Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua

Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua

Oleh:  Nabila Rindra   On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
162Bab
13.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Meski sudah menikah, keluarganya tak pernah berhenti mengintimidasi dan meminta uang kapan saja, sementara orang-orang yang iri selalu berusaha menjatuhkan Hana. Mulai dari teror lewat pesan teks berantai, maupun bullyan verbal saat Hana muncul di ruang publik. Hingga suatu hari, sebuah rahasia akhirnya terbongkar kalau ternyata orangtua yang selama ini merawat Hana bukanlah orangtua kandungnya.

Lihat lebih banyak
Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
162 Bab
Serba Salah
“Bagus! Ceritain aja semuanya ke keluarga barumu, biar mereka tahu kalau ibumu ini orang yang buruk!”Hana menunduk. Dikiranya dia akan baik-baik saja karena mengunjungi keluarganya bersama Salwa dan Harris, tapi ibunya selalu punya cara untuk menyudutkannya. Seperti yang terjadi saat ini.“Hana cuma cerita sama Umi Salwa, Bu....”“Sama aja! Ceritain aja semuanya. Gak apa-apa. Ibu kamu kan gak pernah ngajarin yang baik di rumah, jadi mau ngapain aja kamu terserah. Mau jelek-jelekin saya juga terserah,” desis Naira sambil melirik Salwa yang juga sibuk memilih-milih kain.Hana berpura-pura sibuk merasakan tekstur kain di tangannya agar ibunya tidak tahu kalau dia sudah ingin menangis. Sebetulnya dia sudah meminta pada Salwa supaya tetap tinggal di mobil, namun Salwa membujuknya agar mau menemani beberapa menit saja. Dan ibu mertuanya itu tidak membahas hal yang macam-macam, kecuali berkata kalau Hana suka bercerita apa saja padanya. Hal yang langsung membuat emosi Naira naik dan menceca
Baca selengkapnya
Bertengkar Dengan Orangtua
“Apa Hana memang separah itu, Yah?”Kamar besar itu hening. Mata Hana menatap lurus ke iPad yang terletak di kasur, memperlihatkan wajah Rayhan yang menatapnya tanpa ekspresi.“Percuma dong ya Hana punya orangtua tapi bercerita aja gak boleh,” lanjutnya lagi.Rayhan masih tidak menjawab.Hana mengembuskan napas dan berkata, “Sebetulnya Hana juga lebih suka diam, Yah. Tapi Umi Salwa paham kalau Hana butuh didengar. Beliau juga gak pernah maksa Hana untuk cerita. Jadi dimana salahnya? Hana cuma cerita sama beliau aja.”“Masalahnya kamu cerita soal orangtua kamu, Han....”“Karena emang harus itu yang yang Hana ceritain. Selama ini Hana gak boleh ngomong, gak boleh marah, gak boleh merasa keberatan meski Hana berhak bersuara. Ayah tahu gak sih kalau Hana udah hampir gila karena gak dibolehin ngomong? Setiap kali Hana mau ngomong, langsung disuruh diam. Setiap kali Hana ngajak orang di rumah ngobrol baik-baik, selalu aja Hana yang dimarahin. Lalu ketika sekarang ada orang yang mau dengerin
Baca selengkapnya
Kabar Bahagia
“Kamu baik-baik aja, Han?”Hana mengangguk. Ponselnya tidak berhenti berdering sejak tadi. Ratusan chat dari Fahmi, Tari, dan Naira bergantian masuk, mendesaknya untuk mengirimkan uang. Denting notifikasi membuat kepalanya semakin berdenyut-denyut, namun Hana tidak berani mematikan ponsel karena tahu kalau keributan akan semakin parah jika dia bersikap begitu.“Mas matiin aja ya HP-nya.” Arkan berkata sambil meraih ponsel tersebut. Hana tidak menjawab, hanya menatap datar sambil memeluk bantalnya.Di depan mereka, Salwa bertanya, “Kamu mau izin aja, Nduk?”Belum jadi Hana menjawab, ponselnya kembali berdering. Arkan melirik dengan ekspresi putus asa, kontras dengan Hana yang menatap lurus ke depan. Di dalam hati, dia memuji kegigihan Naira yang beralih menelepon Arkan ketika tidak diacuhkan olehnya.“Assalamualaikum.” Arkan berkata lebih dulu sambil mengusap dada. Jelas dia kaget dengan hardikan Naira yang langsung mengatai Hana dengan sederet makian mengerikan. “Hana lagi istirahat,
Baca selengkapnya
Kabar Bahagia (2)
“Aku bisa jalan sendiri.”Arkan tidak menghiraukannya. Setengah menyeret, dibawanya Hana menuju elevator dan menekan tombol angka empat.“Mas kayaknya seneng,” gumam Hana.Arkan menunduk untuk mencium dahi Hana, kemudian berkata, “Mas bakalan jadi ayah. Gimana gak seneng?”Pipi Hana menghangat. Arkan terkekeh, lalu membiarkan Hana masuk lebih dulu. Perawat yang baru keluar tersenyum melihat kemesraan mereka.“Kamu mikirin apa?” tanya Arkan saat lift naik menuju lantai empat.“Perawat tadi,” ucap Hana. “Mungkin dia mikir kalau kita gak tahu malu banget pelukan di ruang publik.”Arkan tertawa.“Biarin aja. Yang penting kita gak mengganggu orang lain.”Hana mengangguk.Tiba di lantai empat, Arkan memperhatikan catatan di tangannya dan menatap ke sekeliling. Disipitkannya mata, lalu menghampiri ruangan yang terletak di ujung koridor.“Dokter Fiona,” gumam Arkan. Dicocokkannya catatan dengan plang yang tertempel di pintu, lalu menjejalkan kertas ke saku kemeja koko dan mengetuk pintu ruang
Baca selengkapnya
Teror
“Aku ngerasa gak enak karena udah bohongin Keira.”Atas paksaan Arkan, Hana akhirnya mengalah dan tidak ikut turun untuk makan malam. Sebagai gantinya, pria itu membawakan makanannya ke atas dan makan berdua di depan kamar.“Bohong gimana?” tanya Arkan sambil memisahkan daging ikan dari tulangnya.“Karena kita gak ngomong apa-apa. Harusnya kita kasih tahu.” Hana menjulurkan tangan, hendak meraih potongan ikan goreng saat tangan Arkan menampar tangannya.“Jangan dibiasain!” serunya galak.Hana bersungut-sungut, namun tidak membantah lagi dan bersandar ke dinding. Diperhatikannya Arkan yang masih tekun memisahkan lauk.“Nih.” Arkan mengulurkan sendok, lalu mulai makan. Setelah menelan suapan pertamanya, dia berkata, “Biar kita bertiga dulu yang tahu. Yang lain juga bakalan tahu nanti kalau udah lihat perubahan di diri kamu.”“Tapi aku ngerasa berdosa,” ucap Hana sambil menyingkirkan brokolinya.“Kamu tahu pamali gak sih?” tanya Arkan tak senang.“Pamali apa?” tanya Hana polos.“Usia kan
Baca selengkapnya
Pamit Ke Rembang
“Anak-anak lain udah pada tanya-tanya kenapa kamu digendong Mas Arkan kemarin.”Hana menaikkan sebelah alis, bertanya geli, “Terus jawabannya?”“Kubilang karena kamu lagi sakit. Eh, emangnya kamu beneran sakit?” tanya Naura penasaran.Hana menggeleng. Disesapnya teh hijau yang sebelumnya dibawakan salah satu khadimah.“Terus kenapa kamu kemarin muntah-muntah? Keracunan?” tanya Naura lagi.Keira yang sejak tadi mengintip ke bawah membalas sinis, “Jangan pura-pura gak tahu, Ra.”“Kok kamu malah ngatain aku?” tanya Naura galak.“Oh, jelas. Kamu masih pura-pura gak tahu kalau sebentar lagi kita mau punya keponakan baru?”Naura melotot, lalu menatap Hana dan bertanya dengan nada bersemangat, “Beneran, Han? Kamu hamil?”Hana mengangguk.“Jangan kasih tahu temen-temen yang lain dulu,” lanjut Hana cepat-cepat. “Biar jadi kejutan.”“Kenapa? Semua orang pastinya bakalan seneng kan?” tanya Naura bingung.“Jangan sekarang.”“Kamu takut ibu kamu tahu?” tebak Keira.Hana mengangguk. Diseruputnya la
Baca selengkapnya
Kemarahan Naira di Awal Hari
“Mas janji bakalan cepet pulang, Han.”Selepas shalat tahajud dan membereskan barang bawaan, Arkan mengajak istrinya untuk duduk di depan jendela. Satu tangannya merangkul pinggang istrinya, sementara matanya tertuju ke halaman asrama yang sepi.“Aku tahu. Mas gak pernah betah di luar rumah lama-lama.”“Kalau gitu jangan sedih,” pinta Arkan. “Nanti Mas yang berat ninggalin kamu.”Hana tersenyum. Ekspresinya terlihat teduh saat berkata, “Aku gak apa-apa, Mas. Serius. Kita kan tetep bisa video-call, bisa kirim voice-note, atau saling ngasih kabar. Yang penting Mas fokus aja sama pekerjaan disana. Jangan khawatirin aku.”Arkan menunduk. Hana terus menatapnya dengan senyum yang tidak pudar sedikitpun. Disunggingkannya senyum kecil dan mengangguk.“Yang penting kamu ingat pesan Mas. Gak boleh keluar asrama. Gak boleh nulis sampai begadang. Gak boleh melamun sendirian. Nanti Mas minta Keira buat nemenin kamu.”Hana mengangguk.“Udah tahu mau dibeliin apa?” tanya Arkan penasaran.“Enggak usa
Baca selengkapnya
Tamu Asing
“Kamu udah makan siang?”Hana mengangguk, satu tangannya menyendok potongan buah yang dibawakan Aisyah.“Vitaminnya udah diminum?”“Udah, Mas. Kok bawel bener sih,” gelak Hana.“Mas khawatir sama kamu, Sayang,” balas Arkan tak mau kalah. “Mas kepikiran siapa yang nyuapin kamu kalau Mas gak di rumah kayak sekarang. Kamu kan males disuruh makan.”“Aku bukan anak kecil, Mas,” balas Hana masam.“Emang anak kecil doang yang disuapin?” tanya Arkan geli. Sambil berkata begitu, tangannya menyuap potongan buah ke mulut dan melambaikan tangan entah pada siapa.Hana mendengus. Mendadak dia muak melihat wajah suaminya, jadi diberikannya ponsel pada Zara dan berkata, “Tolong Mbak Zara yang urusin ya. Aku males lihat mukanya.”Sambil menahan tawa, Zara melambaikan tangan dan berkata, “Maklum, Ar. Bumil pusing dari pagi, jadi kerjanya ngomel terus. Keira aja udah kena marah beberapa kali.”“Oh, kalo yang terakhir itu sih bodo amat.”Aisyah, Zara, Naura, bahkan Hana tidak bisa menahan tawa. Kontras d
Baca selengkapnya
Berita Buruk
“Hana gak apa-apa kan?”Keira dan Naura mengangguk. Aisyah dan Riza bertatapan, begitu juga dengan para khadimah yang lain.“Apa pintu depannya gak ditutup?” tanya Aisyah serius.“Di-ditutup, Ning. Saya sendiri yang nutup karena mau ke kantin.” Latifah menjawab terbata-bata.“Terus kalian tahu siapa yang masuk?” tanya Riza.Keira dan Naura menggeleng.“Tapi dia pake baju hitam-hitam, Mas. Mukanya juga ditutup topi.”Dahi Aisyah berkerut, membuat Naura buru-buru menambahkan, “Topi yang biasa dipake pencuri itu, Mbak. Bolongnya di bagian mata sama mulut doang.”Semua orang berpandangan. Dengan absennya Arkan, mereka begitu takut membayangkan sesuatu yang akan terjadi pada Hana jika tidak ada siapapun di rumah.“Gimana kalau dia masuk lagi, Umi?” rengek Keira. “Kita gak bisa menjamin apa dia gak berani masuk lagi meski tadi Keira udah mukulin kepalanya pake buku tebal.”“Astaghfirullah,” seru Salwa kaget, sementara Keira menyeringai dengan ekspresi bersalah.“Dia narik kepala Hana tadi,
Baca selengkapnya
Sosok Misterius Berpakaian Serba Hitam
Pukul setengah tiga malam, Hana terbangun dan merasakan sekujur tubuhnya pegal. Diliriknya ponsel yang sudah menghitam. Selama tiga jam, dia mengobrol dengan Arkan yang membicarakan berbagai hal. Mulai dari pekerjaan selama di Rembang, Salwa yang menemaninya setiap pagi, juga buku-buku yang dibacanya beberapa hari terakhir. Kamarnya sudah gelap, juga pintunya tertutup rapat. ‘Mungkin Umi langsung tidur,’ pikirnya sambil turun.Sambil mengucek mata, Hana berjalan ke kamar mandi dan berwudhu. Pantulan wajahnya di cermin membuat wanita itu berhenti sejenak, lalu maju dan mengamati lebih lekat.‘Aku jelek banget,’ pikirnya.Seumur hidup, Hana tidak pernah merasakan ketenangan. Semua hal dicobanya agar bisa merasakan kedamaian—mengebut dengan sepeda di jalanan sepi, mendengarkan musik rock dengan volume maksimum, bahkan menyiksa diri. Bukannya tenang, jiwanya makin meronta dan over-thinking setiap akan tidur hingga membuat Hana insomnia.Hingga hari itu tiba.Mungkin Allah SWT memberinya
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status