Semua Bab KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU: Bab 31 - Bab 40
78 Bab
Kedatangan Inez
"Semoga enggak, Na." Hakim terkekeh. "Gini, Na, tadi pagi Shanum merengek ngajak makan siang di tempat kamu, tapi akunya sibuk. Bisa nggak kira-kira kalo ke sananya Shanum ikut kamu, nanti aku yang jemput. Kalau nggak, nanti aku share lock, biar yang kerja di rumah nanti jemput Shanum?" "Nggak apa-apa, Bang. Kalau sibuk, biar Shanum di rumah Hana saja sampai Abang pulang kerja. Di sana 'kan, bisa sama Ira. Shanum bukan anak bayi lagi yang harus ekstra diperhatiin," jawab Hana sambil tersenyum lebar. "Atau Shanum ada les?" "Nggak, sih. Hari ini free. Serius nggak apa-apa, Na?" tanya Hakim meyakinkan. Hana mengangguk cepat. "Biar nanti Hana yang jemput sekalian jemput Ira. Ira pasti seneng banget kalo sampe pulang bareng Shanum." "Oke, Na. Makasih banyak, ya. Kalau begitu aku berangkat dulu, ya." Hakim memohon diri. Keduanya akhirnya berpisah di depan gerbang. Masuk ke mobil masing-masing. Dari sekolah Ira Hana melajukan mobilnya ke pasar terdekat. Membeli beberapa jenis stok say
Baca selengkapnya
Pertengkaran
"Jaga kelakuanmu!" seru Hakim dengan wajah dingin. Ia dapat menebak siapa perempuan di hadapannya itu.Entah sejak kapan laki-laki itu sampai di sini, yang pasti, Hana merasa tertolong atas kedatangan Hakim. Inez menatap lekat laki-laki tampan dengan setelan rapi itu. "Apa urusanmu membela perempuan ini?" tanya Inez dengan sudut bibir terangkat. "Tak perlu kau tau siapa aku. Pantas saja suamimu kembali mengejar Hana, jika perbuatanmu mencerminkan kalau kau istri yang kurang adab.""Jaga ucapanmu! Perempuan ini yang kurang adab. Berani-beraninya dia mau merebut suamiku." Inez membentak. "Hah? Apa aku tak salah dengar? Yang aku tau, justru suamimu yang tak tahu malu datang untuk meminta Hana kembali, bahkan berkali-kali ditolak pun tetap tak tahu malu. Sekarang tinggalkan tempat ini. Hana calon istriku dan aku tak akan segan-segan memenjarakanmu dengan tuduhan tindakan tak menyenangkan. Satu lagi, katakan pada suamimu agar tak lagi mendekati Hana dengan cara apapun, dan katakan padan
Baca selengkapnya
Rencana Balas Dendam
Hakim membingkai wajah putrinya, merapikan anak rambut di kening sang putri. "Loh, kan udah lewat jam 4, Sayang." Hakim menautkan alis. "Tapi Shanum masih mau main di sini," ucapnya dengan wajah sendu. Hana hanya menatap gadis kecil itu dengan senyum lembut. Sedangkan Ica dan Ira hanya diam mengamati. "Emangnya nggak kangen sama Papa?" goda Hakim. "Kangen, sih, tapi Shanum suka di sini, banyak temen." Shanum beralasan. "Sayang, sekarang kita pulang dulu, ya, lain hari Shanum boleh main lagi kalau Tante Hana ngizinin." Hakim berucap sambil melirih ke arah Hana, seolah meminta persetujuan. Hana berjongkok di antara dua putrinya. Kedua tangannya menggenggam tangan Shanum, serta mata menatap lembut pada gadis kecil itu. "Iya, Sayang. Sekarang ikut Papa pulang dulu, nanti kalau mau main ke sini silakan. Kapan saja Shanum mau main di sini, boleh, kok," ucap Hana lembut. "Serius, Tante?" tanya Shanum dengan binar bahagia. Hana mengangguk pelan. "Baiklah, sekarang Shanum pulang dul
Baca selengkapnya
Ketika Rasa itu Hadir
Sinar matahari mulai menghangat kulit. Angin pagi berhembus pelan menyapu jalanan, ditambah lagi lalu lalang kendaraan mulai ramai, menciptakan debu yang berterbangan di udara.Hana sudah sejak selesai subuh berkutat di warung makannya. Dirinya memang disibukkan di pagi hari. Sedangkan di siang hari ia hanya membantu di meja kasir, atau sesekali mengantar makanan ke meja pelanggan. "Assalamu'alaikum," ucap suara yang begitu familiar di telinga Hana. Hana yang sejak tadi sibuk menyusun uang pecahan untuk kembalian, kini mendongak. "Eh, Shanum. Pagi Anak Baik," ucap Hana dengan senyum lebar. "Pagi Tante Hana," balas Hanum dengan wajah sumringah. "Maaf, Na, Shanum maksa buat ke sini, katanya bosan di rumah," ucap Hakim dengan perasaan tak enak. Hana berjalan mendekat. "Nggak apa-apa, Bang," ucap Hana. "Ya, udah, sekarang Shanum masuk aja, di dapur ada Bang Abi, Ica sama Ira. Shanum udah sarapan?" tanya Hana pada gadis kecil. "Udah, Tante," ucap Shanum sumringah. "Ya, sudah, Sha
Baca selengkapnya
Harapan Sejak Lama
"Kemaren aku kenalin Syaila, malah Mama nggak setuju," ucap Hakim sambil terkekeh. "Ya, iya lah, perempuan pecicilan gitu diajak ke sini. Mana Shanum juga nggak suka. Mama itu bukan mau perempuan cantik dan kaya, Mama maunya perempuan yang punya jiwa keibuan," balas Maria. Sejujurnya Hakim tak berniat membawa Syaila ke rumah ibunya kala itu, melainkan perempuan itulah yang memaksa untuk ikut dengan alasan ingin dekat dengan keluarga Hakim. Hakim sendiri tak memiliki rasa padanya. "Kalau janda dengan anak 3, gimana menurut Mama?" tanya Hakim dengan suara setengah berbisik. Senyum di bibirnya merekah kala mengucapkan kalimat barusan. "Hah? Yang benar saja. Yang ada Shanum tambah tersisih," cibir Maria. "Kalau sebaliknya?" tanya Hakim dengan alis terangkat. Maria menghela napas panjang. "Menghidupi 3 anak sambung bukan hal yang mudah. Mama nggak mau kamu gagal dalam berumah tangga," ucap Maria dengan suara berat. Hakim membenarkan kalimat sang mama barusan. Namun, Hana terlalu b
Baca selengkapnya
Mengalah
Hakim mengusap wajah, kemudian menggeleng pelan. Rena cukup cantik. Karirnya pun cukup baik. Ia merupakan pegawai bank swasta di kota mereka. Namun, rasa tetap tak bisa dipaksa. "Apa yang kau cari? Rena cantik dengan karir bagus. Rena juga sudah sangat kenal keluarga kita. Bahkan Shanum sudah sangat dekat dengan Rena." Marwah terus membujuk, meski ia sendiri sudah bisa menebak akan seperti apa jawaban Hakim. "Biarkan Hakim mencari pengganti Mala sendiri, Ma. Meski Rena adik Mala, tapi mereka berdua adalah dua orang yang berbeda. Hakim tak ingin membuat hubungan baik antara kita dan keluarga almarhum istriku keruh, hanya karena aku terpaksa menerima Rena." Hakim berucap lirih. Marwah terdiam. Kali ini jawaban anak sulungnya itu membuat lidahnya kelu. Jika biasanya Hakim hanya akan menjawab, 'Hakim tak memiliki rasa pada Rena, Ma'. Namun, kali ini terdengar lebih dalam. "Baiklah, Mama tak bisa memaksamu. Mama hanya bisa berdo'a semoga kamu berjodoh dengan perempuan baik yang bisa
Baca selengkapnya
Karma Mulai Berlaku
"Iya, nanti tunggu mamamu saja," jawab Rio. Matanya masih terarah pada layar ponsel. Rafa beranjak dengan wajah masam. Ini bukan kali pertama dirinya dicuekin oleh suami baru mamanya itu. Rio kembali disibukkan dengan kesibukannya semula. Tiga bulan menikahi Inez, Rio mulai merasakan hambar. Ia kini lebih memilih bermain ponsel di waktu yang seharusnya ia habiskan bersama keluarga. Entah ke mana perginya cinta yang menggebu-gebu waktu itu. Entah ke mana perginya rindu yang seakan setiap detik meminta bertemu beberapa bulan lalu. Entah ke mana perginya rasa sayang yang dulu tercurah seutuhnya pada perempuan itu. Semua terasa berbeda sekarang, bahkan cenderung berbanding terbalik. Kini, rindu itu bertukar posisi. Rindu pada Hana lah yang kerap kali berbisik di lubuk hatinya. Persis detik ini. Jari-jemari laki-laki itu terhenti sejenak, ketika matanya menangkap wajah Hana di ponselnya. Senyum manis mengurai di bibir perempuan itu. Foto empat orang ibu dan anak itu nampak sederhan
Baca selengkapnya
Kedatangan Rio
'Berpikir, Rio. Berpikirlah,' gumam Rio pada diri sendiri. Kepalanya penuh sesak dengan emosi. Melihat Inez merebahkan kepala di bahu laki-laki lain membuat amarahnya tersulut. Sempat Rio ingin mengikuti mobil yang ditumpangi Inez. Namun, arah yang berlawanan membuat laki-laki itu akhirnya mengurungkan niatnya. Ia memilih tetap pada rencana awal. Tentang Inez, aka ia pikirkan nanti. Sepanjang perjalanan yang masih tersisa, hati Rio tetap disesaki amarah. Ia merutuki sikap istrinya itu yang dengan enteng memintanya menjaga Rafa, sedangkan Inez malah bersenang-senang dengan laki-laki lain.'Akan kubuat kau sekarat jika memang kau punya laki-laki lain,' gumam Rio sambil mencengkeram kuat setir mobil. Jarak ke rumah Hana kian dekat. Rio berusaha mengenyahkan bayangan Inez. Bersikap sebaik yang ia bisa. "Kita mau ke mana, Pa?" tanya Rafa. Tangannya sibuk memainkan robot-robotan yang tadi ia beli. Rio bergeming. Tak berniat sama sekali untuk menjawab pertanyaan anak sambungnya itu.
Baca selengkapnya
Rencana Kerja Sama
"Ica di mana, Na?" tanya Rio ketika sudah duduk di ruang tamu Hana. "Di kamar," jawab Hana singkat. Rio menatap lekat wajah Hana yang nampak begitu dingin. Hatinya berdesir hebat. Jika saja sesal mampu mengubah semuanya. Jika saja sesal mampu menghapus luka. Jika saja sesal mampu mengulang semuanya dari awal. Namun, semua hanya ada dalam angan Rio. Nyatanya luka di hati Hana tetap menganga dengan rasa perih yang luar biasa. Semua membekas dan begitu sulit untuk disembuhkan, terlebih oleh si penoreh luka. "Bisa tolong panggilkan?" tanya sekaligus pinta Rio dengan lembut. Hana tak menjawab. Ia bangkit lalu berjalan masuk. Beberapa menit setelahnya kembali ke luar bersama Ica. Ira dan Shanum mengekor di belakang. Dengan malas Hana kembali duduk di tempat semula. Awalnya ia menyuruh Ira saja yang menemani Ica bertemu sang ayah. Namun, Ica enggan ke luar jika Hana tak ikut serta. Ketiga bocah perempuan itu duduk berderet di samping Hana. Ica dan Ira terdiam, sedangkan Shanum sibuk
Baca selengkapnya
Bertemu Hakim
Sejak kepergian Hana dari ruangannya, entah sudah berapa kali Hakim melirik jam di pergelangan tangannya. Berharap penunjuk waktu itu berjalan lebih cepat, atau mungkin berlari, agar waktu pertemuan yang dijanjikan segera datang. Tak sabar rasanya untuk segera bertemu, meski yang akan mereka bincangkan bukanlah tentang rasa. Hakim merasa dirinya bertambah tak waras. Cinta terkadang memang sangat rahasia. Dulu, bertahun-tahun bersama. Namun, rasa yang tumbuh antara dirinya dan Hana hanyalah sebatas teman, atau mungkin yang sering orang-orang bilang, sahabat. Namun, rasa berlebih itu baru datang sekarang, di saat deretan pujian Shanum terhadap Hana yang kerap ia dengar. 'Fokus, Hakim! Fokus. Lihatlah tumpukan laporan yang harus segera kau selesaikan,' gumam Hakim pada dirinya sendiri. Sesaat ia memjamkan mata. Menarik napas panjang, menghembusnya ke luar. Berusaha mengenyahkan bayangan yang membuat dirinya susah fokus. Tepat jam 12 lewat 3 menit adzan zuhur mengalun merdu ke setia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status