Pembalasan untuk Madu yang Menjadikanku Babu

Pembalasan untuk Madu yang Menjadikanku Babu

Oleh:  Hawa Hajari  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
77Bab
7.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Wati rela dimadu saat suaminya--Dedy--dilamar oleh Rara, bos tempat pria itu berkerja. Diiming-imingi kehidupan yang lebih baik, ternyata Dedy justru membiarkan Rara menjadikan Wati sebagai babu. Bagaimana aksi Wati membalas perlakuan suami dan madunya? Apalagi, Wati baru tahu bahwa keluarga kandungnya sedang mencari Wati. Dan, mereka kaya raya :)

Lihat lebih banyak
Pembalasan untuk Madu yang Menjadikanku Babu Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Diganti Mawaddah
Yuhu, selalu ditunggu kelanjutannya. Semangat update Kakak :)
2023-01-06 09:21:38
0
77 Bab
1. Obrolan Dedy dan Rara
Wati yang tiba-tiba terjaga dari tidur memutuskan untuk mengambil minum.Dengan pelan, ia membuka pintu kamar agar tidak terdengar deritan dari engsel pintu yang belum pernah diminyaki. Wati tidak ingin membangunkan Dedy yang tengah tidur dengan istri keduanya di kamar seberang.Sayangnya, ketika kaki Wati melewati kamar madunya itu, terdengar suara-suara mencurigakan dari dalam sana. Wati tidak ingin mendengarkan, tetapi rasa penasaran akhirnya menguasai dirinya. Dengan berjinjit, Wati pun berhenti di depan pintu kamar madunya.“Kamu hebat, Mas. Selalu perkasa,” bisik Rara dari dalam kamar.“Kamu juga hebat, Sayang. Tidak seperti Wati yang tidak tahu caranya melayani suami di kasur,” balas Dedy juga berbisik.Meskipun kedua orang itu berbisik-bisik, tetapi sunyinya suasana malam membuat bisikan itu terdengar baik oleh telinga Wati–yang berada di luar pintu kamar. Wati mengepalkan tangan yang gemetar. Dihina suami sendiri di depan madu, siapa yang tidak geram? Padahal, ia tak pern
Baca selengkapnya
2. Gaun Rara
“Mbak, kalau nyuci baju yang bener, dong! Lihat, gaun mahalku jadi rusak gara-gara kamu cuci pakai mesin,” marah Rara kepada Wati.Sejak ayam berkokok di luar jendela kamarnya, Wati telah berada di dapur–memasak makanan untuk Dedy dan Rara, menyapu dan mengepel, mencuci piring dan mengelap perabotan rumah, juga mencuci dan menjemur pakaian. Tapi, madunya yang baru bangun ini tiba-tiba datang dan memarahinya?Wati tertunduk dalam, tak berani menatap apalagi membalas ucapan Rara. Namun, tangannya mengepal–menahan emosi yang bercampur-aduk.“Lihat, nih! Manik-manik kristalnya jadi copot semua. Rusak gaun mewahku. Kamu mana bisa ganti, sih,” ejek Rara lagi.“Maaf, Ra. Aku enggak sengaja,” lirih sekali Wati menjawab. Dalam hatinya, ada rasa takut untuk mengganti gaun tersebut karena dia tidak punya uang sama sekali.“Maaf, maaf! Enak saja minta maaf. Apa dengan maaf gaunku bisa kembali?” cibir Rara, berlagak tidak peduli.“Biar nanti aku jahitkan lagi manik-manik yang lepas dari gaunmu, y
Baca selengkapnya
3. Cinta Dedy
Lama Dedy memadangi Wati, sebelum akhirnya pria itu berkata, “Tentu aku cinta kamu. Kenapa kamu tanya begitu?” Tangan Dedy seketika berusaha membuka baju Wati lagi, tetapi Wati menepis tangan Dedy.“Kalau begitu, kenapa kamu membiarkan aku diperlakukan begini oleh Rara?” tanya Wati pelan.Dedy mendengkus. Ia menghentikan usahanya dan duduk di atas kasur tipis.“Semua ini aku lakukan karena aku cinta kamu. Rara itu kaya raya. Dia juga sedang sakit berat, hidupnya mungkin tinggal sebentar. Setelah dia pergi, semua hartanya bisa kita miliki. Saat itu, hanya ada aku dan kamu,” bisik Dedy seraya menatap Wati tepat di manik mata.“Aku membiarkan dia memperlakukanmu seperti babu, agar dia tidak curiga dengan rencanaku. Percayalah, hanya kamu yang aku cinta,” tambah Dedy.“Jadi, kamu betul-betul tidak cinta dia, Mas?” tegas Wati.“Pasti! Rara yang melamarku, bukan aku yang melamarnya. Aku ini lelaki, suka memburu dan bukan barang buruan,” jawab Dedy lagi.Wati terdiam. Apakah Dedy jujur saat
Baca selengkapnya
4. Izin
Wati beranjak menuju ruang makan, mengambilkan sepiring nasi goreng dan lauk sosis dengan hati yang galau. Ingin rasanya ia pergi dari rumah ini, tetapi ia merasa tak berdaya. Ia takut apabila kabur dari rumah ini, maka ia akan terlunta-lunta di jalanan. Sebetulnya, Wati punya ijazah SMU. Tapi, ijazah itu ia titipkan kepada Bu Nara–ibu pengurus panti tempatnya dulu dibesarkan. Wati melakukan itu karena tidak berpikir bahwa lembaran itu akan berguna. Dia memang tidak berniat bekerja setelah menikah.Saat itu, Wati menyangka hidupnya akan lebih mudah setelah menikah. Sungguh, naif bin bodoh!Nyatanya, kehidupan Wati menjadi lebih rumit dan morat-marit. Apalagi, saat menikah Dedy belum punya pekerjaan tetap.Apabila sudah begini, menyesal rasanya dulu Wati menikah cepat-cepat. Lulus SMU, kenapa dia langsung menerima lamaran Dedy yang berumur dua tahun lebih tua daripada dirinya? Hanya karena sudah berpacaran selama tiga tahun, Wati tak kuasa ketika Dedy terus mendesaknya untuk menika
Baca selengkapnya
5. Keputusan
Belum sempat Wati menjawab lagi, Rara sudah berada di hadapan mereka berdua. Tatapan matanya terlihat tidak suka saat mendapati Wati berbicara di dekat Dedy. Wati mundur, memberikan tempat buat Rara untuk naik ke boncengan sepeda motor Dedy.“Kami pergi sekarang. Jangan lupa antar makan siang buat kami dan pegawai,” ketus Rara.Salah satu tugas Wati mengantarkan makan siang buat Dedi dan Rara, juga beberapa pekerja toko yang berbilang tak sampai lima orang. Rara memerintahkan Wati untuk memasak makan siang bagi para pegawainya, agar dia tak perlu memberi uang makan bagi para pekerja itu.Dedy dan Rara pun berlalu—meninggalkan Wati yang menatap dua sejoli itu pergi. Sambil memandang kepulan asap dari sepeda motor Dedy yang meraung pergi, Wati menentukan sikap. Ia berbalik masuk kembali ke dalam rumah, lalu masuk ke dalam kamarnya.Saat tadi Dedy menolak permintaannya untuk mengunjungi Bu Nara, Wati sudah tahu bahwa Dedy tak akan pernah mengizinkannya menemui Bu Nara. Untuk menemui
Baca selengkapnya
6. Kabar Dari Ibu Panti
Mata ibu pengurus panti terbelalak. Ia seolah-olah tak percaya bahwa betul-betul Wati yang berada di hadapannya saat ini.“Iya, Bu. Ini aku Wati,” kata Wati lalu meraih tangan ibu pengurus panti untuk dicium olehnya. Perbuatan itu sudah biasa dilakukan Wati terhadap ibu pengurus pantinya sejak ia dapat mengingat meskipun umurnya masih kecil.“Masuk, masuk! Kurusan kamu sekarang,” celetuk ibu pengurus panti ramah.Wati tersenyum. Ia menyadari bahwa penampilannya saat ini sama sekali tidak enak dipandang. Tubuh kurus, wajah tidak terurus, dan kulit kering dan pecah-pecah. Masih ditambah lagi dengan pakaian yang melekat di tubuhnya amat lusuh. Berbeda sekali penampilan Wati dengan ibu pengurus panti yang gemuk dan berpakaian layak.“Apa kabarmu, Ti? Kamu sendirian kemari? Suamimu kerja?” tanya ibu pengurus setelah mereka duduk di kursi ruang tamu panti.“Iya, Bu. Mas Dedy kerja,” sahut Wati dengan hati perih.Ia ingin menceritakan seluruh keadaan hidupnya saat ini pada ibu pengurus pan
Baca selengkapnya
7. Keluarga Wati?
“Seminggu yang lalu. Ibu sampai bingung, karena kamu kan enggak punya ponsel. Setelah menikah juga kamu baru sekali datang kemari. Ibu sih ingat alamat rumahmu yang dulu, tetapi saat kami datangi ternyata kamu sudah tidak tinggal di situ lagi,” oceh Bu Nara.“Iya, Bu. Saya pindah ke rumah yang lain sudah beberapa bulan,” kata Wati pelan.Ia tak tega untuk mengatakan bahwa ia pindah ke rumah istri baru suaminya. Setelah kabar mengejutkan yang diberikan oleh Bu Nara, Wati mengubah pikirannya untuk curhat dan meminta pendapat Bu Nara tentang hidupnya yang menyedihkan.“Lalu bagaimana dengan kedua orang tuaku, Bu?” lanjut Wati.“Mereka bilang akan terus berusaha mencarimu. Mereka minta fotomu sebagai panduan. Ya, Ibu kasih saja fotomu waktu kamu menikah dengan Dedy,” ungkap Bu Nara.“Awalnya Ibu berharap bahwa mereka akan bisa segera menemukanmu, katanya mereka mau bayar orang untuk mencarimu. Tetapi setelah Ibu melihat kamu datang hari ini, Ibu ragu mereka akan menemukanmu dengan wajah s
Baca selengkapnya
8. Rencana
“Aku ingin memberi pelajaran dulu kepada Rara dan Mas Dedy, Bu. Mereka sudah memperlakukanku dengan sangat buruk seperti budak. Aku ingin membalas perlakuan mereka.” Penjelasan Wati membuat Bu Nara ternganga. Kemudian, perlahan-lahan raut wajah Bu Nara berubah dan bibirnya membentuk senyuman. “Kamu betul, Ti. Mereka harus menerima balasan setimpal atas perlakuan mereka terhadapmu. Biar tahu rasa,” kata Bu Nara geram. “Iya, Bu. Aku belum akan keluar dari rumah itu sampai mereka dapat ganjaran. Aku akan pergi dari sana setelah waktunya tepat,” tambah Wati lagi. “Jadi bagaimana rencanamu, Ti?” tanya Bu Nara. “Aku akan tetap di sana, sambil pelan-pelan menghancurkan usaha Rara,” ungkap Wati. “Aku ingin dia merasakan tidak punya apa-apa seperti aku saat diperlakukan buruk olehnya,” lanjut Wati. Bu Nara mengangguk-angguk setuju. “Kalau begitu kamu pegang ponsel saja selama di sana, Ti. Biar Ibu bisa menghubungimu kalau ada apa-apa,” saran Bu Nara. “Betul juga. Tapi aku enggak puny
Baca selengkapnya
9. Tunggu Balasanku
Angkot yang ditumpangi Wati lama berhenti dan diam di beberapa tempat untuk menunggu penumpang penuh. Hati Wati menjadi gelisah.“Pak, cepat jalan, Pak,” pinta Wati kepada supir angkot.“Sebentar, Mbak. Tunggu penuh dulu,” tolak supir angkot.Wati semakin murung. Matahari semakin meluncur turun ke arah barat. Sore semakin gelap. Wati sangat cemas ia terlambat pulang ke rumah dan bertemu Dedy dan Rara yang sudah kembali dari toko.Akhirnya angkot melaju kembali setelah hampir sepuluh menit diam di pangkalan. Wati bernapas lega. Setelah angkot sampai di depan jalan yang menuju rumah Rara, Wati bergegas turun dan membayar.Setengah berlari ia menuju rumah. Jantung Wati berdebar kencang saat mendapati Rara dan Dedy sudah ada di depan rumah dengan raut wajah yang marah. Bahkan Rara tidak hanya melotot dan cemberut, ia juga berkacak pinggang seraya mengentak-entakkan kaki melihat kedatangan Wati.“Bagus! Sudah berani keluar rumah kamu sekarang!” hardik Rara setelah Wati berada di hadapannya
Baca selengkapnya
10. Siasat
Wati memang sengaja tidak melawan saat Rara menjambak rambutnya tadi. Wati bermaksud bermain halus. Ia tak akan terang-terangan memperlihatkan sikap memusuhi dan melawan Rara. Ia akan tetap bersikap sebagai madu yang tidak berdaya, sementara Wati menyusun rencana untuk menghancurkan Rara di belakangnya.Wati lalu mengunci pintu kamarnya, sesuatu yang tak pernah dilakukannya selama tinggal di rumah Rara. Setelah merasa yakin pintu kamarnya terkunci dengan baik, Wati mengeluarkan ponsel yang diberikan Bu Nara kepadanya tadi siang ketika ia berada di panti.Wati merebahkan diri pada kasur tipis. Ia mengecek ponsel kecil yang kuno itu. Ternyata sudah ada pesan masuk dari Bu Nara untuknya. Tak sabar, Wati membuka pesan dari Bu Nara dengan hati berdebar-debar.“Ibu sudah menghubungi keluargamu, Ti. Mereka sangat senang mengetahui kamu sudah ditemukan. Mereka ingin bertemu kamu secepatnya. Mereka ingin menjemputmu besok sore. Kamu mau dijemput di rumah atau di panti?”Wati berbunga-bunga mem
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status