All Chapters of Pembalasan untuk Madu yang Menjadikanku Babu: Chapter 31 - Chapter 40
77 Chapters
31. Tersangka
Suara Dedy yang cukup keras di tengah malam sunyi terdengar sangat jelas. Beberapa orang terbangun mendengar teriakan Dedy itu. Seorang wanita yang rumahnya paling dekat dengan tempat Dedy jatuh terbangun. Ia membangunkan suaminya dengan ekspresi ketakutan. “Pak, ada orang minta tolong di luar,” ujar istrinya. Suaminya tersentak bangun. “Tengah malam begini dari luar rumah? Jangan-jangan itu maling yang berpura-pura. Sudah, jangan dibukakan pintunya,” cegah suaminya. Si istri mengangguk, lalu kembali bergelung di balik selimut. Namun, kupingnya sengaja dipasang tajam untuk mendengar suara-suara yang mungkin menyusul. Teriakan Dedy tidak hanya membangunkan sepasang suami istri tersebut. Rara yang baru tertidur kembali tersentak bangun. Jantungnya berdebar kencang. Perasaannya mendadak tidak enak. Polisi be
Read more
32. Kabar Gembira
Dedy tak terima bila ia harus menerima hukuman seorang diri. Enak saja ia dihukum tetapi Rara bisa berkeliaran bebas. “Saya enggak kerja sendiri, Pak,” ujar Dedy lantang. “Oya? Kamu bersama teman melakukan pembakaran itu? Siapa dia?” tanya petugas dengan sorot mata tajam penuh selidik. “Saya memang melakukan semuanya sendirian. tetapi rencana ini bukan dari saya,” jawab Dedy geram. “Sebutkan siapa yang merencanakan ini semua,” perintah petugas tegas. “Istri saya! Dia yang memiliki ide pertama kali untuk melakukan pembakaran toko di pasar.” Dedy berkata mantap. *** Wati baru saja selesai mandi pagi dan bersiap hendak sarapan pagi. Selepas mandi, ia memoles kulitnya dengna pelembab badan hingga kulitnya beraroma harum bunga. Wajahnya sudah diberi pelembab dan ditabur
Read more
33. Rahasia Lain
Rara menggelengkan kepala. “Entah, Bu. Sejak bercerai kami tidak pernah bertukar kabar lagi. Dulu katanya sih mau pergi ke luar negeri buat jadi TKI.” “Aneh juga Pak Beny, ya. Buat apa ke luar negeri padahal di sini sudah punya toko kelontong dan rumah. Tinggal menjalani saja yang sudah dimiliki. Malah capek-capek pergi ke luar negeri,” oceh ibu pedagang bubur. Raut wajahnya menunjukkan ekspresi menyesalkan pilihan hidup Beny Ardani.  “Saya juga enggak paham, Bu. Katanya sih mau punya rumah gedung yang besar dari hasil kerja. Makanya kami bercerai karena saya tidak setuju dengan kepergian Pak Beny,” ungkap Rara penuh semangat. “Eh, tapi Pak Beny baik juga ya, Mbak. Buktinya setelah bercerai, Mbak diberikan rumah dan usahanya di sini,” cetus ibu pedagang bubur lagi. Rara cepat-cepat menghabiskan buburnya. Ia
Read more
34. Tersingkap
Bel pintu berdering. Rara terkejut. Ia melihat bayangan di balik kaca. Dua orang berseragam polisi ada di balik pintu depan. Rara terkesiap. Ingin rasanya Rara bersembunyi dan berpura-pura tak ada di rumah, tetapi sudah terlambat. Kedua polisi itu pasti sudah melihat keberadaannya di dalam rumah, akibat ia lupa menutup tirai jendela saat sore menjelang malam. "Permisi!" seru salah seorang polisi, cukup keras untuk didengarkan hingga ke rumah tetangga.  "Tunggu!" balas Rara panik.  Dengan tangan gemetar, Rara membuka pintu depan. Ia masih berharap, hal yang ia takutkan tak terjadi. Semoga saja para polisi itu tidak mencari dirinya. Sayang sekali, harapan Rara hanya angan-angan. Baru juga membuka pintu depan, ucapan salah seorang polisi langsung membuat kepala Rara seperti dihantam palu godam. “Dengan Ibu Rara?” tanya polisi muda dan
Read more
35. Pengakuan Rara
Lily menggelengkan kepala. “Kamu pasti tahu. Ibu dan Ayahku pasti memiliki rencana sendiri, kan? Kenapa kamu enggak mau memberitahu aku? Aku yakin kamu tahu,” desak Wati. “Saya tidak memiliki wewenang untuk menjelaskannya, Nona. Saya tidak berani dan dianggap lancang oleh Nyonya. Lebih baik Nona tanyakan langsung kepada Tuan atau Nyonya setelah mereka kembali.” Lily menatap Wati dengan pandangan mata tak berdaya. “Iya juga, ya. Jadi enggak sabar menunggu ibu dan ayahku pulang. Aduh, aku lupa tanya apakah Raya juga akan datang bersama mereka?” tanya Wati penuh harap. “Sepertinya tidak, Nona. Nona Raya masih berada di Inggris untuk menyelesaikan kuliahnya,” ujar Lily tegas. “Hm. Raya kuliah di luar negeri? Enaknya. Aku juga ingin kuliah, tetapi dulu tidak ada biaya,” cetus Wati murung. &
Read more
36. Bukti
“Sudah. Tidak usah ungkit-ungkit masa lalu,” kata Dedy memperingatkan. “Begitu rapi dulu kerjamu, Mas. Sekarang kok malah tersandung masalah kecil begini.” Rara tak menggubris larangan Dedy. Kedua petugas di kamar sebelah saling bertatapan penuh arti. Mereka batal menghentikan rekaman percakapan. “Sudahlah. Daripada mengomel terus, lebih baik kita pikirkan bagaimana cara menyelesaikannya,” tukas Dedy lagi. Kali ini, barulah Rara terdiam. Mereka berdua kembali bisu tanpa suara. Kedua petugas di kamar sebelah masih menunggu selama beberapa saat lagi. Setelah yakin bahwa Dedy dan Rara tidak lagi mengeluarkan ucapan apapun, barulah salah seorang petugas menghentikan rekamannya. “Sangat mencurigakan. Kita harus mengecek masalah ini,” kata salah satu petugas. “Betul. Sepertinya mereka berdua
Read more
37. Mayit
Kenyataan bahwa Dedy telah memiliki istri tak membuat Rara surut niat.   “Istri? Gampang. Kamu ceraikan saja dia,” ujar Rara enteng.   “Dia yatim piatu. Kasihan kalau aku ceraikan. Bagaimana kalau dia tetap menjadi istriku?” Dedy menawar. Ada rasa enggan di hati Dedy untuk melepaskan Wati.   Wati telah setia menjadi istrinya dan menuruti semua kemauannya tanpa pernah mengeluh. Dedy ingin tetap memiliki Wati.   “Ya, deh. Kamu boleh tetap memilikinya. Tetapi ingat, selesaikan tugasmu yang aku perintahkan,” kata Rara seraya cemberut.   Pada hari yang telah ditentukan, Dedy datang ke rumah Beny Ardani. Mudah saja Dedy melakukan perintah Rara, karena Beny Ardani juga sedang sakit. Lelaki berumur 50 tahun itu sama sekali tak mengira bahwa kedatangan Dedy ke rumahnya menjadi malapetaka bagi dirinya.   Saat Beny berbalik, Dedy memukulnya keras-keras. Beny tersun
Read more
38. Perjodohan
Serta merta teriakannya mengundang para tetangga untuk menoleh ke arah si Nenek. “Cepat tancap!” titah teman si polisi yang telah selesai memasukkan koper. Polisi yang menjadi supir langsung menekan pedal gas dalam-dalam. “Mana, Nek? Mana?” desak beberapa warga. Nenek itu menunjuk ke arah mobil polisi, tetapi mobil itu telanjur melaju pergi. Setelah menunjuk mobil, sang nenek pingsan. Ibu-ibu yang ada di dekat si nenek sigap menangkap tubuhnya. “Jari apa, sih?” tanya seorang ibu-ibu berwajah nyinyir. “Kayaknya di koper yang diangkut polisi tadi ada jari tangan manusia,” ujar seorang bapak yang sempat melihat sekilas. “Hah?” seru beberapa warga. Para tetangga yang berkerumun ternganga. Sorot kengerian terpancar dari mata-mata mereka. Mereka memandang ruma
Read more
39. Berita di Teve
Nyonya Sultan sigap mengambil remote, lalu memperbesar volume suara teve. “Sekilas info. Pemirsa, baru saja kami mendapat kabar bahwa telah ditemukan koper berisi mayat seorang lelaki di rumah ini. Berikut kesaksian warga.” Kamera beralih ke wajah seorang nenek-nenek. “Ibu yakin melihat ada mayat di dalam koper?” tanya wartawan berkacamata. “Yakin! Ada jari yang keluar dari celah koper yang diangkut oleh polisi. Saya sampai pingsan, Mbak! Kalau ingat itu lagi, saya jadi ngeri,” serak suara si nenek seraya memeluk badannya yang menggigil. “Sebetulnya siapa yang tinggal di rumah ini?” lanjut wartawan. “Kami kenal namanya Bu Rara. Orangnya sih memang cantik, tetapi galaknya ... judes pula. Saya enggak menyangka sama sekali kalau dia juga adalah pembu ... hih!” si nenek tak sanggup meneruskan u
Read more
40. Akulah Wati
Kasus Rara sudah mencapai puncaknya. Bukti-bukti sudah terkumpul lengkap. Dakwaan terhadap Rara berlapis-lapis. Selain menjadi tersangka kasus pembakaran toko di pasar, juga merencanakan dan melakukan pembunuhan dengan cara sengaja.   Banyak saluran teve yang meliput kasus ini. Bahkan ada saluran teve yang sengaja melakukan investigasi mendalam. Ada juga yang sampai membuat film khusus berdasarkan kasus Beny Ardani.   Pada sidang putusan hakim, Wati datang diiringi Lily dan Samir. Wati sudah memesan kursi khusus yang berada pada deret pertama kursi penonton di sidang, tetapi ia tidak muncul pada awal persidangan. Tatkala sidang hampir mendekati akhir, yaitu momentum ketuk palu putusan hakim, barulah Wati muncul.   Wati duduk dengan anggun di kursi penonton. Ia mengenakan kacamata hitam besar. Tak lupa, ia juga mengenakan topi lebar yang menyembunyikan sebagian besar wajahnya.   Suasana sempat te
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status