All Chapters of BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI : Chapter 21 - Chapter 30
70 Chapters
Bab 21
Dahlia masih terdiam mendengar bentakan dari si ibu yang menelfonnya. Segera aku ambil alih handphonenya dan meminta maaf."Maaf bu, soal kuah mie ayam tadi ya? Maafkan kami, tadi kebetulan istri saya jaga warung sendirian, jadi karena buru-buru kuahnya sampai tertinggal. Waktu istri saya telfon ibu, tapi nomonya tidak aktif," jelasku."Eh gimana sih ini, saya ini mau tanya, kuahnya memang ketinggian apa sengaja gak dikasih kuah ya?" "Maaf sekali, kuahnya ketinggalan.""Owalah, dikira memang benar tidak pakai kuah, tapi ini enak lho mas. Baru kali ini makan mie ayam tanpa kuah malah enak banget. Engga enek. Temen-temen pada ketagihan. Rencana besok mau pesan lagi 20 bungkus.""MasyaaAllah, ini beneran Bu?" Dahlia tiba-tiba memgambil handphone dari tanganku."Iya mbak, benar. Besok mau pesan yang kayak tadi ya, yang pedas semua. Mie ayam goreng ya tanpa kuah," jelas ibu itu mengulang pesanannya."Baik bu, siap. Mau diantar jam berapa?" jawab Dahlia."Seperti tadi, besok biar saya yang
Read more
Bab 22
"Maksud kamu apa? Aku gak paham? Apa yang kamu titipkan sama ibu?" Aku ikut naik keatas saung, begitupun dengan Dahlia, sedari tadi dia mencoba menenangkanku agar tak naik pitam"Jadi selama ini aku bayar angsurannya, Mas. Uangnya aku titip ke ibu, katanya kalau ditransfer takut Mas Guntur tidak tahu.""Astaghfirullah, ibu," kuredakan emosiku dengan meneguk air putih yang diberikan Dahlia."Ibu tidak pernah memberikan apa-apa Ruh, kami setiap bulan selalu pontamg panting mencari tambahan.""Demi Allah, Mbak, Mas. Setelah aku menerima gaji pertamaku, aku langsung bantu membayar angsuran. Bahkan angsuran yg aku titipkan ke ibu itu full. Hanya akhir-akhir ini saja aku titip separo, karena aku juga harus bayar angsuran mobil.""Astaghfirullah," tak henti-hentinya aku dan Dahlia mengucap istighfar. Sebenarnya ada apa dengan ibu? Kenapa ibu begitu senang melihat aku dan Dahlia menderita."Apa kamu sama mbak Tika tidak pernah memberi ibu uang belanja?""Kalau aku kasih Mas, bahkan kadang sem
Read more
Bab 23
Dadaku mendadak bergemuruh, rasa sesak seperti terhimpit batu yang sangat besar. Berkali-kali aku menghirup udara dengan rakus. Kuletakkan ponsel Dahlia dengan perlahan."Mas, udah bangun?" Suara Dahlia membuatku sedikit terkejut."I-iya, barusan mau lihat jam di ponselmu, tapi tiba-tiba ada pesan." Aku ingin melihat reaksi Dahlia ketika dia membuka pesan dari mas Rendi."Pesan dari siapa?" Dahlia mendekat dan meraih HP yang baru saja kuletakkan.Aku terus mengamati wajah wanita didepanku, agar aku tahu bagaimana perubahan mimik wajahnya. "Mas, ini pesan dari mas Rendi, tolong telfon dia dan bilang jangan pernah hubungi lagi atau semacamnya." Diluar dugaan, aku kira dia akan salah tingkah. Akupun memencet tombol hijau di aplikasi wA-nya. Tanpa menunggu lama, terdengar suara bariton dari seberang."Halo Dalia, akhirnya kamu mau menghubungiku," ucap suara dari saluran telepon."Sudah aku bilang, jangan pernah hubungi Dahlia, paham kan mas?""Gu-Guntur ...," Jawabnya terbata. "Aku hanya
Read more
Bab 24
"Kamu memang pembawa sial, pantas ibu tak pernah menyayangi kamu dari kecil," teriak wanita itu. Setelah mengatakan itu mbak Tika pergi, namun ketika dia sampai di motornya, wanita itu kembali berteriak, "kamu akan menyesal karena telah menghancurkan rumah tanggaku Guntur!"Aku tak menghiraukan ocehan wanita itu, tapi dalam hati aku bertanya-tanya, apa maksud sebenarnya perkataannya. Kenapa ibu membenciku dari kecil. Aku kira dulu karena aku termasuk anak yang nakal, tetapi hingga aku sudah besar, bisa mencari uang sendiri, perlakuan ibu semakin parah, apalagi ketika bapak meninggal.Apa sebenarnya aku bukan anak kandung ibu? Tetapi di Kartu Keluarga dan akta kelahiran menunjukkan aku anak kandung mereka. Aku masuk kembali ke ruangan untuk melanjutkan pekerjaanku, namun baru saja ingin mencatat bahan-bahan yang perlu dibeli, telepon dari Mas Rahmat menghentikan aktivitasku."Tur, ibumu tadi jatuh di kamar mandi, sekarang aku bawa ke puskesmas"Yaa Allah, iya Mas, Guntur ke sana." Ta
Read more
Bab 25
Cukup lama aku berpikir, bahkan aku sampai telpon Dahlia untuk meminta saran. Pikiranku sudah terlalu buntu memikirkan ibu."Balik lagi mas, jangan sampai terjadi apa-apa sama ibu, iya kalau mbak Tika sama Guruh datang lagi, kalau tidak kan, ibu benar-benar sendiri disana," ucap Dahlia. Terbuat dari apa hati Dahlia. Kenapa dia begitu kuat menghadapi ibu? Sedangkan aku sendiri yang katanya anak kandungnya tak sekuat Dahlia.Akupun menuruti apa kata Dahlia. Tujuanku hanya satu, berbakti. Jika nanti ibu tidak mau menerimaku, ya sudah aku akan pulang.Sekitar setengah jam aku sudah sampai di depan puskesmas. Ada rasa ragu ketika hendak menuju ruangan ibu.Perlahan aku mendekati ruangan di mana ibu dirawat, terdengar suara ibu tengab berbincang, tapi aku tak mendengar siapa lawan bicara ibu."Kenapa cepat sekali?""Tika harus ketemu sama om Bas, Bu. Nanti dia marah kalau Tika telat. Bisa-bisa jatah Tika di kurangin." Ternyata sudah ada mbak Tika di dalam. Aku sengaja tidak langsung mas
Read more
Bab 26
Tanganku sudah menyentuh handel pintu, dengan posisi setengah tegak bertumpu pada lutut, ketika ibu memanggil. Badanku masih mematung antara ingin menoleh atau terus keluar."Tur ...," Panggilnya lagi.Akupun akhirnya menoleh kemudian mendekati ibu, "iya Bu, Ibu lapar atau haus?""Mana Tika sama Guruh?" tanya ibu tanpa melihatku."Guntur gak tau Bu, nomornya Guruh gak aktif," jawabku."Mana HP Ibu?" Akupun mengambilkan handphone ibu yang terletak di dalam laci nakas."Kamu ini gimana? Kenapa gak kesini?" tanya ibu dengan seseorang di dalam telpon, entah siapa yang ibu hubungi, kemungkinan mbak Tika."Kamu pulang aja Tur, sebentar lagi Tika kesini," perintah ibu setelah menyimpan handphone-nya di bawah bantal."Tapi ini sudah malam Bu, sudah jam sebelas. Apa mungkin mbak Tika kesini?" Aku melirik arlojiku dan benar sudah pukul sebelas lewat dua puluh menit. "Kamu pulang saja!" Ibu membuang muka dan memiringkan badannya kekiri membelakangiku.Tanpa berkata apa-apa lagi, aku beranjak k
Read more
Bab 27
SriHidup di rumah yang besar seorang diri, terkandang membuatku kesepian. Itulah kenapa aku suruh Tika--anak sulungku mengantarkan Febi, anak bungsunya ke rumahku. Namun Febi tidak betah jika lama-lama berada disini, Tika lebih sering mengantarkan anaknya ke rumah mertuanya, atas permintaan Rendi. Sementara anaknya Guruh dan Fika diasuh oleh pengasuh yang mereka sewa, mereka terutama Fika istri Guruh tidak mengizinkan anaknya diasuh olehku. Aku sebenarnya sangat menyayangi Fika, dia cantik dan pintar, tapi dia jarang mau main ke rumah, dengan alasan sibuk bekerja.Siang itu aku tak sengaja terpeleset di kamar mandi, kemudian aku pingsan. Aku tidak tahu siapa yang menolongku, hingga aku sadar orang yang pertama aku lihat adalah Guntur dan istrinya, orang tak pernah aku harapkan kehadirannya. Setiap kali melihat Guntur, aku selalu terbayang kejadian menyakitkan hingga aku sempat mengalami depresi.Plak ... Tamparan demi tamparan selalu kudapatkan setiap dari dari mas Arman--suamiku ay
Read more
Bab 28
"Tur ...," Panggilku.Tangannya sudah menyentuh handel pintu, bersiap untuk keluar."Tur ...," panggilku sekali lagi. Anak laki-lakiku yang tak pernah mendapatkan kasih sayangku itu akhirnya berbalik badan dan mendekat. "Iya Bu, Ibu lapar atau haus?""Mana Tika sama Guruh?" tanyaku tanpa melihatnya, aku tak mau terlihat lemah di matanya, aku takut dia melihatku menangis."Guntur gak tau Bu, nomornya Guruh gak aktif," jawabnya. Pandangannya menunduk dalam"Mana HP Ibu?" Guntur mengambilkan HP yang berada di atas nakas, kemudian aku menghubungi Tika untuk menemaniku di sini."Kamu ini gimana? Kenapa gak kesini?" tanyaku dengan kesal."Apaan sih, Bu. Tika masih sibuk, kalau Tika pulang Om Bas bisa marah, suruh aja Guruh temani ibu. Tika sibuk!" Tut ... Tut ... Panggil telpon dimatikan sepihak oleh Tika.Dadaku nyeri, mataku mulai memanas, tapisekuat tanaga aku tak mau menjatuhkannya di depan Guntur. Aku tidak mau anak itu tahu jika aku sebenarnya lemah.Jauh dalam lubuk hatiku, sebenar
Read more
Bab 29
Aku tak mempedulikan pertemuanku dengan mbak Tika, sebenarnya aku sangat penasaran dengan laki-laki Yang bersamanya. Karena laki-laki itu berbeda dengan bandot tua yang aku temui tempo hari.Seandainya aku tidak buru-buru, sudah pasti aku akan seret wanita itu dan membawanya ke ibu. Tak habis pikir aku dengannya, ibu sedang sakit, bahkan kehadirannya sangat diharapkan, tetapi malah bersenang-senang dengan laki-laki lain di hotel.Aku terus berjalan sedikit belari menuju aula, sembari mengecek arlojiku, ternyata aku sudah telat hampir sepuluh menit.Sesampainya di aula, ternyata acara belum dimulai, akupun langsung mengambil tempat dudukku sebelumnya. Sembari ngobrol ringan, aku berkenalan dengan dua orang di samping kanan dan kiriku. Mereka berdua owner Ratu Bakso dan satunya owner Steak Waw, kedua tempat makan itu sudah terkenal di penjuru antero di kotaku. Mereka semua masih sangat muda, tatapi sudah sukses dalam menjalankan bisnisnya. Maka dari itu, aku sempat minder dengan mere
Read more
Bab 30
"Bahkan Guntur belum bicara apa-apa tentang hotel, KATAKAN!" Bentak mas Rendi."EH ... Anu Mas, gak,. Maksud aku.""Apa?" Mata mas Rendi melotot sepertiaunkeliar. "Dengan kamu berbicara seperti itu, kamu sendiri yang membuka aib kamu sendiri, padahal aku sebelumnya tidak tahu kalau kamu selama tiga hari ini tidak pulang ke rumah karena nginap di hotel dengan laki-laki lain.""Mas, aku bisa jelaskan," sahut mbak Tika. Kami bertiga hanya menjadi pendengar setia."Penjelasan apa lagi? Mulai detik ini kamu bukan istriku lagi!" teriak mas Rendi. Kemudian mas Rendi bangkit dan mendekati ibu."Mas, gak bisa gitu," protes mbak Tika. Namun mas Rendi tidak menghiraukan."Bu, maafkan saya, tidak bisa mendidik Tika me jadi istri yang baik, saya pamit. Febi akan saya bawa bersama saya." Ibu tak berkata apa-apa, tatapannya kosong. Mas Rendi berlalu meninggalkan mbak Tika yang masih mengomel. "Mas, tunggu, kamu gak bisa ceraikan aku gitu saja!" Mbak Tika berlati menyusul mas Rendi, namun telat, mo
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status