TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU

TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU

Oleh:  NawankWulan  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
75Bab
93.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kutemukan ponsel baru milik Mas Bima, tapi anehnya hanya ada satu nama di sana. Pesan yang masuk membuatku shock seketika. Mungkinkah firasatku benar jika dia bermain hati dengan Dinda, adik angkatku?

Lihat lebih banyak
TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Agung Kurniawan
alur cerita yang bagus, happy ending
2023-04-09 10:28:30
0
user avatar
Sih Wulandari
cerita nya baguss banget.. karakternya juga suka..
2023-03-18 00:37:30
1
75 Bab
Part 1
[Tolong belikan vitamin sama susu hamil, ya, Mas. Merk kemarin bikin mual coba ganti yang lain barangkali lebih enak di perut. Jangan lama-lama, ya, Mas]Kutemukan sebuah pesan dari ponsel baru yang terselip di bagasi mobil Mas Bima-- suamiku. Aku membacanya dari notifikasi di layar. Hati mulai berdebar tak karuan.Ponsel Mas Bimakah ini? Kenapa dia nggak pernah memberitahuku kalau memiliki ponsel baru? Jika memang benar ini ponsel Mas Bima, lantas ini pesan dari siapa?Hanya tertera nama L di kontaknya. Bahkan, belum ada kontak lain di ponsel ini kecuali pengirim pesan barusan. Pikiranku mulai tak tenang."Gimana, Dek? Ada nggak berkasnya?" Pertanyaan Mas Bima dari ruang keluarga mengagetkanku. Segera kubungkus kembali ponsel itu ke dalam plastik dan meletakkannya ke tempat semula."Nggak ketemu, Mas. Sudah aku cari kemana-mana, jok depan belakang sampai kolong bahkan di bagasi juga nggak ada," ucapku sedikit menaikkan volume supaya Mas Bima mendengar suaraku."Ba-- bagasi, Dek?" Aga
Baca selengkapnya
Part 2
Hampir dua jam aku menunggu dengan gusar kepulangan Mas Bima. Suasana begitu hening. Malam mulai merayap naik. Jam sepuluh lebih, belum terdengar deru mobil Mas Bima.Tak ada inisiatifnya untuk menelepon atau mengirimkan pesan untukku. Aku tahu ponsel lamanya memang tertinggal, tapi kenapa dia tak menggunakan ponsel barunya? Atau paling tidak pinjam seseorang untuk sekedar memberi kabar supaya aku tak secemas ini.Yuki dan Yuka sudah terlelap sejak satu jam yang lalu membuat rumah ini semakin terasa sepi. Kulangkahkan kaki menuju dapur, membuat kopi untuk sekedar menghangatkan badan karena hawa dingin mulai menusuk kulit.Tak berselang lama, ponselku berdering. Dari nomer tak dikenal."Dek, aku pulang agak telat, ya? Lagi kongkow di warung kopi sama temen. Mumpung besok libur. Nggak enak kalau langsung cabut pulang nanti diketawain mereka dikira suami takut istri," ucap Mas Bima lirih."Temen siapa, sih, Mas?" tanyaku singkat. Bella bilang nggak ketemu Mas Bima di kantor, lantas ke ma
Baca selengkapnya
Part 3
Sejak keanehan Mas Bima malam kemarin, aku sengaja meminta Bik Marni untuk menginap di sini satu minggu ini. Meski Mas Bima awalnya menolak karena masalah gaji, namun aku berusaha meyakinkannya kalau gaji Bik Marni aku yang menanggung. Akan kuambilkan dari uang belanja lagipula kerjanya hanya mencuci dan menyetrika saja.Aku masih pura-pura tidur saat kulihat Mas Bima menyibakkan selimutnya. Berjalan mengendap ke luar kamar. Entah apa yang akan dilakukannya. Begitu mencurigakan. Dia menutup pintu sepelan mungkin agar aku tak terbangun. Kulirik jam beker di atas meja. Hampir pukul sebelas malam."Iya, sayang. Aku tahu kamu sedang ngidam tapi ini sudah malem banget. Yang jualan bakmi jawa kesukaanmu itu pasti juga udah siap-siap mau tutup. Besok aja, ya?"Kudengar Mas Bima mengobrol dengan seseorang lewat ponsel barunya. Gegas kuambil ponsel di atas nakas dan merekam percakapan mereka dari balik pintu yang sedikit terbuka.Suara Mas Bima terdengar cukup keras meski dia sudah berusaha bi
Baca selengkapnya
Part 4
Lampu ruang tengah menyala. Aku masih menyeruput teh dengan santai saat Mas Bima ternganga di depan pintu kamar. Kulihat keterkejutannya."Am ... Amel?" tanyanya kaget. Aku mencoba untuk tersenyum meski dalam hati rasanya geram."Dari mana malem-malem begini, Mas? Nggak nongkrong sama temen lagi dong?" tanyaku santai. Membuat Mas Bima kembali salah tingkah."Eh Emmm--"Dari kantor?" tanyaku singkat, tak menoleh sedikit pun ke arahnya. Aku hanya melihat kebingungannya dari ekor mataku."Nggak, kok, Dek. Keluar sebentar buat cari angin," jawabnya kemudian."Oohh.""Tidur, yuk, Dek. Ngantuk banget nih. Besok mulai kerja lagi, takut kesiangan," jawab Mas Bima sengaja tak memberiku kesempatan untuk bertanya lagi.Aku hanya mengangguk pelan. Mas Bima membuka lemari dan mengganti kaos sebelumnya dengan koas oblong miliknya.Dia masukkan kaos kotor itu ke bak cucian kotor lalu melangkah menuju pembaringan. Sebelum menarik selimut, Mas Bima melirikku kembali yang masih duduk di sofa depan kama
Baca selengkapnya
Part 5
[Mbak, tiga hari ini aku mau menginap di rumah Mbak, ya? Mau ambil beberapa baju sekalian mengerjakan skripsi di sana biar lebih tenang soalnya kalau liburan di kost terlalu berisik jadi nggak bisa konsen] Pesan dari Dinda, adik angkatku masuk ke ponsel. Tumben dia mau menginap, biasanya dia segan dengan Mas Bima kalau dia di rumah. Apalagi tiga hari besok tanggal merah dan weekend.[Oke, Din. Main saja. Pintu rumah terbuka lebar untukmu] Balasku kemudian. Dinda memang adik angkatku. Masih teringat jelas dalam ingatan 15 tahun lalu ibu memintanya untuk tinggal bersama kami. Saat berziarah ke makam bapak, aku dan ibu melihat Dinda meringkuk di pemakaman ibunya yang masih basah. Tak tega, akhirnya ibu mengajak dia untuk tinggal bersamaku. Ibu merawatnya sepenuh hati hingga tutup usia enam tahun yang lalu. Sebelumnya, ibu sudah berpesan agar Mas Bima mau menerima Dinda untuk tinggal bersamaku di rumah ini. Lagi-lagi ibu tak tega jika meninggalkan Dinda sendirian di rumah sederhana ka
Baca selengkapnya
Part 6
Kuseduhkan jahe hangat untuk Dinda dan Mas Bima. Setelah Dinda selesai mandi dan pakai piyama, dia duduk di sampingku. Mas Bima pun sudah keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah lagi. Hujan masih deras mengguyur tapi anehnya Mas Bima keramas lagi. Dinda juga, tapi dia memang kehujanan dan kuperintahkan untuk mandi sekalian keramas biar nggak masuk angin."Kamu nggak kehujanan kan, Mas? Kok ikutan keramas?" tanyaku santai. Kulihat gerak-gerik mereka dari ujung mataku. Saling salah tingkah. "Iya, Dek. Gerah," jawabnya singkat. Lagi-lagi dengan alasan gerah Mas Bima seolah bisa aman dari kecurigaan. Aku pura-pura tak melihat saat mereka saling lempar senyuman. Aku semakin yakin kalau mereka memang ada hubungan spesial selain ipar. Sakit sekali rasanya jika itu benar-benar terjadi. 15 tahun aku hidup bersama Adinda. Usiaku dan Dinda berjarak 7 tahun. Dia yang sebatang kara, dengan penuh cinta dirawat oleh ibuku. Aku pun sangat menyayanginya bahkan dulu sering mengalah demi d
Baca selengkapnya
Part 7
Suasana begitu hening. Malam semakin larut entah jam berapa. Kubuka mata perlahan. Tak ada Mas Bima di ranjang. Mungkin dia ke kamar mandi. Pikirku. Dengan langkah lesu menahan kantuk, kubuka pintu kamar mandi. Kosong. Mungkin dia ke dapur untuk mengambil minum. Biasanya memang aku sediakan di atas meja kamar sebelum tidur namun tadi memang lupa menyiapkan air minumnya ke botol. Perlahan kubuka pintu kamar. Suara tangis Yuka dari kamarnya tiba-tiba terdengar begitu nyaring. Setengah berlari aku membuka kamar si kembar. Yuki masih mengucek pelan kedua matanya sedangkan Yuka terus menangis sembari melipat kedua lutut. "Bunda ...." Yuka berteriak memanggil namaku saat kunyalakan lampu kamarnya. Bergegas kupeluk si kembar sambil menenangkan Yuka yang terus menangis. "Yuka kenapa, Nak?" tanyaku pada Yuka yang masih terisak. Berkali-kali dia menghapus air matanya."Mimpi buruk, ya?" tanyaku lagi. Dia mengangguk pelan."Emm ... Yuka lupa baca doa sebelum bobok, ya?" tanyaku lagi. Yuka ha
Baca selengkapnya
Part 8
"Assalamu'alaikum, Bel. Di rumah nggak?" tanyaku pada Bella yang terdengar masih ngobrol dengan seseorang. Sepertinya suara Sarena, anak semata wayang Bella. "Wa'alaikumsalam, Mel. Jadi main ke sini kan hari ini?" tanyanya kemudian. Kemarin aku memang sudah bilang soal rencana ini. Hanya saja sengaja meneleponnya kembali, barang kali dia mau pergi."Jadi dong, Bel. Sebentar lagi kami berangkat. Tunggu, ya," jawabku santai. Bella pun mengiyakan. Kututup telepon saat Mas Bima mulai memanggil dari teras rumah. "Dek, ayo berangkat," panggilnya kedua kali. Kujinjing camilan untuk anak-anak sedangkan mereka membawa tas kecil berisi satu stel baju ganti. "Banyak banget camilannya. Di rumah nggak disisain, Dek? Ada Dinda juga tuh," ucap Mas Bima pelan. Dinda lagi. Cuma dia sepertinya yang ada di pikiran Mas Bima saat ini. "Sudah ada kok, Mas. Di kulkas aku sisain banyak," jawabku sedikit kesal. Mas Bima hanya tersenyum tipis menatapku memanyunkan bibir. Perjalanan ke rumah Bella mema
Baca selengkapnya
Part 9
Saat mobil Mas Bima meluncur ke luar rumah, Bella pun segera menstater motornya mengikuti mobil itu. Aku masih duduk di belakangnya dengan perasaan tak menentu. Semua rasa seolah tercampur menjadi satu. Tak ada pembicaraan cukup serius antara aku dan Bella. Dia masih fokus dengan stirnya, mengikuti jejak mobil Mas Bima. Setelah berjibaku dengan debu dan kemacetan, akhirnya Mas Bima pun membelokkan mobil silvernya ke rumah sakit cukup terkenal di kotaku. Mereka berhenti di rumah sakit ibu dan anak Anindya. Hatiku semakin berdebar tak jelas. Jantung seolah berpacu lebih cepat daripada biasanya. Ketakutan dan kekhawatiranku selama ini mulai lalu lalang di depan mata.Apa benar dugaanku kalau Dinda memang sedang berbadan dua? Anak dari hasil hubungan gelapnya dengan Mas Bima? Tapi sejak kapan mereka berdua mengkhinati kepercayaanku seperti ini?Atau mungkin memang sudah lama mereka melakukan semua ini, hanya saja aku terlalu mempercayai keduanya hingga tak pernah merasa curiga. Ya Allah
Baca selengkapnya
Part 10
Aku dan Bella kembali ke rumah. Bukti-bukti yang ada di ponsel Bella sudah dikirim ke ponselku semuanya. "Bel, punya kenalan notaris nggak? Aku mau urus sertifikat rumah itu. Mau aku bikin status dihibahkan saja biar Mas Bima nggak bisa otak-atik lagi," ucapku pada Bella yang masih sibuk dengan ponselnya. "Foto sama video sudah aku kirim semua kan, Mel?" tanyanya. Rupanya dia tak mendengarkan pertanyaanku justru masih saja sibuk dengan video Mas Bima dan Dinda tadi. "Sudah semua nih. Cuma dua biji kan videonya?" "Iya, sih. Foto-fotonya juga udah?" tanyanya lagi."Udah semua Bella cantik," jawabku gemas. Dia hanya meringis kecil. "Mau aku hapus videonya. Fotonya sengaja aku simpan satu. Pengen banget aku viralin di kantor tapi nggak tega," ucapnya sembari menghembuskan napas pelan. "Besok antar ke notaris dong, Bel.""Eh iya. Tadi kamu nanya soal itu, ya? Lupa mau jawab. Ada tuh teman dekatnya si Ubay. Dia notaris juga," ucap Bella serius. Ubay adalah adik bungsu Bella yang kini
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status