinya–anaknya? Dia tidak pernah tidur dengan siapa pun!“Adrian, bukannya kamu yang mau tes DNA?” Agam bersuara. Menohok si bungsu.Pemuda berusia dua puluh lima tahun itu terdiam dengan wajah pucat. Bagaimana ... bagaimana bisa terjadi? Kenapa begini? Niatnya agar terbukti bahwa dia tak terikat darah atau apapun dengan si bayi. Tapi, kenapa malah terbukti mereka berkaitan? Dia adalah ayahnya? Ti-tidak mungkin!“Udah, udah. Apapun hasilnya kita udah sepakat untuk rawat Abian,” Rosa mencairkan suasana yang cukup tegang antara suami dan kedua putranya. “Sekarang kira mesti cari siapa ibunya Abian.”Agam dan Adnan kompak menghela, sedang Adrian terpaku pada hasil tes DNA di tangannya. Masih memikirkan bagaimana bisa Abian adalah anaknya. Mengingat-ingat setiap orang yang dia temui, yang dia kenal, yang berkemungkinan adalah ibu dari si bayi. Atau dia tak sadar pernah berbuat asusila? Argh! ***“Saya seorang yatim-piatu. Saya iri lihat kebersamaan orang lain dengan keluarga mereka. Sejak kecil saya punya citacita pengin punya keluarga sendiri ...,” jeda sebentar, “dan nggak disangka saya akhirnya beneran punya. Meskipun keadaan saya nggak begitu baik, saya seneng banget waktu tahu tentang kehadiran Bian. Saya janji sama diri sendiri bakal rawat dia dengan baik dan bakal besarin dia sepenuh hati.” Katanya sembari memainkan jemarinya yang saling bertaut di pangkuan.“Sayangnya ... kenyataan nggak seperti yang diharapkan. Sebagai ibu kandungnya Bian, saya nggak mau dia menderita. Bian berhak dapat kehidupan yang lebih baik daripada hidup sengsara sama saya. Saya nggak punya pilihan selain antar Bian ke rumah keluarga Bimantara. Apalagi kalian salah satu keluarga terpandang. Saya pikir, saya nggak perlu khawatir kalau Bian dirawat sama keluarga Bimantara.”Bia ingat sewaktu dirinya melihat berita tentang tanah bekas hotel terbakar–hotel di mana dia sempat bekerja part time dan m
Perjalanan dari kediaman Adam Bimantara yang berada hampir di ujung kota menuju rumah sakit memakan waktu dua jam. Bia yang duduk di sebelah kursi kemudi tidak bisa tenang. Dia terus bergerak-gerak gelisah seraya mobil terus melaju. Sedangkan si lelaki tampan yang sebenarnya terusik berusaha menahan dirinya. Memaklumi si gadis yang khawatir dan ingin segera bertemu dengan si gembul. Pun ia pasti merasakan hal yang sama jika di posisi Bia. Tanpa mengajak perempuan di sebelahnya bicara–mereka tidak dalam situasi yang menyenangkan untuk mengobrol dalam perjalanan–Adrian memusatkan penglihatannya ke jalan.Setelah tiba di rumah sakit dan memarkirkan mobil, Adrian dan Bia berjalan di koridor. Mereka melangkah dengan cepat agar segera sampai di ruang rawat inap Bian. Ah, sebelumnya si pemuda Bimantara menyempatkan diri menghubungi ayahnya; mengabari kalau ia berhasil mengajak Bia.Begitu sampai, Adrian menghentikan langkah. Dia menatap si gadis sebentar lalu meraih knop pintu dan membukanya
Mereka tiba di ruang keluarga. Kinan melirik ke belakang untuk memastikan kondisi si gadis sebelum menggeser pintu. Sewaktu pintu terbuka, pria yang sudah berada di dalam ruangan segera berdiri. Sorot hitam bertemu dengan retina coklat yang menatap takut. Sang kepala pelayan menundukkan kepala sebagai salam hormat pada sang tuan muda. Bia yang berada di belakang ikut menundukkan kepala.“Bia ....”Si gadis berjengit mendengar namanya disebut oleh si pemuda tampan.Mendapati si gadis yang berdiri di belakang sang kepala pelayan yang berusaha menyembunyikan dirinya membuat Adrian mengingat kejadian saat dia mengusir gadis itu dari rumahnya. Gadis tersebut juga ketakutan dan berusaha agar tidak terlihat olehnya. Apa dia sangat menakutkan?“Kamu di sini untuk bujuk dia, Adrian. Bukan untuk nakutin dia!” si pemuda Bimantara bermonolog di dalam hati.Bimantara muda ini menarik napas dan menghembuskannya pelan. Dia tak mau bertindak gegabah lagi. Dia akan berhati-hati agar Bia mau mendengark
Adrian duduk termenung di sebelah ranjang yang ditempati seorang bayi yang tengah tertidur lelap. Gurat-gurat lelah terlihat jelas di wajah dengan pakaian yang tak lagi rapi–jas dan dasi miliknya tergeletak di atas sofa di sudut ruangan dan dua kancing kemeja bagian atas terbuka. Dia ingin melakukan sesuatu untuk putranya, tapi Adrian tidak tahu tindakan apa yang mesti dia lakukan. Setengah jam lalu Bian bangun dan kembali menangis, namun sebagai ayah si bayi, dia tak mampu membuat putranya berhenti menangis.Beberapa perawat yang memang ditugaskan untuk mengecek keadaan Bian secara berkala ikut membantu menenangkan si bayi. Hasilnya nihil. Mereka juga tak mampu meredakan rontaan kencang si gembul hingga bayi itu kelelahan dan tertidur.Ia benar-benar ditampar kenyataan.Baru beberapa hari, tetapi Adrian sama sekali tak bisa menjaga Bian dengan baik. Malah berakhir di rumah sakit. Perkiraannya kalau si gembul nantinya akan terbiasa tanpa si pengasuh salah besar. Justru dirinya yang ta






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviewsMore