All Chapters of Menyerah: Chapter 21 - Chapter 30
60 Chapters
Bingung
"Apa perlu ku jelaskan?" Tentu saja tidak perlu, aku tahu kemana arah pembicaraan Mas Elman. Dua orang dewasa menjalin hubungan, apa yang akan mereka lakukan, kalau bukan .... ? Ah, sudahlah! Apalagi Mbak Dita terlihat agresif begitu. Di tempat umum saja, tidak tahu malu. Bergelendot manja seperti monyetnya si Buta. Apalagi kalau sedang berdua? Aku benar-benar tidak menyangka, sama sekali tak pernah terlintas dalam benakku, Mas Elman ternyata sebejat itu. Oke dia marah, dia dendam, tapi kenapa harus meniduri Mbak Dita? Dia itu orangnya alim lho, rajin ibadah, masak iya tidak tahu kalau perbuatannya itu dilarang agama? Kepalaku jadi nyut-nyutan begini memikirkannya. Kembali terlintas bayangan bagaimana dia berbagi peluh dengan Mbak Dita, lalu saat di rumah kami pun bercinta. Ya Allah .... se menjijikkan itu suamiku. Aku ingat betul, waktu dia pamit keluar kota dua hari, katanya ada urusan pekerjaan. Pulangnya dia seperti orang yang nggak pernah bercinta bertahun-tahun, dia "menghajar
Read more
Di Tempat Lain
Pov AthorSementara itu di sebuah mes rumah sakit ternama di Jogjakarta, Dita meringkuk memeluk lutut di sudut tempat tidur, tatap matanya kosong. Sudah dua hari sejak dia datang, dia terus saja seperti itu, membuat sang adik bingung sendiri. Untungnya wajah mereka berdua bakal pinang dibelah dua, jadi, meski tanpa dijelaskan teman-teman sejawatnya paham kalau mereka kakak beradik. Kalau tidak, bisa dianggap melanggar kode etik dia, membawa perempuan tanpa ikatan menginap. "Mbak, ngomong dong ada apa? Aku mana bisa bantu kalau kamu terus seperti itu?" Dito sudah hampir frustasi, karena belum berhasil membujuk kakak satu-satunya untuk buka mulut. "Meski aku nggak banyak membantu, setidaknya hati Mbak bisa sedikit lega." Dita bergeming, masih tetap pada posisinya. "Ini masalah perusahaan?" Dita menggeleng, padahal Dito berjanji akan menemui papanya, membuang egonya untuk menemui laki-laki yang telah menganggapnya anak durhaka. Demi kakak tercinta, agar masalahnya segera teratasi. Di
Read more
Dukungan Agus
Setelah memastikan keadaan aman, pelan kudekati Mas Agus yang sedang berjongkok memberi makan ayam itu. "Mas!" kutepuk pelan bahu laki-laki yang umurnya selisih lima tahun denganku itu. "Apa? Mau minta duit?" ucapnya pura-pura ketus. Laki-laki ini biar sudah punya anak istri kelakuannya masih kayak anak kecil, susah diajak serius, becanda aja kerjanya. "Dih, nggak doyan duitmu aku, Mas!" Aku ikut berjongkok di samping Mas Agus. "Heleh, sombong amat! Mentang-mentang suaminya banyak duit!" cibirnya. "Boleh minta tolong, nggak?" ucapku pelan, takut kalau tiba-tiba Mbak Santi menyusul Mas Agus. Maklum, rumah Mas Agus dan orang tuaku bersebelahan. Jangan lupa dengan keberadaan Mas Elman di rumah ini, dia bisa saja muncul tanpa sepengatahuanku. "Mau ngutang?" Plak! Tanganku mendarat keras di pundak laki-laki yang berwajah mirip denganku itu. "Sudah dibilang nggak doyan duitmu!" "Terus mau minta tolong apa? Biasanya orang kalau ngomong minta tolong itu, nggak jauh-jauh dari soal utang
Read more
Baikan?
"Ra, kangen," bisik Mas Elman lembut di telingaku, membuat bulu kudukku meremang seketika Meski hati ingin menolak sentuhannya, tapi tubuhku berhianat, justru merasa nyaman dan menikmatinya. "Jangan Mas, nanti Zila lihat." Aku berusaha melepas tangan Mas Elman yang melingkar di perutku, tapi gagal. Lelaki itu justru mengeratkan pelukannya. "Nggak pa-pa sayang, Zila main ke rumah Mas Agus, kan?" ucap Mas Elman tanpa merubah posisinya. "Iya, tapi kalau dia tiba-tiba masuk gimana?""Ayolah, Ra. Beberapa hari ini kita nggak melakukannya, kan? Aku nggak tahan Ra." Ada yang aneh dengan pernyataan Mas Elman, dia bilang tak tahan beberapa hari tak menyentuhku, lalu apa kabar yang setahun kemarin puasa? Tangan Mas Elman gerilya kemana-mana, membuat tubuhku merespon sentuhannya. Pikiranku seperti ditarik ke alam sadar, ketika bayangan Mbak Dita bergelayut manja di lengan Mas Elman melintas. Aku mendorong tubuh kekar itu sekuat tenaga, tak rela disentuh laki-laki yang pernah meniduri pere
Read more
Bagaimana ini?
Pertama kali membuka mata, yang kulihat adalah wajah Mas Elman yang tersenyum lega. "Alhamdulillah .... Akhirnya kamu sadar juga, Ra," ucapnya lembut. Berkali-kali dia mencium telapak tanganku, kemudian meletakkan di pipinya. "Kamu tahu? Aku hampir gila saat melihatmu pucat tak berdaya, aku nggak sanggup kehilangan kamu, sayang," lirih Mas Elman, matanya berkaca-kaca. Bisa kulihat, ketulusan di sana. "Ini di mana Mas? Kayak bukan kamar kita?" ucapku setelah menyadari berada di kamar asing. Seperti di rumah sakit, karena ruangannya serba putih. Aku berusaha bangkit dari posisiku bermaksud untuk duduk, tapi Mas Elman buru-buru menahannya. "Jangan bergerak dulu, sayang. Sebentar aku ambilkan minum ya? Kamu haus pasti." Sebotol air mineral yang sudah dipasang sedotan disodorkan Mas Elman padaku. "Sudah Mas, terimakasih. Mas belum jawab pertanyaanku tadi. Ini dimana?" ucapku setelah menyesap hampir setengah air mineral itu. "Kamu di rumah sakit sayang," . Di rumah sakit? Terakhir yan
Read more
Pov Author
Pov AuthorTut .... Tut .... Panggilan tersambung, tapi diabaikan. Pun dengan panggilan kedua, begitu panggilan ketiga, panggilan ditolak. Apa maksudnya? Apa Elman benar-benar ingin lari dari tanggung jawab? Atau Elman hanya sedang kalut, tak ingin diganggu sama seperti Dita? Dito resah, Elman tak kunjung mengangkat panggilan dari dia. Bahkan terakhir kali dia mencoba, nomornya langsung diblokir. "Nggak bener ini." desis Dito gusar. "Nggak diangkat, kan? Aku bilang juga apa? Elman itu memang sengaja mau lari dari tanggung jawab. Dia cuma mau enaknya aja!" sahut Dita yang dari tadi memperhatikan gerak-gerik adiknya. "Terus gimana ini?""Ya kamu temuin dia, dong! Suruh dia tanggung jawab! Kalau perlu kamu seret dia! Enak aja, habis manis sepah dia buang!" sahut Dita ketus. Dia marah pada Elman, tapi Dito yang jadi sasaran. "Masalahnya aku ini bukan bos kayak Mbak Dita, yang bisa seenaknya meninggalkan pekerjaan karena sudah ada yang meng-handle. Aku ini residen Mbak, bisa nggak lul
Read more
Pov Author 2
"Dengar Dita, meskipun itu benihku. Aku tidak akan menikahimu," desis Elman. "Kamu!" Hampir saja Dita menampar Elman untuk kedua kalinya, tapi tangan kekar itu berhasil menepisnya. "Mas Elman bisa bersikap jentel nggak? Badan aja gede, mulut kayak perempuan," sarkas Dito. Tentu saja dia tidak terima kakaknya direndahkan oleh Elman. "Lalu kamu mau apa?" tantang Elman. "Kita di sini untuk mencari penyelesaian masalah kalian, bukan adu mulut kayak di pasar." Dito masih berusaha menahan emosinya. Mereka di sini untuk mencari jalan keluar, bukan memperkeruh keadaan dengan pertengkaran. "Masalah apalagi? Sudah jelas aku tidak akan mengakui janin Dita sebagai anakku, sekalipun nanti hasil tes DNA membuktikan aku ayah biologisnya," tegas Elman tanpa ragu. "Kalau Mas Elman tidak mau bertanggung jawab terhadap, maka kami akan menempuh jalur hukum!" ancam Dito. Menurut Dito lelaki lucknut macam Elman harus diberi pelajaran. Tawa Elman pecah seketika mendengar ancaman Dito. "Oh ya? Silahk
Read more
Batal Cerai
"Lah, katanya mau cerai? Kok mau dihamili?" seloroh Mas Agus, saat kukabarkan tentang kehamilanku. "Ish, opo sih? Ini buatnya sebelum dia ketahuan selingkuh Mas!" ketusku, kakakku itu agak sulit diajak bicara serius. "Iyo, iyo, ngono ae nesu. Terus sekarang gimana? Nggak mungkin kamu cerai, to? Orang lagi hamil.""Ya makanya itu, aku nelfon Mas Agus. Belum ngomong sama ibu to? Tentang rencanaku kemarin?" Jujur aku jadi ragu untuk bercerai dengan Mas Elman. Ada benihnya di rahimku, dia yang akan menjadi korban bila orang tuanya bercerai. "Yo belum, wong Bapak masih sakit. Kan kemarin kamu ngomong nunggu bapak sehat, to?" sahut Mas Agus dengan logat medoknya. "Syukur kalau begitu. Jangan bilang ibu kalau aku juga dirawat ya? Nanti Ibu tambah kepiran." "Iyo," sahut Mas Agus cepat."Mas, kayaknya cerainya dipending dulu," ucapku pelan, takut tiba-tiba Mas Elman masuk dan mendengar obrolanku."Yo harus, kalau perlu nggak usah cerai. Kasihan anakmu, nanti Elman biar aku tatar, biar ng
Read more
Dilema
Pov ElmanKepalaku rasanya mau pecah, mendapat kenyataan bahwa Dita hamil. Gila perempuan itu, bagaimana mungkin dia membiarkan dirinya hamil? Bukankah selama ini kita main rapi? Pasti dia sengaja menjebakku agar punya alasan untuk memaksaku menikahinya. Sialan memang. "Kamu nggak lagi subur kan, Ta?" Dia menggeleng sambil menyunggingkan senyum menggoda. Itu yang selalu ku tanyakan sebelum kami bercinta. "Memang kalau aku lagi subur kenapa? Kamu takut aku hamil ya?" bisiknya manja. "Aku hanya kasihan anaknya, kalau harus lahir dari hubungan terlarang," ucapku jujur. Aku tak mau melibatkan anak dalam upaya balas dendamku. Dita justru terkekeh mendengar jawabanku. "Kamu kayak ABG labil aja, takut banget kalau pacarnya hamil.""Kamu jangan bercanda, Ta. Aku punya istri.""Tenang aja, aman kok." Itu terakhir kali aku menyentuhnya, dan sekarang dia mengaku hamil? Wajar kan kalau aku tidak percaya, bahwa janin Dita itu anakku. Sebejat-bejatnya aku, aku tak kan tega menelantarkan darah d
Read more
Tak Mau Kehilangan
Pov Elman"Mau apa dia kesini?" Tanya Nira dingin. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Edan Dita, kenapa dia nekat datang ke sini? Bisa ngamuk Nira nanti, kalau hanya ngamuk, kalau langsung kabur gimana? "Mau bicara sama Bu Nira," jelas Suster Sari, yang masih berdiri di depan pintu. "Bicara sama aku?" "Bilang sama dia! Bu Nira tidak bisa diganggu," potongku cepat. "Iya Pak." Suster Sari berlalu dari hadapanku sambil menggandeng Zila. Aku menoleh ke arah Nira yang sudah bersiap turun dari tempat tidur. Segera aku menghampiri dan mencegahnya. "Eh jangan turun! Kamu lupa apa kata dokter kemarin? Kamu harus bed rest." Mendengar perintahku, Nira segera mengurungkan niatnya. Untung saja ada alasan aku mencegah dia keluar, bisa kacau balau kalau itu terjadi. "Aku menemui Mbak Dita, Mas." "Buat apa sih? Nggak penting.""Kok nggak penting? Mbak Dita bela-belain ke sini pasti ada yang penting. Atau jangan-jangan kalian masih --- " Belum sempat Dita menyelesaikan ucapannya, aku suda
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status