Semua Bab Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua: Bab 31 - Bab 40
162 Bab
Permintaan Maaf Arkan
“Lebih baik kamu tidur di kamar kalian,” bujuk Zara.“Aku gak mau ada pertengkaran jilid dua, Mbak.” Hana menggeleng.“Terus kamu pikir keluarga Kyai Zain gak bakalan nanya kenapa kamu tidur misah sama Arkan? Gimana kalau misalnya Tasha atau kakak-kakaknya kesini dan lihat?” sergah Zara.Hana membisu, namun otaknya mulai membenarkan ucapan kakak iparnya. Dia lalu bangkit dan berjalan menuju kamarnya bersama Arkan. Wanita itu berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu, kemudian duduk di ranjang dan membuka Al Qur’an-nya.Suara pintu terbuka membuat Hana mendongak. Dialihkannya pandang seketika saat Arkan mengunci pintu dan melepas kemeja kokonya.“Udah ngambeknya?” tanya Arkan dingin.Hana tidak menjawab.“Mas cuma minta kejujuranmu, tapi kamu malah ngomong berbelit-belit. Apa susahnya bilang enggak?” tanya Arkan lagi.Hana tetap membisu. Diletakkannya Al Qur’an dan merebahkan diri, berusaha memejamkan mata dan melupakan ucapan menyakitkan Arkan.Di posisinya, Arkan mulai meragukan pe
Baca selengkapnya
Ejekan Untuk Keira
“Udah gak marahan lagi nih?”Hana tidak menjawab saat keluar dari kamar pagi itu. Satu jam lagi, kajian kitab I'anatun Nisa’ yang diisi Zara akan dimulai, disusul acara Bathsul Masa'il yang diisi Arkan dan Faris hingga sore. Zara dan Faris sudah pergi lebih dulu untuk mempersiapkan acaranya, sementara Arkan, Hana, dan kedua adik kembarnya masih bersiap untuk sarapan. Kali ini mereka tidak bergabung di rumah keluarga Abdurrahman karena ingin sekalian mengecek persiapan acara dan prepare untuk kepindahan mereka ke hotel nanti malam.“Dia gak tahan dimarahin lama-lama,” ejek Hana sambil menuding Arkan dengan sendok bubur. Selepas jam mengaji tadi memang ada dua santri ndalem yang mengantarkan sarapan, dan Hana yang biasanya tidak mau sarapan didesak oleh Arkan untuk menghabiskan makanan.“Lihat kamu marah itu horor, Sayang,” balas Arkan. “Makan gak enak, tidur gak nyaman, mau ngapa-ngapain serasa ada yang salah.”“Halah, semalam aja makanannya habis,” sindir Keira. Naura yang baru menela
Baca selengkapnya
Perdebatan (Lagi)
Bagi Hana, memblokir nomor telepon tidak ada gunanya. Selain orang yang menerornya bisa saja menghubungi lewat nomor lain, prinsipnya lebih baik mengganti nomor ponsel daripada memblokir. Diteror lagi? Ya ganti lagi.‘Toh gue punya duit,’ batinnya geli.Pesan-pesan berantai dari nomor asing terus berdatangan, membuat kepala Hana berdenyut nyeri. Sambil menyimak presentasi Zara, tangannya bergerak menghapus pesan setiap beberapa menit sekali.“Gak usah digubris dong, Han,” bisik Arkan.“Daripada nyampah, Mas.”Tidak sabar, Arkan segera merebut ponselnya dengan satu tangan dan menyimpannya. Kemudian dilingkarkannya tangan ke bahu istrinya dan berbisik lagi, “Nanti di Batu kamu mau dibeliin apa?”“Aku kan udah bilang pengen iced chocolate Starbucks.” Hana membalas tanpa mengalihkan tatapan dari presentasi.“Yang lain dong. Starbucks doang di Sri Ratu juga bisa,” balas Arkan sebal, menyebut salah satu mall besar di kota Kediri.“Ya kan kebetulan disini. Besok sore mau ke BNF mampir dulu l
Baca selengkapnya
Nasihat Untuk Keira
“Batu Night Spectacular, aku datang,” sorak Naura.Di bangkunya, Keira mendengus masam meski tangannya tak berhenti mengetik di ponsel.“Kok dia bisa pulang?” gumamnya.“Siapa yang pulang?” tanya Zara dari depan.“Ivan.”Sedetik kemudian, gadis itu sadar sudah kelepasan bicara. Dikatupkannya bibir dan merapat ke pojokan.“Kamu chatting sama Ivan?” tanya Arkan penasaran.Keira tidak menjawab.“Biar aku tanya sendiri kalo gitu.”Naura baru akan mengeluarkan ponsel saat Keira menyalak.“Jangan Ra!”“Astaghfirullah, kaget saya.” Naura mengelus dada sejenak, lalu balas berseru, “Gak usah teriak-teriak dong, Kei! Kupingku belum budek.”“Astaghfirullah, galak amat,” komentar Hana.Keira mendelik, membalas ketus, “Tau tuh niru siapa.”"Niru kamu lah. Kembaran kan kelakuannya sedikit-banyak ada yang sama.""Kita mau bahas Ivan atau apa nih?" sela Naura keras.Hana berdeham, lalu menatap serius pada Keira.“Jelasin kalau gitu.” Naura melipat lengannya dan menatap Keira tajam.Dengan hati-hati,
Baca selengkapnya
Bertemu Mantan Hana Untuk Yang Pertama Kalinya
Mereka tiba di hotel saat jam menunjukkan pukul delapan malam. Dengan lembut, Arkan membangunkan istrinya yang tertidur pulas.“Han, bangun."Hana menggeliat, namun tidak terbangun.“Han, kita dah sampai. Turun dulu yuk. Setelah itu kamu bisa lanjut tidur di kamar.”Perlahan kelopak mata Hana bergetar, lalu terbuka. Hal pertama yang dilihatnya adalah senyum manis Arkan.“Ayo turun dulu.”Hana mengembuskan napas sejenak, lalu meraba meja di sekitar bangkunya.“Ini.” Arkan menyodorkan sebotol air minum. Dia tahu kebiasaan istrinya yang selalu minum setiap kali bangun tidur.Hana mengucapkan terimakasih dengan suara lirih, lalu meneguk air putihnya hingga tandas. Diregangkannya tubuh sejenak, kemudian membuka pintu dan turun.Zara dan Faris berdiri di lobi, sibuk menekuni ponsel masing-masing. Sementara Naura dan Keira bersandar di badan mobil, wajah mereka masih menunjukkan ekspresi mengantuk.“Mas, laper,” bisik Hana malu.Arkan tersenyum, balas berbisik, “Kita check-in dulu, abis itu
Baca selengkapnya
Bertemu Mantan Hana Untuk Yang Pertama Kalinya (2)
“Iya. Mana dia ngaku-ngaku kalau itu suaminya lagi.” Sejenak pria bernama Zidan itu diam, lalu kembali berkata, “Laki-laki berkacamata yang tadi di lift bareng kita sama yang lagi di depan konter itu.”Arkan beristighfar.“Mama gak percaya kalau itu suaminya. Kelihatannya gak pantas,” dengus wanita paruh baya itu.Suara lembut seorang gadis menyela, “Tapi menurut aku, yang laki-laki itu lumayan ganteng kok, Tante.”“Lebih ganteng dari aku?” tanya Zidan sinis.“Kalau ganteng, kamu juga sama. Tapi memang ucapannya Tante Lina bener kok. Hana aja dulunya suka manfaatin orang lain, suka godain cowok, mana di keluarganya sering dianak-tiriin ibunya pula. Gak mungkin dia bisa dapat suami sebaik itu. Apalagi kudengar laki-laki ini anak Kyai di Kediri.”Arkan memejamkan mata, menghitung dari satu hingga sepuluh saat suara waiter menyapa riang.“Ini jus dan kopinya, Mas. Totalnya empat puluh lima ribu.”Arkan mengangsurkan selembar uang lima puluhan, lalu menerima kembalian berikut minumannya.
Baca selengkapnya
Ketakutan Hana
“Kamu capek?” tanya Arkan sambil memanjat naik ke kasur. Diraihnya kaki Hana dan memijitnya dengan lembut.Sungkan, Hana berusaha menarik kakinya sambil berkata, “Mas, aku gak enak kalau diginiin.”“Gak apa-apa. Mas tahu kamu capek.”Wajah Hana memerah malu, namun dia tidak kuasa menahan keinginan suaminya. Disandarkannya tubuh ke kepala ranjang sambil kembali menghafal.“Mas bahagia sama aku?” tanya Hana saat Arkan meregangkan telapak kakinya.“Jelas bahagia. Gak ada yang kayak kamu lagi di dunia ini.” Arkan menyahut cepat sekaligus mantap.Hana tidak menjawab. Mata bulatnya menatap Arkan yang kini memijitnya dengan minyak aroma terapi.“Kenapa kamu tanya gitu?” tanya Arkan lagi.Hana diam.Arkan menyelesaikan pijitannya, kemudian menaikkan selimut hingga menutupi paha istrinya dan duduk. Diraihnya remote TV dan menyalakan channel berita malam.Di sebelahnya, Hana menyandarkan kepala ke bahunya. Satu tangannya mengelus perut dengan sorot mata menerawang.“Aku lagi bayangin gimana kala
Baca selengkapnya
Hinaan Lina
“Kamu senang?” tanya Arkan saat keesokan harinya mereka jalan-jalan di mall. Beberapa kantong belanja beraneka merk tersusun rapi di bawah meja, hasil paksaan Arkan dua jam sebelumnya.Hana mengangguk, satu tangannya mengaduk-aduk iced chocolate Starbucks.Mendadak telinga Arkan menangkap suara yang dikenalnya. Dimiringkannya kepala, menatap keluarga yang semalam berdiri bersamanya di dalam lift kini mengisi meja di sebelah mereka. Kakinya lantas menyenggol kaki Faris dari kolong meja, lalu memberi kode.“Yang semalam,” bisiknya.“Yang semalam apa, Mas?” tanya Hana mendadak.Seakan juga ikut mendengar, salah satu perempuan yang duduk di meja sebelah ikut menoleh pada mereka.“Oh, Hana.”“Assalamu’alaikum, Tante Lina.” Hana mengangguk sopan.Wanita yang dipanggil Lina itu tidak menjawab dan menatap Hana lekat-lekat.“Terawat ya sekarang,” sindir Lina sinis. “Kalau gak salah, saya ingat kamu dulu gak sanggup beli baju bagus.”Hana tetap tersenyum, namun satu tangannya mulai mencari tang
Baca selengkapnya
Bertemu Zidan Lagi
"Eh, ketemu lagi."Hana tersenyum sopan, namun Lina menatapnya sinis sebelum kembali berlalu. Di belakangnya, Zidan dan gadis bermata tajam itu tidak henti-hentinya menatap mereka semua. Hana menunduk, satu tangannya memegang lengan Arkan erat-erat sementara tangannya yang lain memegang tali tas.“Mas kalau mau main pergi aja. Aku duduk di sini.” Hana berkata sambil duduk di bangku yang tersedia.Sorot mata Arkan terlihat khawatir saat menatapnya.“Biar Mbak temenin. Kamu temenin anak-anak main aja,” sahut Zara, seolah mengerti apa yang dipikirkan adiknya.Meski khawatir, akhirnya Arkan menurut dan menggiring kedua adik kembarnya untuk bermain. Faris mengikuti mereka, sementara Hana bersandar di bangku panjang.“Kenapa sih aku harus ketemu mereka lagi?” gumam Hana sebal.Zara melirik ke arah keluarga yang duduk tak jauh diantara mereka. Hanya ada Lina dan suaminya sekarang, juga gadis misterius itu. Zidan dan adiknya entah berada dimana.“Kenapa beliau benci banget sama kamu, Han? Kam
Baca selengkapnya
Kecelakaan
Mereka baru pulang saat jam menunjukkan pukul dua belas malam. Hana sudah mengantuk, membuat Arkan menggandengnya erat-erat. Di belakang, keluarga Zidan juga menyusul, tak terkecuali Dea yang mempunyai rencana buruk."Kapan kita pulang?" tanya Naura yang separuh sadar."Minggu depan."Di sebelahnya, Zara terkekeh pelan.Saat mereka berada di parkiran, Hana yang sudah terlalu letih bersandar pada Zara sementara Arkan mengambil mobil. Dea juga menunggu tak jauh dari mereka, menatap Hana dengan tajam sambil berpikir keras tentang apa yang akan dilakukannya.Sejak bertemu tadi, dia sungguh benci melihat kebahagiaan Hana. Dia juga benci melihat Arkan yang tidak henti-hentinya menunjukkan perhatian dan memperlakukan istrinya bagaikan ratu. Bagi Dea, Hana tidak pantas menerima semua kebaikan itu. Baginya, Hana hanyalah sosok menyusahkan yang tolol, gila, dan memang sudah sepantasnya menerima perlakuan buruk karena berdosa pada orangtuanya.Setelah mengamati pasangan itu lekat-lekat, Dea mula
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status