All Chapters of Pesona Adik Ipar: Chapter 21 - Chapter 30
57 Chapters
Bab 21
Sudah tiga hari Laras menantikan Bram untuk tersadar. Gadis polos itu selalu bergantian dengan mamanya Bram menunggu pria itu di Rumah Sakit. Kesedihan selalu nampak pada wajah cantik Laras.Setiap kali jam besuk, Laras selalu mengajak Bram berbicara. Gadis itu berharap dengan berbicara dengannya maka akan membantu mempercepat proses bangunnya Bram.Tidak ada kata putus asa dalam hati gadis cantik itu dalam menemani dan menanti Bram untuk sadar. Bahkan gadis itu rela tidur di kursi tunggu Rumah Sakit.Soya, mamanya Bram selalu menyuruhnya untuk beristirahat dan fokus pada kuliahnya, tapi Laras selalu menolak. Dia tetap berkeras kepala untuk menggantikan wanita setengah baya itu untuk menunggu Bram."Laras," panggil seorang wanita dari arah belakang."Kak Rere," ucapnya terkejut saat melihat kakak tirinya berdiri di belakangnya."Bagaimana keadaan Bram?""Kak Bram masih belum sadar, Kak. Dia masih menggunakan mesin untuk membantunya bernapas," ucapnya sedi
Read more
Bab 22
Sudah satu bulan lebih penantian Laras dan keluarga menunggu Bram untuk bangun. Jadi sudah satu bulan pria tampan itu tidak sadarkan diri dan terbaring lemah di ruang ICU sumah sakit. Tidak adanya perkembangan pada kesehatan lelaki itu membuat keluarga semakin putus asa dan pasrah.Hari itu hanya Laras yang selalu menemani tubuh pria yang terkulai tak berdaya, sedangkan keluarganya sedang mengurus perusahaan yang ditinggalkan oleh Bram selama pria itu tidak sadarkan diri.Sore hari, keluarga Bram menemui dokter yang merawat putranya. Mereka melakukan diskusi tentang kondisi putranya yang sampai saat ini tidak ada perkembangan sama sekali."Maaf, Tuan dan Nyonya, sepertinya keadaan putra Anda sudah tidak ada harapan lagi. Sampai sekarang pasien tidak juga menunjukkan perkembangan. Hal ini bisa menjadi pertimbangan untuk keluarga, apakah akan tetap membiarkan pasien seperti ini terus menerus atau akan melepas semua alat yang ada pada tubuhnya," ucap dokter berusaha menjela
Read more
Bab 23
Para tim medis sedang sibuk membereskan alat-alat yang ada pada Bram. Sedangkan dokter memberi penjelasan pada keluarga tentang kematian pasien.Tanpa menunggu dokter selesai menjelaskan, Laras langsung berlari memeluk tubuh Bram yang masih terpasang alat monitor."Kak, jangan tinggalin Laras sendiri," ucap gadis itu sembari menangis memeluknya erat."Kamu jahat, Kak!"Gadis itu terus menangis dan memanggil nama Bram. Soya dan suaminya mendekati gadis itu. Wanita itu pun turut menangis dan memeluk tubuh putranya yang terbujur lemah."Nak, ikhlaskan Bram," ucap Grey, papanya Bram."Laras belum bisa ikhlas, Om. Laras mencintai kak Bram.""Aku tau, Nak, tapi kita harus mengikhlaskannya. Biarkan Bram pergi dengan tenang.""Pa, Bram anak kita satu-satunya," ucap Soya dalam tangisnya."Ma, sabar.""Aku tidak akan mengampuni orang yang sudah membuat putraku celaka. Aku akan menghukumnya, kalau perlu dia juga harus mati," ucap Grey penuh dendam."
Read more
Bab 24
Dua hari sejak Bram mulai kembali bisa bernapas spontan, Laras masih setia menunggunya untuk sadar. Gadis itu rela meninggalkan jam kuliahnya demi ingin melihat kekasihnya tersadar. Dia ingin saat Bram tersadar orang pertama yang Bram lihat adalah dirinya.Rasa lelah memang sedang menghampiri dirinya. Dua malam ini Laras hampir tidak memejamkan matanya. Gadis itu ingin selalu terjaga menanti sebuah keajaiban selanjutnya."Laras," panggil seorang wanita di belakangnya."Kakak." Wajah Laras terkejut."Sepertinya kamu sangat lelah. Pulanglah untuk istirahat! Biar aku yang menggantikanmu untuk menjaga Bram.""Tidak, Kak. Aku tidak mau meninggalkan kak Bram. Aku ingin melihatnya tersadar.""Bram pasti akan sedih kalau melihat wajahmu seperti ini. Lihatlah wajahmu sangat kusut dan lingkar matamu sangat jelas. Apa kamu mau kalau Bram sadar nanti dia bersedih karena melihatmu seperti ini?"Gadis itu berpikir sebentar. Benar juga yang dikatakan Rere, Bram tid
Read more
Bab 25
Kesehatan Bram semakin membaik, bahkan hari ini dokter sudah memperbolehkan pria itu pulang. Semenjak Bram sadar dan mengatakan bahwa Rere adalah istrinya, wanita itu lebih sering menemani Bram dan tidak memberi kespatan sedikit pun untuk Laras.Awalnya orang tua Bram ingin mengatakan yang sebenarnya tapi Laras melarangnya. Gadis itu tidak mau hanya karena mementingkan egonya, kesehatan Bram akan kembali memburuk.Bram memang tidak mengingat Laras sebagai kekasihnya, tapi pria itu menyayangi Laras sebagai adiknya. Bahkan perlakuannya kepada Laras masih sama baiknya dari sebelum kecelakaan itu.Dia tidak pernah menyakiti Laras. Setiap hari pun dia ingin Laras terus mengunjungi dan menemaninya. Hanya saja Rere selalu melarangnya.Hari ini Laras sengaja tidak datang karena dalam pikirannya Bram sudah ada yang menemani yaitu Rere. Hari ini juga Bram sudah boleh pulang. Gadis itu berpikir dia akan menunggu Bram di rumah saja."Ma, Laras mana?" Mata Bram tidak melihat
Read more
Bab 26
Dengan tuntunan Soya, Laras keluar dari kamarnya dan mendekati Bram serta Rere dan Grey. Matanya menatap nanar ke arah Bram, sedangkan pada wajahnya tersirat keraguan dan kesedihan yang dalam.Senyum licik dan puas mengembang dari bibir wanita yang kini berada di samping Bram. Rere, wanita itu selalu saja mendekatkan tubuhnya pada Bram."Kak," panggilnya.Bram memutar tubuhnya dan menatap Laras."Laras."Gadis itu masih saja berdiri mematung menatap pria yang dia rindukan selama ini."Laras, apa kamu tidak merindukan kakakmu ini?" ucap Bram heran saat Laras tidak antusias melihatnya pulang."Aku merindukanmu, Kak.""Kalau kamu merindukanku, kenapa kamu masih berdiri di situ? Apa kamu tidak mau memeluk kakakmu ini?""Aku ingin, tapi ...." Mata Laras mengarah pada Rere.Wanita itu melotot menatapnya."Tapi apa Laras? Bukankah kamu adikku?"Laras terdiam menahan kepedihan saat Bram kembali mengatakan bahwa dia adalah adiknya. Serasa ingin
Read more
Bab 27
Pagi hari seperti biasa, Laras sudah menyiapkan sarapan dan sudah rapi bersiap kuliah. Gadis itu menatap dirinya sendiri di depan cermin dalam kamarnya."Semangat Laras. Kamu bisa menjalani ini semua. Aku yakin semua akan indah pada waktunya," ucapnya menyemangati dirinya sendiri."Laras, kamu sudah rapi, Nak?" Soya masuk dan mendekati Laras."Iya, Tante. Hari ini aku harus berangkat lebih pagi. Ada tugas yang harus segera diserahkan ke dosen pembimbingku. O ya, Tante, aku sudah siapkan sarapan." Laras mengalihkan diri."Tante sudah lihat. Ayo kita keluar dan sarapan bersama! Mereka sudah menunggu di meja makan."Laras dan Soya keluar untuk bergabung dengan yang lain di meja makan. Belum ada Bram di sana. Pria itu masih di dalam kamarnya.Beberapa saat kemudian, pria itu keluar dengan pakaian rapi dan berjalan menuju meja makan di mana semua sudah menunggunya."Sayang, kamu rapi sekali," puji Rere. Rere berusaha mencari perhatian Bram. Dia juga bersikap s
Read more
Bab 28
Langkah berwibawa dan percaya diri. Itulah yang saat ini menarik perhatian setiap mata yang melihatnya. Bukan hanya karena ketampanan dan bentuk tubuhnya yang membuat mata wanita mengidolakannya.Rasa tidak percaya dan kekaguman pada sebuah keajaiban yang membuat mereka menatapnya tidak henti. Senyum mengembang dan sapa ramah dari bibirnya semakin membuat kepercayaan mereka menjadi bulat."Selamat pagi, Pak. Nama saya, Toni. Bagian keuangan.""Selamat pagi, Pak. Nama saya, Siska.""Pagi, Pak. Saya Novi.""Pagi, Pak."Dan bla ... bla ... bla ... masih banyak lagi sapaan mereka sembari memperkenalkan diri pada pria yang berjalan melintasi mereka.Saat sudah mendekati ruangannya, pria itu menghentikan langkahnya dan memutar tubuh menghadap kerumunan karyawan yang berbaris rapi."Sudah! Kalian tidak perlu memperkenalkan diri seperti ini. Aku malah semakin pusing melihat kalian berbaris seperti anak SD mau masuk kelas. Mulailah bekerja!"Bram meneruska
Read more
Bab 29
Tangan Rere masih saja senang bergelayut pada lengan Bram. Pria itu pun tidak menolaknya. Tentu saja hal itu membuat hati Laras menjadi sakit.Gadis itu berusaha menahan sekuat hatinya. Mencoba untuk tetap tersenyum. Menyesal rasanya mengikuti kemauan Bram untuk datang ke kantornya.Berbeda dengan Joy. Asisten sekaligus teman Bram selalu mengedarkan matanya. Dia memperhatikan setiap ekspresi yang diciptakan oleh orang-orang yang ada di depannya.Pria itu merasakan kasihan pada Laras. Dia tahu bagaimana sakitnya hati gadis itu saat melihat Bram dan Rere."Laras, apa kamu lapar?" tanya Joy mencoba menghiburnya."Tidak, Kak. Aku tidak lapar.""Ayolah, aku tahu kamu lapar. Bagiamana kalau aku ajak kamu makan di restauran dekat sini? Aku tahu makanan yang enak.""Aku sudah kenyang, Kak.""Ayolah! Jangan malu-malu."Joy menarik tangan Laras dan memaksanya."Joy. Dia bilang tidak mau. Kenapa kamu memaksanya?" Bram tidak suka dengan sikap asistennya.
Read more
Bab 30
Siapa yang tidak akan tertarik melihat tubuh lelaki yang gagah dan berotot namun tidak berlebihan. Tubuh altelis dengan perut rata dan membentuk kotak-kotak yang menggairahkan.Tubuh yang sehat dibalut dengan kain handuk putih sebatas pinggang. Aroma harum yang dihasilkan dari sabun mandi membuat Rere semakin bergairah.Bukan hanya Rere yang akan bergairah. Setiap wanita yang melihatnya pun pasti akan merasakan hal yang sama. Ingin memeluknya dengan erat.Wanita itu perlahan mendekati Bram yang baru keluar dari kamar mandi dan langsung melingkarkan tangannya pada pinggang suaminya.Sempat terkejut. Ya, itulah yang Bram rasakan. Pria itu terkejut saat merasakan usapan menggoda yang diberikan tangan wanita itu pada tubuhnya."Lepaskan tanganmu, aku mau memakai pakaian!" ucap Bram santai."Sayang, tidakkah kamu mau melakukan kewajiban kita sebagai suami istri malam ini?" ucap wanita itu dengan memberinya sebuah sentuhan lembut pada leher prianya.Beberapa se
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status