Semua Bab Pembalasan Istri Sah Ditinggal Kawin Saat Jadi TKI: Bab 31 - Bab 40
78 Bab
Eh, Kenapa Jadi Begitu?
Daffin dan Neira sudah siap saat Haryanto dan Silvia menjemput ke apartemen. "Cantiknya cucu oma," puji Silvia yang kemudian memangku Neira. "Sudah siap untuk pergi?" tanyanya."Sudah, Oma. Nela sudah siap temenin Papa," jawab anak itu dengan senyum yang menampakkan deretan gigi kecilnya. "Tapi Mama Dita nggak ikut dulu, ya," ujar Silvia lagi. "Iya, Oma. Mama udah kasih tau Nela." "Cucu Oma memang pintar," puji Silvia lagi.Neira turun dari pangkuan Silvia dan menghampiri Dita. "Mama, Nela temenin Papa dulu, ya. Mama jangan pelgi." Neira memeluk Dita. "Iya, Sayang. Dengerin Papa, Oma, dan Opa, ya. Neira 'kan anak pintar." Dita tersenyum sembari mengusap pucuk kepala anak itu. "Oke, Mama." Neira menyatukan ujung jempol dan jari telunjuknya hingga membentuk huruf O.Interaksi keduanya tak luput dari perhatian tiga orang dewasa yang ada di sana. "Kami pergi dulu, Dita. Terima kasih," ucap Daffin menatap Dita yang sedang menunduk. "Sama-sama, Tuan. Balas Dita masih terus menundu
Baca selengkapnya
Jangan Memaksakan Apa pun
Akhirnya malam ini, Daffin menemani Neira di kamar Dita bersama wanita itu. Rasanya sangat canggung berada dalam satu kamar dengan tuannya, tetapi Dita juga tidak bisa menolak permintaan Neira. Dita tidur di sisi kiri Neira, sedangkan Daffin di sisi kanan gadis kecil itu. Kedua orang dewasa itu sebenarnya tidak tidur, mereka hanya menemani Neira sambil bersandar di kepala tempat tidur. “Mama, tadi Nela tumpahin makanan telus kena baju Tante Gita,” adu anak itu. “Tapi Nela nggak sengaja, Mama,” imbuhnya kemudian. “Tapi Neira sudah minta maaf sama Tante Anggita?” tanya Dita. “Sudah. Nela nggak tau Tante Gita masih malah apa, nggak sama Nela.” Neira mendongak menatap Dita. “Tante Anggita pasti udah nggak marah lagi kok, sama Neira. Dia tahu, Neira tidak sengaja dan Neira udah pintar banget karena mau mengakui kesalahan Neira dan minta maaf,” puji Dita yang seketika membuat Neira berbinar bahagia. Malam itu, Daffin menemani Neira sembari mendengarkan putrinya bercerita pada Dita.
Baca selengkapnya
Gaun yang Sama
Ternyata ulang tahun Neira bersamaan dengan ulang tahun Devina. Dita sudah mengirim gaun ulang tahun pemberian Silvia, dua hari setelah wanita paruh baya itu memberikannya. Dita juga sudah berpesan pada Lastri untuk memberikan kue ulang tahun pada putrinya itu dan memberikan kado yang sudah ia kirim jauh hari sebelum hari ulang tahun putrinya."Siap. Aku akan kirim foto dan videonya buat kamu.'Sebuah pesan balasan dari sahabatnya berhasil membuat senyum di kedua sudut bibir Dita terukir indah. Wanita itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan bersiap membangunkan Neira. Sore nanti, oma dan opa Neira ingin memberikan kejutan ulang tahun untuk cucu mereka. "Selamat pagi, Princess. Happy birthday …," sapa Dita saat Neira mengerjapkan mata pelan. Neira tersenyum dan merentangkan tangan agar Dita memeluknya. Kebiasaan yang selalu mereka lalui setiap hari. Dita terus membujuk Neira yang tidak mau sarapan saat tahu jika papanya sudah berangkat ke kantor sebelum ia bangun. Ga
Baca selengkapnya
Kami Adalah Dua Wanita yang Berbeda
Acara berlangsung sampai malam. Keluarga yang lain sudah pulang dan Daffin memutuskan untuk menginap di sana. Besok rencananya mereka akan pergi ke salah satu panti asuhan untuk membagikan bingkisan pada anak-anak yang ada di sana. Daffin menghentikan langkahnya saat mendengar Dita sedang melakukan panggilan video call dengan seseorang. Pria itu sengaja datang ke rumah belakang karena ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan Dita. 'Terima kasih buat baju dan kadonya, Tante. Kuenya juga enak. Vina suka.'Daffin bisa mendengar dengan jelas suara anak kecil di layar benda pipih tersebut. "Alhamdulillah, kalau Vina suka. Tante akan kirimkan lagi nanti yang lain," balas Dita bahagia. Daffin masih menunggu di tempatnya berdiri. Menatap punggung wanita itu dari jarak beberapa meter. 'Ta, sebaiknya kamu jangan mengirim dulu barang buat Devina. Bimo kayaknya mulai curiga dan Nadiya juga beberapa kali datang ke sini untuk memastikan apa kamu benar-benar sudah menikah lagi apa belum. D
Baca selengkapnya
Rindu
Rasanya memang berubah canggung setelah kejadian malam itu. Namun, Dita tidak ingin terlalu memikirkannya. Ia anggap tuannya itu hanya sedang merindukan mendiang istrinya. Setelah kembali dari kediaman orang tua Daffin, Dita tetap mengerjakan tugasnya seperti biasa. Tidak menghindari Daffin ataupun bersikap cuek pada pria itu. Berbeda dengan Dita, Daffin terlihat lebih banyak diam dan justru ia yang menghindari pengasuh putrinya itu. "Kamu pikirkan dulu, Fin. Papi sama Mami takut kalau perasaan kamu sama Dita hanya karena kemiripan dia dengan Annisa saja," nasihat sang papi. "Iya, Fin. Kasihan Dita kalau sampai nantinya kamu membandingkan dia dengan Annisa. Benar apa yang dikatakan Dita, meskipun mereka mempunyai kemiripan, tetapi mereka tetap dua wanita yang berbeda." Silvia ikut menimpali ucapan suaminya. Pagi itu, Daffin menceritakan apa yang terjadi malam hari setelah acara ulang tahun Neira. "Apa mungkin ini terlalu cepat, Ma, Pa?" tanya Daffin menatap kedua orang tuanya. R
Baca selengkapnya
Maaf Saya Tidak Bisa, Tuan
Sejak subuh, Daffin terlihat sangat bersemangat untuk pergi ke bandara bersama Neira. Hari ini, Dita kembali dan mereka berencana untuk langsung pergi liburan ke Bandung.Bukan hanya Neira yang terlihat antusias menunggu di pintu kedatangan. Jika saja Daffin adalah seorang anak kecil, mungkin itu akan jauh terlihat sangat ketara. “Mama.” Neira memekik memanggil Dita. Wanita itu segera tersenyum dan setengah berlari menghampiri Neira. “Nela kangen Mama.” Neira menghambur ke dalam pelukan Dita saat wanita itu jongkok di depannya. “Iya, Sayang.” Dita memberikan pelukan rindu pada gadis kecil tersebut. Jujur , ia juga sangat merindukan Neira.Selama liburan mudik, Dita tidak bisa berkomunikasi sama sekali dengan Devina. Nadiya dan keluarga Bimo benar-benar membatasi pergerakan anak itu. Lastri yang semula bisa bertemu dan mengajak Devina untuk main bersamanya, tetapi beberapa minggu terakhir, Lastri bahkan dilarang untuk bertemu dengan Devina. Dari tetangga sekitar, Lastri mendapat
Baca selengkapnya
Amarah Daffin
Daffin kembali ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia menatap langit-langit kamar dan mengusap wajahnya. Jika Dita tetap dengan pendiriannya dan memilih untuk sendiri, maka ia juga akan tetap memperjuangkan perasaannya. Ia akan mencintai dan memperjuangkan wanita itu dengan caranya sendiri. Pukul tiga sore, Neira bangun dari tidurnya dan Dita menemani anak itu untuk berenang. Daffin sudah mengirim pesan pada wanita itu jika ia tidak bisa ikut menemani Neira berenang. Dita tidak mempermasalahkan. Dita justru bersyukur karena ia tidak akan merasa canggung. Menjelang makan malam, Barulah Daffin datang ke kamar putrinya dan mengajak dua wanita beda usia itu untuk makan malam di luar hotel. Tidak disangka, di sana mereka bertemu dengan Anggita. Tanpa permisi, wanita itu duduk bergabung di meja Daffin, ikut makan malam bersama mereka. Bukan Dita yang merasa risi, tetapi Daffin dan Neira yang terlihat tidak nyaman. Anak itu seketika diam dan berhenti berceloteh. Anggita te
Baca selengkapnya
Hanya Memberi Peringatan Kecil
Daffin menginjak pedal gas dan meninggalkan Anggita begitu saja. Ia tidak peduli dengan teriakan wanita itu atau merasa khawatir karena meninggalkan wanita itu sendiri di jalan yang sepi seperti itu. Bukankah wanita itu membawa ponsel dan bisa menghubungi sopir pribadinya untuk menjemputnya di sana. Daffin juga tidak peduli jika wanita itu kan mengadu pada papanya.Perasaan Daffin sedang tidak baik-baik saja saat ini. Ia sangat mengkhawatirkan Dita dan ingin cepat menemui wanita itu. Daffin sangat yakin dengan pikirannya apa yang telah dilakukan oleh Anggita pada Dita. Daffin segera menghampiri kamar Dita dan Neira saat lift berhenti di lantai kamar mereka. “Dita ka—”“Papa … Papa sudah datang?” Suara Neira memangkas ucapan Daffin yang ingin bertanya pada Dita. Pria itu kemudian membawa putrinya ke dalam gendongan.“Kenapa Princes papa belum tidur?” tanya Daffin yang kemudian mencium gemas pipi putrinya. “Nela nungguin Papa. Mau main dulu sama Papa dan Mama,” adu anak itu. Daffin
Baca selengkapnya
Bertemu Mantan Lagi
Pertemuannya dengan Bimo dan Alya, adik Bimo di Bandung, membuat Dita menolak saat beberapa kali Daffin mengajaknya untuk pergi kembali ke Kota Kembang tersebut. Empat bulan sudah berlalu, tetapi Dita masih saja enggan untuk pergi ke sana. Dita ingat,kalau itu adalah kota kelahiran Nadiya dan Keluarga Bimo juga ada yang tinggal di sana. Pertemuannya dengan Alya saat itu juga karena remaja putri itu sedang liburan lebaran di tempat keluarganya. Daffin tidak ingin memaksa, karena Dita juga pasti mempunyai alasan sendiri. Lagi pula, Neira juga masih bisa diajak berlibur ke tempat lain selain ke Kota Kembang. Hari itu, saat sedang mengantar Silvia belanja. Dita tidak sengaja bertemu dengan Bimo di salah satu mall. Pria itu terlihat mengenakan jaket sebuah driver online. Sepertinya dia sedang membeli pesanan pelanggan. Ingin menghindar, tetapi pria itu lebih dulu melihat Dita.“Kamu apa kabar, Ta?” tanya pria itu. Kebetulan saat itu juga Dita sedang menunggu Silvia yang sedang ke toi
Baca selengkapnya
Aku Bukan Temannya
“Mama ….” Neira berlari menghampiri Dita setelah pintu gerbang sekolah dibuka. “Tadi ada teman baru di kelas, namanya Gibran,” adu Neira pada Dita. “Oh, ya?” Dita menuntun Neira menuju mobil yang sudah menunggu di dekat jalan. “Iya, Ma. Tapi, Gibran sombong. Dia gak suka kalau Neira ajak ngobrol,” adu Neira lagi. Anak itu sudah duduk di samping Dita. “Mungkin Gibran masih malu, Sayang. Besok, Neira ajak ngobrol lagi aja Ghibrannya, ya.” Dita tersenyum lembut dan mengusap lembut kepala Neira. Tak terasa sudah hampir tiga tahun Dita merawat anak itu. Sekarang, Neira sudah berusia lima tahun lebih. Empat bulan lagi, anak itu sudah menginjak usia enam tahun. Neira sekarang sudah sekolah di taman kanak-kanak. “Kita mau ke kantor Papa hari ini, Ma?” tanya Neira.“Iya, Sayang. Kita antar bekal makan siang Papa dulu, ya.”"Neira boleh main di kantor Papa, Nggak? Mau makan siang sama Papa di sana,” rengek anak itu sambil mengerjapkan matanya. “Kita tanya Papa dulu, ya,” balas Dita dan me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status