Kesehatan Bram semakin membaik, bahkan hari ini dokter sudah memperbolehkan pria itu pulang. Semenjak Bram sadar dan mengatakan bahwa Rere adalah istrinya, wanita itu lebih sering menemani Bram dan tidak memberi kespatan sedikit pun untuk Laras.Awalnya orang tua Bram ingin mengatakan yang sebenarnya tapi Laras melarangnya. Gadis itu tidak mau hanya karena mementingkan egonya, kesehatan Bram akan kembali memburuk.Bram memang tidak mengingat Laras sebagai kekasihnya, tapi pria itu menyayangi Laras sebagai adiknya. Bahkan perlakuannya kepada Laras masih sama baiknya dari sebelum kecelakaan itu.Dia tidak pernah menyakiti Laras. Setiap hari pun dia ingin Laras terus mengunjungi dan menemaninya. Hanya saja Rere selalu melarangnya.Hari ini Laras sengaja tidak datang karena dalam pikirannya Bram sudah ada yang menemani yaitu Rere. Hari ini juga Bram sudah boleh pulang. Gadis itu berpikir dia akan menunggu Bram di rumah saja."Ma, Laras mana?" Mata Bram tidak melihat
Dengan tuntunan Soya, Laras keluar dari kamarnya dan mendekati Bram serta Rere dan Grey. Matanya menatap nanar ke arah Bram, sedangkan pada wajahnya tersirat keraguan dan kesedihan yang dalam.Senyum licik dan puas mengembang dari bibir wanita yang kini berada di samping Bram. Rere, wanita itu selalu saja mendekatkan tubuhnya pada Bram."Kak," panggilnya.Bram memutar tubuhnya dan menatap Laras."Laras."Gadis itu masih saja berdiri mematung menatap pria yang dia rindukan selama ini."Laras, apa kamu tidak merindukan kakakmu ini?" ucap Bram heran saat Laras tidak antusias melihatnya pulang."Aku merindukanmu, Kak.""Kalau kamu merindukanku, kenapa kamu masih berdiri di situ? Apa kamu tidak mau memeluk kakakmu ini?""Aku ingin, tapi ...." Mata Laras mengarah pada Rere.Wanita itu melotot menatapnya."Tapi apa Laras? Bukankah kamu adikku?"Laras terdiam menahan kepedihan saat Bram kembali mengatakan bahwa dia adalah adiknya. Serasa ingin
Pagi hari seperti biasa, Laras sudah menyiapkan sarapan dan sudah rapi bersiap kuliah. Gadis itu menatap dirinya sendiri di depan cermin dalam kamarnya."Semangat Laras. Kamu bisa menjalani ini semua. Aku yakin semua akan indah pada waktunya," ucapnya menyemangati dirinya sendiri."Laras, kamu sudah rapi, Nak?" Soya masuk dan mendekati Laras."Iya, Tante. Hari ini aku harus berangkat lebih pagi. Ada tugas yang harus segera diserahkan ke dosen pembimbingku. O ya, Tante, aku sudah siapkan sarapan." Laras mengalihkan diri."Tante sudah lihat. Ayo kita keluar dan sarapan bersama! Mereka sudah menunggu di meja makan."Laras dan Soya keluar untuk bergabung dengan yang lain di meja makan. Belum ada Bram di sana. Pria itu masih di dalam kamarnya.Beberapa saat kemudian, pria itu keluar dengan pakaian rapi dan berjalan menuju meja makan di mana semua sudah menunggunya."Sayang, kamu rapi sekali," puji Rere. Rere berusaha mencari perhatian Bram. Dia juga bersikap s
Langkah berwibawa dan percaya diri. Itulah yang saat ini menarik perhatian setiap mata yang melihatnya. Bukan hanya karena ketampanan dan bentuk tubuhnya yang membuat mata wanita mengidolakannya.Rasa tidak percaya dan kekaguman pada sebuah keajaiban yang membuat mereka menatapnya tidak henti. Senyum mengembang dan sapa ramah dari bibirnya semakin membuat kepercayaan mereka menjadi bulat."Selamat pagi, Pak. Nama saya, Toni. Bagian keuangan.""Selamat pagi, Pak. Nama saya, Siska.""Pagi, Pak. Saya Novi.""Pagi, Pak."Dan bla ... bla ... bla ... masih banyak lagi sapaan mereka sembari memperkenalkan diri pada pria yang berjalan melintasi mereka.Saat sudah mendekati ruangannya, pria itu menghentikan langkahnya dan memutar tubuh menghadap kerumunan karyawan yang berbaris rapi."Sudah! Kalian tidak perlu memperkenalkan diri seperti ini. Aku malah semakin pusing melihat kalian berbaris seperti anak SD mau masuk kelas. Mulailah bekerja!"Bram meneruska
Tangan Rere masih saja senang bergelayut pada lengan Bram. Pria itu pun tidak menolaknya. Tentu saja hal itu membuat hati Laras menjadi sakit.Gadis itu berusaha menahan sekuat hatinya. Mencoba untuk tetap tersenyum. Menyesal rasanya mengikuti kemauan Bram untuk datang ke kantornya.Berbeda dengan Joy. Asisten sekaligus teman Bram selalu mengedarkan matanya. Dia memperhatikan setiap ekspresi yang diciptakan oleh orang-orang yang ada di depannya.Pria itu merasakan kasihan pada Laras. Dia tahu bagaimana sakitnya hati gadis itu saat melihat Bram dan Rere."Laras, apa kamu lapar?" tanya Joy mencoba menghiburnya."Tidak, Kak. Aku tidak lapar.""Ayolah, aku tahu kamu lapar. Bagiamana kalau aku ajak kamu makan di restauran dekat sini? Aku tahu makanan yang enak.""Aku sudah kenyang, Kak.""Ayolah! Jangan malu-malu."Joy menarik tangan Laras dan memaksanya."Joy. Dia bilang tidak mau. Kenapa kamu memaksanya?" Bram tidak suka dengan sikap asistennya.
Siapa yang tidak akan tertarik melihat tubuh lelaki yang gagah dan berotot namun tidak berlebihan. Tubuh altelis dengan perut rata dan membentuk kotak-kotak yang menggairahkan.Tubuh yang sehat dibalut dengan kain handuk putih sebatas pinggang. Aroma harum yang dihasilkan dari sabun mandi membuat Rere semakin bergairah.Bukan hanya Rere yang akan bergairah. Setiap wanita yang melihatnya pun pasti akan merasakan hal yang sama. Ingin memeluknya dengan erat.Wanita itu perlahan mendekati Bram yang baru keluar dari kamar mandi dan langsung melingkarkan tangannya pada pinggang suaminya.Sempat terkejut. Ya, itulah yang Bram rasakan. Pria itu terkejut saat merasakan usapan menggoda yang diberikan tangan wanita itu pada tubuhnya."Lepaskan tanganmu, aku mau memakai pakaian!" ucap Bram santai."Sayang, tidakkah kamu mau melakukan kewajiban kita sebagai suami istri malam ini?" ucap wanita itu dengan memberinya sebuah sentuhan lembut pada leher prianya.Beberapa se
"Aku akan menunggumu, Kak."Bram tersenyum mendapat jawaban dari Laras.Kembali lagi pria itu menautkan bibirnya, tapi kali ini hanya sekedar sentuhan kilat."Istirahatlah! Aku tidak mau kamu tidur terlalu malam. Selalu jaga dirimu untukku! Semoga mimpimu indah.""Kakak juga harus istirahat. Jangan terlalu banyak bekerja.""Pasti."Bram mengantar Laras sampai pintu. Pria itu membuka kembali kunci pintu dan membukanya untuk Laras."Kak Joy?" ucap Laras terkejut saat melihat Joy berdiri di depan pintu yang baru Bram buka.Bukan hanya Laras yang terkejut, Joy juga ikut terkejut. Senyum dan tatapan curiga nampak jelas di wajah pria itu."Bram?"Bram langsung menarik tangan Joy untuk masuk dan tidak memberinya kesempatan untuk bertanya."Kenapa kamu menyuruhku datang ke sini? Kamu gila! Lihat derasnya hujan di luar sana!""Aku tahu. Temani aku tidur malam ini!""Kamu gila! Aku pria normal, Bram.""Jangan berisik!""Kamu punya is
Tatapan tajam membunuh menyerang Joy. Tatapan penuh amarah dan cemburu. Deru napasnya pun ikut menderu dengan otot dada naik turun memperhatikan orang yang menjadi tersangka utama yang sudah membuat hatinya panas dan cemburu."Kak Bram.""Bram!" ucap Joy dengan senyum menyeringai gugup.Joy melepaskan tangan Laras dan mulai salah tingkah. Bram berjalan duduk di kursi masih dengan tatapan tajam ke arah Joy.Joy bersungut-sungut duduk di depannya. Rambutnya yang tidak gatal pun menjadi sasaran rasa gugupnya, Joy menggaruk kulit kepalanya. Sedangkan Laras, gadis itu kembali melanjutkan memasaknya."Aku menyuruhmu ke sini bukan untuk menggodanya," sindir Bram penuh penekanan."Aku tidak menggodanya. Aku hanya memberi ucapan selamat pagi.""Sama saja. Aku tidak suka kamu menyentuhnya." Bram semakin menunjukkan rasa tidak suka atas apa yang Joy lakukan pada Laras."Hey, aku hanya menyentuh tangannya. Tidak lebih. Lagi pula tidak ada salahnya kalau aku suka