All Chapters of TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU: Chapter 51 - Chapter 60
75 Chapters
51-Kesepakatan
POV : BIMA Aku cukup mengenal Aina. Dia termasuk karawan yang bisa diandalkan. Untuk masalah kali ini, aku yakin dia bisa menjalankan rencana yang sudah tersusun rapi itu dengan baik. Selain pintar, gesit dan supel, dia juga mudah bergaul dengan siapa pun. Itu yang membuatku cukup nyaman jika ngobrol dengannya, meski usiaku dan dia terpaut cukup jauh hampir sepuluh tahun. Kurasa tak hanya aku, tapi karyawan lain pun banyak yang menyukai sosoknya. Sebelum jam makan siang habis, aku dan Aina harus sudah kembali ke kantor. Sampai tempat parkir, kulihat Denis baru saja mematikan ponselnya. Entah siapa yang dia telpon tadi. Namun, mendadak ada cemburu yang kini kurasakan saat melihatnya senyum-senyum sendirian pasca mematikan obrolannya. "Den!" Sengaja kupanggil dia agar menoleh. Setidaknya untuk memperbagus misiku dengan Aina yang kini masih berada di sampingku. Aku yakin, Denis akan semakin yakin jika saat ini aku memang sedang dekat dengan Aina. Dia tak akan menaruh curiga dengan r
Read more
52-Foto Mengejutkan
Pov : AmeliaBeberapa foto dinner seorang perempuan dan laki-laki tiba-tiba muncul di timeline facebookku. Sosok laki-laki yang begitu kukenal duduk manis di hadapan perempuan berhijab ungu muda itu. Aku tak kenal pasti siapa yang mengunggah foto itu di sana, meski sudah berteman di medsos. Nama akunnya Aina Rahma. Akun facebook yang aku ingat betul baru beberapa hari lalu meminta pertemanan padaku dan entah mengapa aku mengkonfirmasi pertemanan itu begitu saja.Tak ada rasa curiga atau aneh sebab sesekali aku memang biasa mengkonfirmasi pertemanan di medsos. Kupikir, tak ada salahnya berteman dengan banyak orang di dunia maya. Dengan begitu aku juga bisa mempromosikan restoku di sana. Barang kali salah satu dari mereka akan menjadi konsumen tetapku kan? [Si Bos kantor sebelah] Begitu caption yang tertulis di sana. Ada rasa cemburu yang membuncah dalam dada. Meski foto itu terlihat biasa, tapi hati tak bisa berdusta. Aku memang cemburu melihat makan malam mereka. Tak paham meng
Read more
53-Tak Bisa Menjawab
Layar handphoneku menyala. Entah mengapa tiba-tiba Mas Denis menelepon. Meski sedikit gugup akhirnya kuangkat panggilan darinya. "Assalamu'alaikum, Mas. Ada apa?" tanyaku mengawali pembicaraan. "Wa'alaikumsalam, Mel. Ah nggak ada apa-apa sekadar pengin dengar suaramu saja. Seharian ini aku belum meneleponmu, kan?" balasnya dengan tawa kecil. Aku hanya mengangguk pelan meski kutahu dia tak mungkin melihat anggukanku. "Soalnya tadi aku cukup sibuk, antar Bima kencan hahaaa." Suara tawanya terdengar begitu riang. Dia mengantar kencan Mas Bima? Nggak salah dengar 'kan aku? Jika memang begitu, kenapa perempuan bernama Aina itu justru tak memasang fotonya bersama Mas Bima, tapi justru mengunggah fotonya bersama Mas Denis? "Kencan, Mas?" tanyaku singkat."Iya, kencan. Kamu tahu kencan dong, Mel. Apa sudah lupa rasanya kencan? Makanya ayo buruan nikah biar bisa kuajak kencan tiap hari." Lagi-lagi Mas Denis terkekeh sembari modus mengkaitkan kisahku dengannya. Suara tawanya terdengar tak
Read more
54-Kabar Bahagia
Sekitar pukul delapan pagi, Mas Denis benar-benar datang menjemputku ke rumah setelah aku pulang dari sekolah si kembar. Dengan gamis berwarna coklat muda dan jilbab senada, aku menemuinya di ruang tamu. Dia tersenyum kecil melihat penampilanku, membuat diri ini sedikit salah tingkah karenanya. "Kenapa salting begitu? Nervous banget ya ketemu calon suami yang tampan ini?" guraunya kemudian membuat wajahku makin memerah, mungkin sudah seperti udang rebus. "Kamu selalu cantik dengan busana apa pun," ucapnya memuji, membuat hatiku kembali berbunga. Ah, bukankah perempuan memang suka sekali dengan pujian dan Mas Denis memang salah satu lelaki yang doyan sekali memuji. Apapun itu. "Berangkat sekarang?" tanyanya yang kujawab dengan anggukan kepala. Mas Denis tersenyum lalu beranjak dari sofa. Aku beriringan dengannya menuju mobil yang parkir di depan rumah. Dengan cekatan Mas Denis membukakan pintu mobilnya untukku. Seperti seorang nyonya aku duduk di sampingnya. Dalam perjalanan m
Read more
55-Kesempatan Kedua
Perjalanan pulang kali ini kulewati dengan diam. Entah mengapa mendadak gelisah tiap kali mengingat ucapan Mas Denis di kantor tadi bahwa dia akan melamar ku dua bulan lagi. Jujur aku memang tak ingin terlalu dekat dengan non mahram begini, tapi untuk menjalin hubungan serius jelas trauma itu belum sirna. Bayang-bayang Mas Bima dan Dinda di kamar yang begitu mesra dan penuh cinta itu masih cukup membuatku tersiksa. Sekalipun berulang kali aku berusaha menepis dan melupakannya. "Hey, kenapa melamun? Apa ada yang salah dariku?" Mas Denis sepertinya tahu apa yang mengusik benakku saat ini. "Katakan saja yang mengganjal hatimu supaya aku juga bisa introspeksi," ujarnya lagi membuatku semakin tak enak hati. Kuhela napas panjang lalu menoleh ke arahnya yang masih fokus di balik kemudi. Lelaki berwajah tampan itu menoleh sekilas, tatapan kami bertemu, tapi setelahnya sama-sama mengalihkan pandangan. "Kenapa? Apa soal lamaran yang dua bulan lagi itu?" Tebakan Mas Denis tepat. Dia memang
Read more
56-Menuai Balasan
POV : BIMA "Dua bulan lagi kami akan menikah, Bim. Doakan semua berjalan lancar, ya? Kami doakan hubunganmu dengan Aina juga lancar sampai pelaminan." Ucapan Denis beberapa hari yang lalu benar-benar mengganggu konsentrasiku. Begitu polosnya dia, tak mengira jika aku berusaha menusuknya dari belakang untuk kedua kalinya. Kadang aku merasa bersalah padanya, tapi jika mengingat hubungannya dengan Amelia, rasa bersalah itu pudar seketika. Mereka akan menikah dua bulan lagi. Dua bulan lagi, Bima. Dua bulan lagi. Pikiranku kacau. Rencana awal untuk membuat hubungannya dengan Amilia renggang sudah gagal. Sepertinya aku harus menyusun rencana kedua untuk menggagalkan rencana pernikahan mereka, tapi bagaimana? Apa yang harus kulakukan agar mereka berdua putus kembali di tengah jalan? Apa rencanaku untuk membuat mereka gagal di pelaminan? Kini, pikiranku seolah buntu. Tak ada ide untuk membuat mereka perlahan menjauh. Aku merasa, semakin keras usahaku memisahkan mereka berdua, semakin deka
Read more
57-Tak Ada Yang Abadi
POV : BIMA Setelah ngobrol cukup panjang dengan Zidan, dia pun pamit pulang. Laki-laki yang dulu gagah itu benar-benar jauh berubah. Kini tubuhnya semakin kurus dengan mata cekung. Terlihat jelas jika dia sedang sakit keras. Zidan pergi sendirian ke rumah sakit karena tak punya siapa-siapa di kota ini selain teman-teman kantornya. Sekarang dia sudah tak lagi bekerja. Mungkin karena itu pula mau tak mau memaksanya kemana-mana sendirian. Tak enak juga jika terus minta bantuan bukan? Sementara teman-temannya pasti juga memiliki kesibukan. Setelah menunggu beberapa menit, seorang perawat memanggil nama ibu. Aku pun mengajak ibu masuk ke ruangan dokter. Tensi ibu cukup tinggi, karena itulah dokter cantik bernama Erika itu memintaku untuk menjaga kondisi ibu jangan sampai drop kembali. Sembari konsultasi, dokter menuliskan resep untuk ibu. Setelah kurasa cukup, dia pun memberikan resep itu untuk kutebus di apotek. Cukup lama mengantri obat hingga akhirnya semua urusan ceck up ibu beres.
Read more
58-Nelangsa
POV : DINDA Aku tak tahu mengapa terlalu banyak masalah yang harus kuhadapi akhir-akhir ini. Banyak kesialan seolah terus mengejar langkahku. Menikah dengan Mas Hamzah yang kupikir akan menjadi pernikahan terkahirku, hidup bahagia dengan bergelimang kemewahan, memiliki anak-anak cantik dan tampan, ternyata tak sesuai dengan harapan.Berita tentang Mas Hamzah yang dulu selalu kuacuhkan ternyata memang benar. Dia pelit, sangat perhitungan, kasar, apalagi kalau ada masalah di kantor seringkali terbawa ke rumah hingga berakhir pada KDRT. Di tambah anak semata wayangnya bernama Angga itu, tiap hari tingkahnya makin membuatku pusing kepala. Dia memerintah seenaknya. Tak peduli aku capek ataupun sibuk dengan pekerjaan lain, seolah perintahnya adalah hal wajib yang harus kulakukan saat itu juga. Angga benar-benar tak menghormatiku sebagai mama sambungnya melainkan hanya sekadar pembantunya saja. Tiap kali aku lapor Mas Hamzah, yang kudapatkan hanya makiannya. Dia bilang aku tak sabaran me
Read more
59-Tabur Tuai
POV : DINDA "Mas, aku sakit. Sepertinya aku harus ke dokter sekarang. Badanku lemas sekali," kataku di suatu malam saat Mas Hamzah beranjak ke atas ranjang. "Oke, besok biar dokter Santi ke sini memeriksamu," jawabnya singkat sembari menoleh sesaat. "Tapi aku ingin melihat dunia luar, Mas. Aku agak bosan selalu di rumah sendirian," jawabku lagi, berharap di tengah sakitku ini dia mengajakku ke luar meski sekadar ke rumah sakit."Wanita sholehah lebih senang di dalam rumah bukan di luar rumah," jawabnya acuh. Jawaban yang begitu menyebalkan, tapi aku sudah mengira jika itulah jawaban yang akan dia berikan. Mas Hamzah benar-benar mengurungku seperti hewan piaraan yang nggak bisa bebas keluar rumah. "Aku benar-benar bisa gila kalau kamu perlakukan seperti ini terus, Mas. Aku manusia bukan hewan piaraan yang harus dikurung setiap saat!" Antara sadar dan tak sadar aku berteriak cukup keras di sampingnya. Dengan mata merah penuh amarah, Mas Hamzah menampar pipiku dua kali. Sakit sekal
Read more
60-Rencana Spesial
"Kapan siap aku lamar?" Mas Denis kembali menanyakan hal yang sama entah sudah berapa kalinya. Awalnya aku memang masih maju mundur, tapi setelah melihat foto-fotonya bersama perempuan lain itu mendadak ketakutanku muncul. Aku merasa ada banyak fitnah dan usaha orang lain untuk memisahkan kami berdua. Mungkin mereka pikir karena belum ada janur kuning melengkung, makanya masih bebas mencuri hatiku ataupun Mas Denis. Setelah berpikir cukup matang beberapa hari belakangan, kini aku sudah memantapkan hati untuk menerima lamaran Mas Denis secepatnya. Kurasa memang baiknya lebih cepat terikat dalam kehalalan. Setidaknya untuk tanda hubungan seriusku dengan Mas Denis yang notabene memang digandrungi banyak perempuan. Semoga saja setelah diikat, mereka lebih menghargai dan tak lagi berusaha memisahkan hubungan kami. "Kapanpun kamu mau aku siap, Mas," balasku lirih, tapi kutahu jawaban itu membuatnya cukup shock dan tak percaya begitu saja hingga mengulangi pertanyaannya. "Kapan siapnya?
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status