All Chapters of KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU: Chapter 21 - Chapter 30
78 Chapters
Hutang Inez
"Oh, jadi sekarang udah pinter bandingin aku dengan si Hana cupu itu?" tanya Inez dengan alis terangkat. Rasanya begitu singkat kebahagiaan rumah tangga mereka. Sebulan lalu mereka menikah, kini mulai terasa membosankan. "Kau pikir saja sendiri. Hana dengan 3 orang anak, 2 di antaranya sudah sekolah. Ia bahkan harus membeli anak bungsunya susu berkilo-kilo dalam setiap bulan." Rio tak mau kalah. "Ya, karena Hana rela wajahnya lusuh karena tak tersentuh perawatan. Aku, mana mau? Kau sendiri yang mengeluh Hana tak sepintar aku dalam merawat penampilan, giliran dimintain duit aja, baru muji-muji mantan istrimu yang buluk itu." Inez mendengkus kesal. "Kau saja yang berlebihan. Kau pikir gajiku 100 juta perbulan?" Suara Rio kian meninggi. "Sudahlah, kalau pelit, ya, pelit aja, nggak perlu menceramahiku." Inez beranjak. Ia menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kala berjalan menuju kamar. Brak! Pintu dibantingnya dengan kuat, membuat Rio tersentak. "Das*r perempuan gil*!" umpat Rio
Read more
Teman Lama
"Bang Hakim …," ucap Hana dengan dahi berkerut. Ibu jari kanannya terarah pada laki-laki itu. "Hana Humayra," jawab laki-laki itu sambil terkekeh. Hakim adalah rekan kerjanya di kantor tour dan travel dulu. Tempat kerjanya saat sebelum menikah. "Masih kerja di tempat lama?" tanya Hana. "Nggak, Na. Setahun setelah kamu berhenti kerja, aku pun sama, sekarang kantorku dekat-dekat sini.""Kita bicara di sana, Bang," ucap Hana sambil menunjuk salah satu meja kosong. "Oke, siap." Tanpa menunggu lebih lama, laki-laki itu berjalan menuju meja yang Hana maksud. Hana mengekor di belakang. "Sukses kamu, Na. Sekarang udah punya usaha sendiri." Hakim berbasa-basi. "Syukurlah, Bang. Meski belum sesukses Abang," balas Hana dengan senyum ramah. "Nggaklah, Na. Oh, ya, nggak nyangka bisa ketemu di sini. Abang kira kamu ikut suami." "Nggak, Bang," jawab Hana singkat. Ia tak ingin memperpanjang pembahasan tentang hal itu. Hakim cukup paham. Ia berpikir mungkin Hana tak ingin membicarakan masal
Read more
Kian Muak
Hening. Marni masih menunggu dalam diam. "Jadi bagaimana ini, Pak?" tanya Marni setelah beberapa menit tak menemukan jawaban. "Apa Ibu punya bukti kalau Inez memang meminjam uang pada Ibu?" tanya Rio akhirnya. Ia tak ingin asal mempercayai orang yang bahkan baru pertama kali berbicara dengannya. "Buktinya ada di hp saya, Pak. Hp-nya ketinggalan di rumah," ucap perempuan itu beralasan. "Baiklah, sebaiknya kita tunggu Inez pulang, Bu. Biar sama-sama enak." "Kenapa nggak langsung bayar aja, Pak. Saya udah kasih tau Ibu Inez tadi, kalau uang itu mau kupakai buat menjenguk ibuku besok. Tapi, Ibu Ines maksa, katanya malam ini sudah pasti dibayar," keluh perempuan itu. Rio mengusap kasar wajahnya. Belum selesai urusan perutnya yang kian keroncongan, ditambah lagi ulah istrinya itu yang membuatnya sakit kepala. "Yang minjam uang ke Ibu siapa?" tanya Rio dengan suara mulai meninggi. "I—Ibu Ines, Pak," jawabnya tergagap. Ia tak tahu jika tetangga barunya itu segalak ini. "Ya, sudah, ka
Read more
Bertemu Hakim
"Ibu Hana?" tanya perempuan cantik dengan rambut ikal mayang itu dengan ramah. Fera Marinka, nama pada name tag milik perempuan itu. "Iya, Bu," jawab Hana dengan hal serupa. "Silakan masuk saja, Bu. Ibu sudah ditunggu sejak tadi. Itu ruangan Pak Hakim," ucap Fera. Kelima jarinya terarah ke ruangan dengan pintu tertutup tak jauh dari mereka bersiri. "Terima kasih, Bu," balas Hana. Hana membalikkan tubuhnya ke arah yang di tuju. Membaca plang nama di atas kusen pintu. Hakim Akbari, manager. Hana sedikit tersentak. Namun, sesaat kemudian tersenyum bangga. Bangga karena mantan rekan kerjanya itu tak pernah berubah, meski di kantor jabatannya sekeren ini. Tok … tok … tok. Hana mengetuk pintu, tak lama setelahnya terdengar seruan dari dalam. "Masuk!" Tangannya mendorong pintu kaca itu hingga terbuka lebar. Nampak wajah Hakim yang kini nampak serius memandangi layar PC di hadapannya. Hana tak bersuara, dibiarkannya laki-laki itu menoleh dengan sendirinya, karena khawatir Hakim aka
Read more
Cemburu
"Oh, ya? Anak Papa memang hebat. Terus, tadi bekalnya dimakan habis nggak?" tanya Hakim dengan senyum lebar. Wajah anak perempuan berusia 9 tahun itu berubah sendu. "Roti lapis buatan Papa rasanya nggak sama kayak buatan Mama," ucapnya dengan kepala tertunduk. Hakim mengangkat dahu mungil gadis kecil itu. "Nanti, Papa akan belajar lagi biar bisa bikin roti lapis seperti buatan Mama, Sayang," ucap Hakim berusaha menghibur. "Papa serius?" tanyanya antusias. "Iya, Sayang. Nanti Shanum temani Papa, ya, kalau Papa sudah pulang kerja. Oh, ya, ini Papa kenalin sama temen Papa," ucap Hakim seraya bangkit. "Ini namanya Tante Hana, Sayang," ucap Hakim memperkenalkan. "Shanum, Tante." Shanum menyalami tangan Hana. Nampak sekali ia sangat mudah bergaul. Tidak seperti anak-anaknya yang jauh lebih pendiam. "Panggil Tante Hana, ya. Oh, ya, Tante punya anak seumuran Shanum juga sekolah di sini, loh," ucap Hana sambil mengusap pelan pucuk kepala Shanum. Ekor mata Hana menangkap bayangan yang
Read more
Berharap Ada Kesempatan Kedua
Rio mematung di tempatnya berdiri. Berniat menunggu Hana kembali ke sini. Ia memilih memesan makan siang di salah satu meja pelanggan. Jika saja Hana masih sah menjadi istrinya, tak akan ia izinkan perempuan itu untuk melakukan hal seperti sekarang dengan laki-laki mana pun. Rio hanya mampu mengeram kesal ketika tatapan matanya tertuju pada mereka. Menangkap pemandangan sebuah keluarga yang nampak begitu hangat. Hakim berkali-kali melirik ke arah Rio yang masih setia menunggu Hana. Ia tahu jika itu adalah suami Hana. Namun, sedikit heran karena Rio tak langsung ke sini untuk makan bersama. Sepanjang acara makan siang, Hakim dilanda banyak pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan Hana dan laki-laki di ujung sana. Hatinya tiba-tiba merasa tak nyaman. Lebih lagi perubahan wajah Hana sejak Rio datang ke tempat ini. "Kenapa suamimu nggak diajak makan bersama di sini? Aku jadi nggak enak, Na," ucap Hakim dengan suara pelan setengah berbisik. Hakim masih sangat kenal wajah Rio, m
Read more
Dia Calon Suamiku
Hana yang memang duduk membelakangi Rio sama sekali tak berniat menoleh. Hati yang terlanjur sakit membuat Hana sama sekali tak memiliki rasa yang tersisa. "Memberi kesempatan kedua hanya akan menjadi sebuah sesal," lirih Hana. Hakim mulai paham sekarang."Jika butuh teman bercerita, kau bisa membaginya denganku, Na. Anggap saja kita masih sama seperti dulu. Kurasa kau pun paham." Hakim berucap pelan. Hana menyedot es teh di gelasnya, sekedar menyejukkan kerongkongan yang tiba-tiba terasa kering. "Menjadikan lawan jenis sebagai teman curhat adalah sebuah kesalahan. Aku tak berniat membuat Abang tak nyaman, hanya saja, aku tak ingin kesalahan yang dilakukan mantan suamiku akan terjadi pula dengan laki-laki bergelar suami yang lain. Semua perempuan sama, tak ingin laki-lakinya memiliki teman perempuan selebih dari rekan kerja, dan aku menganggap Abang sekarang bukanlah teman seperti dulu, melainkan rekan kerja," jelas Hana panjang lebar dengan suara pelan. Namun, terdengar sangat te
Read more
Harapan Rio
Harapan seolah kandas. Rio merasakan desir tak nyaman di hatinya. "Bisakah kita cuma bicara empat mata, Na?" tanya Rio penuh harap. Hakim nampak serba salah. Tangannya menggaruk tengkuk yang sebenarnya tak gatal. "Jika mau berbicara katakan saja di sini sekarang," ucap Hana masih dengan nada dingin. Matanya mengarah pada Hakim dengan tatapan tak bisa ditebak. Rio akhirnya duduk. Berbicara di sini sedikit lebih baik, ketimbang dirinya tak sama sekali dapat berbicara dengan mantan istrinya itu. Ia duduk di kursi antara Hana dan Hakim. Suasana seketika berubah canggung. Rio merogoh saku celananya di mana ia menaruh sesuatu sejak semalam. "Tolong, Na, tolong terima ini," ucap laki-laki itu dengan penuh harap. Ia mengangsurkan sebuah amplop coklat ke atas meja di depan Hana. Hana bergeming. Hakim tak jauh berbeda. Ia paham jika Hana secara tak langsung meminta dirinya hanya sebagai pendengar di sini, tidak untuk ikut campur. "Lima bulan kau tak pernah menampakkan batang hidungmu d
Read more
Ancaman Inez
Hana menggeleng cepat. "Hanya dengan anak-anak saja." Wajah Rio kembali berubah lesu."Jangan pernah berharap sesuatu yang pecah berkeping akan kembali utuh. Aku bahkan akan menikah dua bulan lagi," ucap Hana sambil menatap lekat wajah Hakim.Laki-laki itu mengangguk pelan. Hanya ini yang dapat ia lakukan untuk membantu Hana saat ini. "Aku yakin semua belum terlambat, Na. Kita bisa memperbaiki semua ini," ucap Rio tak tahu malu. "Apanya yang belum terlambat? Kami bahkan sudah merancang hari pernikahan," sela Hakim dengan mimik wajah meyakinkan. Rio menatap kesal pada laki-laki tampan dengan dagu belah itu. "Aku sedang berbicara dengan Hana bukan denganmu," sergah Rio. Tatapan matanya menyiratkan kebencian. "Bang Hakim benar, kami bahkan sudah membicarakan hari pernikahan dan kedatanganmu hanyalah merusak kebahagiaan kami." "Jangan membohongiku Hana! Berapa kau membayar bajing*n ini untuk melakukan semuanya." Rio berucap dengan gigi bergemeretak. Suaranya terdengan pelan. Namun
Read more
Keinginan Shanum
"Kenapa, sih, nggak belajar masak sama mamanya Ira, Pa? Pasti Papa masaknya nggak gosong kayak gini," gerutu Shanum dengan bibir mengerucut. Laki-laki bertubuh tinggi itu kini berjongkok. Tangannya membingkai wajah mungil putri semata wayangnya itu. Pagi ini Shanum minta dibuatkan burger. Karena sibuk menyiapkan perlengkapan lainnya, akhirnya roti yang Hakim bakar di atas wajan sedikit menghitam. "Kan, nggak enak, Sha, kalau Papa belajar sama Tante Hana," ucap Hakim beralasan. "Kenapa? Kan, Tante Hana baik," ucap Shanum polos. "Tante Hana perempuan, Sayang, sedangkan Papa laki-laki. Nggak enak, kan, kalau belajar masak sama Tante Hana. Mendingan nanti kita cari yang sama-sama laki-laki saja, ya," bujuk Hakim. "Tapi nanti masakannya bakal beda," protes Shanum. "Ya, kita cari yang masakannya enak dong. Sekarang, Papa bakar lagi rotinya, ya. Shanum mandi dulu nanti mau ke sekolah," bujuk Hakim. "Tapi, nanti siang makan di tempat Tante Hana, ya." Ia mengajukan syarat. Hakim berpi
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status