All Chapters of BAKTI SI ANAK LAKI-LAKI YANG TIDAK DIHARGAI : Chapter 31 - Chapter 40
70 Chapters
Bab 31
"Semoga saja si Guntur itu di pecat, jadi aku yang akan meneruskan pengelolaan toko ini.""Jangan lupa apa kamu janjikan kalau berhasil," sahut seseorang yang kutebak itu suara pak Opik. Akupun langsung mengeluarkan handphone untuk merekam pembicaraan mereka. Kudekatkan handphone-ku di celah pintu agar suara mereka terekam jelas."Mbak juga janji lho mau kasih aku jabatan kepala di cabang baru, masa aku yang lulusan S1 hanya jadi kepala pemasaran," timpal suara yang mirip dengan Mamad. Jadi mereka bertiga sekongkol mau menyingkirkan aku dari sini."Kamu sudah pastikan semua orang termasuk Guntur sudah pulang, kan?" Suara mbak Putri kembali terdengar."Sudah, Mbak. Sudah aku periksa di seluruh ruarang, motornya juga sudah tidak ada di parkiran," sahut Mamad. Aku terus menajamkan mendengarkan pembicaraan mereka"Jadi bahan-bahan kamarin aman, kan?""Aman, besok aku jual ke warung-warung biar jadi duit, lumayan kan?""Bagus, kalian boleh keluar, aku mau manipulasi data dulu."Mendengar
Read more
Bab 32
"Kejadian yang mana?" "Yang di kantorku."Dengan terpaksa aku berbalik badan, "dengar ya pak Rendi yang terhormat ...." Kujeda kata terakhir dan kuberi sedikit penekanan. "Tanpa uangmu aku bisa hidup, jangan pernah merasa jadi pahlawan hanya karena melariskan daganganku, dengar itu!" ucapku sedikit berteriak, ingin rasanya kuteriaki dengan suara kencang, namun tidak enak, di sini tempat umum.Selama ini mas Rendilah ternyata yang selalu memesan mie ayamku dalam jumlah banyak, awalnya 15 bungkus yang waktu itu kuah mie ayamnya ketinggalan. Tanpa curiga aku membuatkan pesanan itu, karena memang si ibu yang memesan tidak pernah menyebutkan alamatnya. Beliau selalu mengirimkan ojek online ketika pesanan sudah siap.Waktu itu si ibu yang kuketahui bernama bu Emi kembali memesan mie ayam goreng dalam jumlah banyak, kali ini mencapai 30 bungkus. Seperti biasa bu Emi sudah memesankan ojek online untuk mengambil pesanan."Mas, nanti selepas ngantar mie ayam ini bisa antarkan aku ke pasar? Keb
Read more
Bab 33
"Aku di-PHK, Mas," lirih Guruh. Adik lelakiku itu nampak sangat kacau. Wajahnya kusitasai."Bagaimana bisa? Bukannya kamu sudah jadi karyawan tetap?" Aku masih tak habis pikir, apalangi dia masuk ke perusahaan itu pakai biaya yang tidak sedikit, tapi nyatanya masih juga terkena PHK. Aku kira jika kita membayar uang pangkal, maka akan bekerja abadi di perusahaan itu."Perampingan karyawan, Mas. Banyak yang terkena PHK, ada sekitar 100 orang termasuk aku," papar saudara laki-lakiku."Terus gimana ceritanya kamu bisa seperti sekarang ini?" tanyaku sambil memperhatikan wajah adikku yang tak karuan."Fika pergi mas, bawa semuanya, mobil, surat-surat penting, bahkan semua ATM-ku dia bawa, aku tidak di tinggakan uang sepeserpun, padahal di sana ada uang pesangon yang rencananya mau aku buat untuk membuka usaha, bahkan aku seharian belum makan karrna di rumah tidak ada apapun untuk bisa dimakan. Semua uangku di ambil Fika," papar Guruh sambil berkaca-kaca."Kanapa kamu gak kesini, kan bisa ma
Read more
Bab 34
Kami duduk di ruang tengah rumah ibu. Mbak Tika akhirnya bisa ditenangkan oleh Guruh. Ibu menahanku yang tadi ingin pulang, karena rasa kecewa yang begitu dalam. Sejanak kami saling diam, tatapan ibu kosong, entah mengingat apa. Sedangkan Mbak Tika masih diselimuti emosi, wajahnya memerah.Akupun begitu, diam tanpa kata, bayangan kejadian-kejadian di masa kecil berputar begitu saja, slide demi slide tergambar begitu jelas diingatkanku.Aku masih ingat sekali, waktu itu entah aku berumur berapa tahun, yang pasti masih kecil. Aku begitu lapar karena seharian perutku belum diisi sama sekali oleh makanan. Ibu sudah menyuruhku mencuci baju, pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa, tapi waktu itu aku belum genap tujuh tahun sudah bergulat dengan cucian di ember besar. Entah bagaimana caraku dulu mencuci baju, yang oenting sudah bau harum sabun, sudah aku anggap bersih, ibu pun tak protes dengan hasilnya.Waktu itu aku melihat Mbak Tika dan Guruh sedang makan dengan telur d
Read more
Ban 35
Matahari sudah meninggi, aku baru saja turun dari peraduan, selepas subuh aku kembali lagi memejamkan mata. Badanku terasa sakit semua akibat jatuh dari motor semalam. Kuraih gawai yang ada di bawah bantal dan kuusap layar handphone pintar itu untuk melihat masa. Pukul tujuh lewat sepuluh menit. Aku sudah telat, tapi jika aku paksa untuk buru-buru, badanku seperti tak mengizinkan. Akupun mengirimkan pesan pada Haji Mansur jika aku akan datang telat."Mas, sudah bangun?" sapa wanita yang selalu kurindui itu."Iya, badan Mas sakit semua Dek," kelulhku. "Dodo sudah berangkat sekolah?" tanyaku kembali."Sudah, baru saja. Mas mau aku izinkan sama Haji Mansur?" "Tidak usah Dek, nanti agak siangan Mas ke toko, ada hal penting mengenai masalah fitnah yang Mas ceritakan semalam." Sebenarnya aku ingin sekali mengistirahatkan badanku yang sudah tidak karuan rasanya ini, tapi masalah di toko harus segera aku selesaikan."Apa gak besok saja, Mas. Tungga Mas Guntur pulih dulu," usulnya."Ini mend
Read more
Bab 36
Haji Mansur mendadak diam setelah beliau tadi keceplosan, aku yakin ada rahasia yang beliau tutupi dariku, tentang bapak. Pasti mereka saling kenal, tetapi kenapa Haji Mansur tidak pernah cerita. Bahkan ketika aku dulu baru saja masuk kerja di toko, Haji Mansur mewawancaraiku secara mendetail."Sudah sampai, Tur." Suara Haji Mansur membuyarkan lamunanku. Akupun turun perlahan, tak kusangaka, ternyata Haji Mansur menyambutku agar lebih mudah turun dari mobil.Antrean panjang orang-orang yang akan menebus obat membuatku jengah menunggu, aku duduk dideretan ke dua, sementara Haji Mansur entah menunggu dimana, karena setelah mengantarku ke IGD, beliau keluar ruangan dan belum terlihat lagi.Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, akhirnya namaku dipanggil. Apoteker memberiku obat untuk minum dan obat untuk dioles ke luka. Selesai mengambil obat, kuseret kaki menuju parkiran, ternyata Haji Mansur sudah menungguku di sana."Kita langsung makan dulu, Tur. Biar kamu bisa minum obat nanti.""
Read more
Bab 37
"ini pasti fitnah, pasti sudah ada yang mengedit video ini," teriak Mbak Putri."Tenang dulu Put, saya belum selesai bicara," sanggah Haji Mansur. Aku dan Winar hanya diam mengikuti perintah Haji Mansur."Dimana tempa kalian menyimpan barang curian itu?" tanya Haji Mansur mengintimidasi."Saya tidak tahu!" jawab Mbak Putri sembari membuang muka."Saya sudah laporkan kasus ini ke kantor polisi. Kalau kalian mau mengaku dan mengembalikan apa yang kalian ambil, maka masalah ini hanya sampai batas ini." Haji Mansur memberi pilihan pada mareka. "Kalau kalian masuk penjara, apa tidak malu dengan keluarga? Kamu Mamad, sebentar lagi mau menikah, bagaimana kalau calon istrimu tahu kelakuan kamu disini," tekan Haji Mansur."Saya tahu Ji! saya dan Pak Opik yang menyembunyikan atas perintah Mbak Putri." Mamad menunduk dalam, pandangannya menyapu meja."Mamad!" bentak Mbak Putri."Benar Putri?" Haji Mansur beralih pandang, mata teduhnya kini mengintimidasi lawan. Sementara Mbak Putri hanya diam se
Read more
Bab 38
Hatiku makin tidak karuan ketika melihat terpal biru terbentang disamping rumah, Dengan tertatih aku mencoba sedikit berlari agar segera sampai rumah. Mobil aku parkir didekat rumah Mbak Jumi, karena Di depan rumah benar-benar sudah tidak ada tempat untuk parkir."Mas Guntur," panggil seseorang. Akupun menoleh, ternyata Bu Karim."Eh ... Iya Bu Karim. Ada apa ya?""Di rumah Mas Guntur kok ramai bener ya, saya mau pesan mie ayam, tapi kok banyak mobil. Apa ada acara?" tanya wanita berpenampilan glamor itu."Maaf, Bu. Saya juga tidak tahu, ini saya mau buru-buru sampai rumah. Mari kalau mau beli mie ayam," ajakku. Sesampainya di rumah, ternyata para pelanggan mie ayam Dahlia yang parkir di depan rumah. Jumlahnya ada sekitar dua puluh kendaraan termsauk beberapa mobil."Mas, udah pulang?" sapa Dahlia. Tanganya sibuk meracik mie ayam. Sementara disampingnya ada Mbak Fatma, membantu menyiapkan pesanan. Aku bingung harus berbuat apa karena sangking ramainya."Iya, Dek. Mas kira tadi ada ap
Read more
Bab 39
Aku masih menatap Guruh dengan perasaan gamang, sisi baik sisi jahatku bermunculan. Bapak dan juga Dahlia menyerahkan keputusan padaku. Bapak sudah memeberiku wejangan untuk memaafkan, tetapi aku rasa belum sekarang. Kini hati dan badanku masih terluka parah."Pulangkah, Ruh. Aku mau istirahat, beri aku waktu beberapa saat. Coba kau lihat luka dibadanku belum juga mengering, apalagi luka di hatiku." Aku memperlihatkan luka di kakiku yang tadi diperban oleh perawat."Astaghfirullah, Mas. Ini kenapa?" Guruh dan Mas Rahmat terkejut melihat keadaanku, ternyata sedari tadi mereka tidak memperhatikan keadaaku yang berjalan dengan cara sedikit pincang. Padahal tanganku juga ada beberapa luka lecet."Masmu kecelakaan malam tadi waktu pulang dari rumah ibu," jawab Dahlia."Astaghfirullah, Mas." Lagi-lagi Guruh beristighfar."Kamu istirahat saja Tur, Ibumu biar nanti dijaga sama Mamak." Mas Rahmat akhirnya mengakhiri keputusan, sedari tadi memang laki-laki yang beda lima tahun dariku itu hanya
Read more
Bab 40
TikaAku Tika Maharani, dari kecil ibu dan bapak selalu memanjakanku. Apapun yang aku minta pasti mereka turuti, dari makanan yang enak-enak, mainan yang mahal dan tentunya aku bisa jajan setiap hari dengan jumlah di atas teman-temanku. Orang tuaku termasuk orang yang berpunya untuk ukuran orang kampung.Keadaan berubah ketika ibu mengandung adikku, usaha bapak bangkrut, kemewahan yang selama ini aku dapatkan harus hilamg begitu saja. Ibu menjadi sering marah-marah, bahkan mengatakan kalau adikku itu pembawa sial.Hingga aku dewasa ibu tetap menganggap Guntur anak yang tidak diinginkan, ibu selalu menghasutku untuk membenci Guntur.Hingga akhirnya aku menikah dengan mas Gilang, tapi mas Gilang tidak bisa memenuhi kebutuhanku yang ingin selalu tampil glamor. Karena bosan berada dirumah terus, aku main ke tempat sahabatku Beker, dia berprofesi sebagai pemandu lagu di sebuah karaoke yang cukup terkenal."Hebat kamu Ra, masih gadis tapi uangmu banyak, aku aja gak pernah di kasih uang seba
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status