Kutemukan ponsel baru milik Mas Bima, tapi anehnya hanya ada satu nama di sana. Pesan yang masuk membuatku shock seketika. Mungkinkah firasatku benar jika dia bermain hati dengan Dinda, adik angkatku?
View More[Tolong belikan vitamin sama susu hamil, ya, Mas. Merk kemarin bikin mual coba ganti yang lain barangkali lebih enak di perut. Jangan lama-lama, ya, Mas]
Kutemukan sebuah pesan dari ponsel baru yang terselip di bagasi mobil Mas Bima-- suamiku. Aku membacanya dari notifikasi di layar. Hati mulai berdebar tak karuan.
Ponsel Mas Bimakah ini? Kenapa dia nggak pernah memberitahuku kalau memiliki ponsel baru? Jika memang benar ini ponsel Mas Bima, lantas ini pesan dari siapa?
Hanya tertera nama L di kontaknya. Bahkan, belum ada kontak lain di ponsel ini kecuali pengirim pesan barusan. Pikiranku mulai tak tenang.
"Gimana, Dek? Ada nggak berkasnya?" Pertanyaan Mas Bima dari ruang keluarga mengagetkanku. Segera kubungkus kembali ponsel itu ke dalam plastik dan meletakkannya ke tempat semula.
"Nggak ketemu, Mas. Sudah aku cari kemana-mana, jok depan belakang sampai kolong bahkan di bagasi juga nggak ada," ucapku sedikit menaikkan volume supaya Mas Bima mendengar suaraku.
"Ba-- bagasi, Dek?" Agak gugup dia bertanya, membuatku mengerutkan alis seketika.
Kulihat Mas Bima berjalan tergesa menghampiriku. Wajahnya agak pias. Buru-buru menutup bagasi mobil lalu menarik pelan lengan kiriku.
Aneh!
"Mungkin ketinggalan di kantor, Dek. Biar kuambil dulu, ya?" ucap Mas Bima masih dengan sedikit gugup, membuatku semakin curiga.
Biasanya aku memang tak pernah mengecek mobil Mas Bima apalagi sampai bagasi. Tiap keluar makan, jalan atau belanja bulanan Mas Bima yang menata dan mengambil barang dari bagasi, aku cukup mengurus kedua anakku saja. Si kembar Yuka dan Yuki.
"Mau ke kantor lagi, Mas?" tanyaku lirih. Kutatap wajah Mas Bima yang sedikit gelisah.
"Sudah malam loh ini," ucapku lagi.
"Nggak apa-apa, Dek. Ada satpam juga kan, di kantor. Lagipula besok weekend, Mas mau selesaikan biar senin bisa dibawa ke kantor lagi," ucap Mas Bima sembari menepuk bahuku pelan.
Tak bisa banyak komentar, aku iyakan saja alasannya. Sebelum masuk mobil, kucium punggung tangan Mas Bima lalu masuk kembali ke rumah.
Kuintip dari balik gorden, Mas Bima kembali membuka bagasi. Buru-buru mengambil plastik hitam itu dan membuka isinya. Sambil tolah-toleh dia membuka ponsel itu. Aku yakin dia sedang membaca pesan yang masuk ke sana.
Ingin rasanya mengikuti Mas Bima dengan motor maticku. Tapi urung kulakukan. Tak mungkin kutinggalkan Yuka dan Yuki sendirian. Apalagi jika kuajak serta, tak mungkin juga. Takut masuk angin kalau kena angin malam.
Ah sudahlah. Lain kali kuselidiki sendiri, apa yang sebenarnya disembunyikan Mas Bima dariku.
Bergegas ke ruang keluarga, Yuka dan Yuki masih main petak umpet. Usia mereka genap enam tahun tanggal 15 Februari ini.
Kembali terdengar suara ponsel berdering. Ponsel utama Mas Bima tertinggal di meja kamar. Kubuka saja ponselnya yang tak terkunci itu.
Tumben!
Biasanya ponselnya selalu menggunakan password dengan alasan takut dipencet-pencet si kembar. Dan aku pun istri yang tak terlalu kepo dengan ponsel suami. Percaya dengan cinta dan kesetiaannya.
[Mas, kamu lembur apa nggak? Apa sudah pulang ke rumah Mbak Amel?]
Pesan dari Adinda-- adik angkatku. Seketika keningku berkerut. Apa ada hubungannya dengan pesan di ponsel terbaru Mas Bima barusan?
Ah nggak! Segera kubuang jauh-jauh pikiran buruk itu. Wajar jika Dinda menanyakan kepulangan Mas Bima. Toh biasanya memang aku menyuruh Mas Bima untuk menjemputnya di kampus atau ke kostnya jika weekend tiba.
Adinda adalah adik angkatku yang kini kuliah semester akhir. Sejak semester tujuh dia memang minta untuk kost di dekat kampusnya supaya nggak kemalaman kalau sedang di perpus bersama teman-temannya mengerjakan skripsi. Awalnya kutolak, aku takut dia terjerumus pergaulan bebas.
Namun karena dia berjanji tak mengecewakanku, akhirnya kusetujui saja dia kost di sana. Mas Bima juga yang mencarikan kost khusus muslimah untuknya.
[Mas ... besok jemput jam lima, ya? Aku mau ke baby shop]
Dinda mau ke Baby Shop? Ngapain? Pikiranku makin kacau.
[Din, ini Mbak Amel. Mas Bima balik ke kantor lagi katanya mau ambil berkas. Ohya, kamu ke baby shop mau ngapain? Apa Mbak antar saja?]
Kubalas pesan Dinda yang masuk ke ponsel Mas Bima barusan. Cukup lama dia mengetik.
[Oh, Mas Bima lagi keluar ya, Mbak. Yaudah kalau gitu mbak. Maaf mengganggu, ya. Aku ke baby shop mau beli pakaian bayi, Mbak. Buat kado temen]
Kuhembuskan napas lega saat membaca balasannya. Harusnya memang aku tak terlalu menaruh curiga pada mereka. Buang jauh-jauh pikiran buruk itu supaya hidupku tak diselimuti was-was.
"Bun ... ada tante Bella nih!" Teriakan Yuka cukup mengagetkan. Kuletakkan kembali ponsel Mas Bima di atas meja. Bergegas ke ruang tamu untuk menemui Bella. Dia teman kuliahku yang kini sekantor dengan Mas Bima.
"Hai Bella, apa kabar?" Sapaku sembari memeluknya hangat. Aku dan dia saling cipika-cipiki selayaknya sahabat.
"Baru pulang dari kantor?" tanyaku lagi.
Dia mengangguk pelan. Menyerahkan dua bungkus martabak cokelat untuk Yuka dan Yuki.
"Ketemu Mas Bima dong. Dia bilang mau ke kantor lagi ngambil berkas."
Bella mengerutkan kedua alisnya, sedikit berpikir.
"Nggak ada Bima di kantor, Mel. Kalaupun dia balik lagi pasti ketemu aku."
Bella terlihat begitu serius menjawab ucapanku. Siapa yang berdusta di sini? Bella? Apa untungnya? Atau Mas Bima? Buat apa dia berdusta?
Sepertinya aku memang harus menyelidiki kejanggalan ini. Tak akan kubiarkan Mas Bima terus membohongi dan membodohiku setiap hari. Lihat saja akibatnya jika sampai dia main serong di belakangku.
***
Kehidupan baru yang membahagiakan itu benar-benar ada dan kini aku mulai merasakannya. Mas Denis selalu berusaha membuatku tersenyum dan tertawa. Cinta dengan segala keromantisan dan kekonyolannya membuatku merasa istimewa. Tak hanya aku, tapi juga dua gadis kembarku. Mereka tak hanya mencintaiku, tapi juga mencintai ayah sambungnya. Ketulusan Mas Denis menjadikan Yuki dan Yuka tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria, cantik dan pintar. Mereka tak pernah kekurangan kasih sayang seorang ayah. Keduanya memiliki ayah kandung dan ayah sambung yang saling support. Tak ada lagi persaingan untuk saling menjatuhkan di antara mereka. Namun, kini dua laki-laki itu saling mendukung satu sama lain untuk kebaikan bersama. Tak hanya itu saja. Mas Bima juga berusaha menepati janjinya untuk berubah lebih baik. Dia ingin menjadi ayah yang baik untuk kedua anak kembarnya. Kini, dia sering datang ke rumah untuk bermain dan belajar bersama buah hatinya. Mas Bima bilang ingin mengganti waktu yang pernah
Suasana rumah duka sudah cukup ramai saat keluarga kecilku datang. Mama yang memang sangat pengertian gegas mengajak dua gadis kembarku duduk tak jauh dari teras bersama pelayat lain. Wanita yang kini menjadi mama mertuaku itu memintaku dan Mas Denis untuk masuk ke rumah, melihat kondisi Mas Bima yang kupastikan shock berat. Ibu memang sering hipertensi bahkan gejala stroke, tapi aku tak menyangka jika secepat ini dia pergi. Kasih sayangnya sebagai mertuaku dulu masih terasa hingga detik ini. Ibu sangat menyayangiku. Bahkan setelah aku dan anak lelakinya sah bercerai pun kasih sayang ibu padaku dan kedua cucunya tak berubah justru semakin bertambah. Kepergian ibu selamanya tentu menyisipkan duka mendalam bagi Mas Bima. Tak ada lagi cinta dan perhatian dari sang ibu yang dulu selalu dia rasakan. Dinda sudah datang dan duduk di samping pembaringan ibu. Wajah wanita itu terlihat sangat damai mendapatkan siraman doa-doa dari pelayat. Mas Bima yang duduk bersebelahan dengan Dinda tampak
"Apa yang terjadi, Din? Ada masalah apa?" Aku kembali bertanya saat melihat air matanya menetes seketika setelah menerima panggilan dari Mas Bima. "Ibu, Mbak. Ibu meninggal dunia," ujarnya dengan suara serak yang membuatku ikut shock. Ibu meninggal dunia, katanya. Mantan ibu mertuaku itu adalah mertua yang baik dan perhatian. Kasih sayangnya padaku dan anak-anak seolah tak pernah berubah meski aku dan Mas Bima tak lagi bersama. Ibu tak pernah menyalahkanku atas perselingkuhan anaknya. Dia bahkan sempat mendukung perpisahan dengan anak semata wayangnya jika memang kebersamaanku dengannya hanya menimbulkan luka. Berulang kali ibu minta maaf atas kesalahan Mas Bima. Ibu sempat merasa menjadi ibu yang gagal karena tak berhasil mendidik anak lelakinya untuk menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya. Ibu begitu bersedih saat akhirnya kuputuskan untuk menggugat cerai. Dia tak ingin kehilangan aku sebagai menantunya. Meski sudah ada Dinda sebagai penggantiku, tapi baginya akulah menan
Perjalanan cintaku dengan Mas Denis terlalu istimewa. Kini, aku mendapatkan madu dari semua kepahitan yang pernah kurasakan sebelumnya. Duka itu berusaha dia hapus dengan beragam tawa dan bahagia. Kelembutan dan perhatiannya benar-benar membuatku merasa istimewa. Dia menjadikanku seperti ratu, membuat hari-hariku semakin berwarna. Indah dan berwarna, tak kelabu seperti dulu. "Doakan aku bisa menjalani hidup ini lebih baik ya, Mbak. Aku juga ingin sepertimu yang mendapatkan cinta sejati. Rasanya lelah terus disakiti meski kutahu itu semua bagian dari ulahku sendiri. Namun, tak salah jika aku juga mengharapkan bahagia seperti perempuan lainnya bukan?" Dinda menatapku lekat. Sudut matanya basah. Adik angkatku itu kembali menemuiku di ujung senja, sebulan setelah pernikahanku dengan Mas Denis. Dia sengaja mengajakku makan bersama dan ngobrol empat mata. Berulang kali mengucap maaf atas segala kekhilafannya selama ini dan berjanji tak akan pernah mengusik hidupku lagi. "Bukannya kam
Pagi ini, semua sibuk dengan koper masing-masing karena kami akan liburan bersama ke villa Mas Riko di puncak. Si kembar begitu antusias dan riang mendengar kabar dariku sejak subuh tadi. Bik Marni dan mama pun ikut juga. Biarlah ini menjadi liburan bersama bukan hanya honeymoon berdua. Karena kebahagiaan mereka juga menjadi bahagiaku sendiri. Sepanjang jalan si kembar tak henti-hentinya bercanda dan bernyanyi. Mama pun terkadang mengikuti nyanyian mereka. Pun Bik Marni yang sering kali tertawa melihat kekonyolan si kembar.Mobil naik perlahan menuju puncak. Aku menikmati pemandangan kanan dan kiri yang masih rindang dengan pepohonan terlebih pohon karet. Semakin naik, udara semakin dingin. Sebelah kiri jalan banyak gubuk-gubuk yang menjajakan makanan ringan dan minuman, terutama es degan atau kelapa muda. Ada juga yang menjual kelapa bakar. Mas Denis mengendarai mobil dengan hati-hati karena jalanan cukup licin bekas hujan semalaman. Jika terburu-buru, bisa saja mobil oleng dan te
Malam ini dunia terasa berbeda. Ada dia yang kini berada di sampingku. Dia yang sedang menatapku lekat sembari membisikkan kata-kata cinta, membuatku semakin tersipu. Dia yang dulu pernah aku cinta hingga berakhir luka, kini kembali mendekapku dalam cinta seutuhnya. Cinta halal yang akan melukiskan pahala saat menikmatinya. Tak ada lagi orang-orang yang bisa memisahkan kecuali DIA."I love you," ucapnya dengan tatapan mata penuh cinta dan bahagia. "Love you too, Mas," balasku dengan wajah berbinar. Aku dan Mas Denis saling melempar senyum. Laki-laki yang kini sah menjadi suamiku itu mengecup pipi dan keningku beberapa kali. Dibelainya rambut panjangku. Rambut yang biasanya kututup rapat saat di luar kamar. Kini kubiarkan terurai. Aku menikmati malamku dengan bahagia bersamanya.Hujan rintik-rintik di luar kamar membuat malam semakin syahdu. Aku dan dia saling bercerita tentang apa saja hingga saat-saat paling buruk dalam hidupku. "Saat aku kamu tinggalkan begitu saja tanpa alasan,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments