Lekas kubersihkan cairan kental berwarna kuning kehijauan itu, sambil memejamkan mata menahan nyeri luar biasa.“Ar, kamu kenapa, sih? Kok wajahnya keliatan pucet dan lemes gitu? Sakit?” Ibu kembali bertanya ketika aku keluar dari kamar dan berpapasan dengannya di dekat meja makan.“Badan aku meriang, Bu. Tubuh rasanya sakit semua. Tenggorokan juga sakit!” jawabnya seraya mengenyakkan bokong dengan hati-hati, karena kali ini bagian belakang juga mulai ikut nyeri.Wanita berkulit putih itu menempelkan punggung tangan di dahi, menautkan kedua alis ketika memeriksa suhu tubuh dan ternyata tidak demam.“Nggak panas, Ar?” ucapnya kemudian.“Sakit itu tidak harus demam, Bu. Karena yang sakit itu...” Menggantung kalimat, malu rasanya jika harus mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada diri ini.Takut dikucilkan lalu ditinggalkan. Apalagi yang aku tahu, Ibu itu tipe perempuan yang nggak mau repot. Pasti dia langsung menj
Baca selengkapnya