All Chapters of Kami Tanpa Kamu : Chapter 71 - Chapter 80
105 Chapters
71. Diantar
Jalanan padat dan banyak pengendara motor berboncengan, mereka mahasiswa dari berbagai perguruan, terlihat dari jasnya."Udah, Mbak tenang aja." ungkap Kahfi. "Takutnya ntar dimarahin bundamu," kataku sembari menoleh. Tidak ingin Kahfi dapat masalah karena aku."Hahaha aku ini bukan anak kecil loh Mbak, udah biasa ke sana ke mari sendiri." Pria berusia 23 tahun itu tersenyum ke arahku, buru-buru aku berpaling. Takut tidak kuat menahan pesona Kahfi, bahaya kalau sampai suka sama brondong. Badannya tinggi besar, ditambah wajahnya yang tampan, aku yakin banyak wanita oleng karena pemuda ini."Syukurlah kalau nggak papa, aku cuma khawatir." "Nggak kok, tenang aja, Mbak." Ramaniya anteng berada di gendonganku, matanya terbuka dan beberapa kali berkedip. Pipinya gembul dan sebentar lagi bisa miring. Rambutnya mirip Mas Malik yang sedikit ikal, matanya mirip denganku yang sedikit sipit. Ramaniya berdarah Lampung yang khas berkulit putih."Waktu di rumahmu, ternyata kamu punya banyak nen
Read more
72. Ada Yang Tertinggal
Aku pernah jatuh cinta dengan Kak Afrizal, bisa dibilang perasaanku masih sama meskipun tidak sehebat dulu. Mungkin, karena sudah memiliki dua anak. Urusan cinta tidak lagi menjadi prioritas. Aku tidak lagi peduli apakah perasaanku kepada Kak Afrizal akan dibalas atau tidak. Namun, perasaanku tidak nyaman mengetahui bahwa dia memiliki wanita lain. Apalagi kami terhubung lewat Cheril. Membuatku terus melihat dia bersama Mbak Marsha. "Aku ke sini cuma mau ngambil barang yang ketinggalan waktu nginep kemarin," ucap Mbak Marsha. Wajahnya cantik, rambutnya bergelombang dan pakaiannya sangat elegan. Jika kami bersanding, maka orang akan berpikir bahwa kami majikan dan pembantu."Oh iya, Mbak Marsha, saya Hana. Silakan masuk, mau aku buatin teh?" "Nggak usah, aku buru-buru mau ke kantor. Cuma ngambil lipstik yang ketinggalan di kamar Rizal." "Lipstik?"Mbak Marsha menggaruk belakang kepalanya, seperti sungkan untuk menjawab. Yah, lagi pula apapun yang mereka lakukan sampai lipstik terti
Read more
73. Aku Pikir Kita Spesial
Jam tujuh malam Kak Afrizal pulang, membawakan oleh-oleh untuk Cheril, Ramaniya dan aku. Wajahnya tersenyum cerah seperti seorang ayah sekaligus kepala keluarga yang merindukan anak dan istrinya."Kamu pasti bosan, ya Han. Maaf aku tidak menyambut kamu datang." Kak Afrizal menggendong Cheril, tersenyum kepadaku dan tangannya mengusap pipi Ramaniya. Dia memang pandai menyembunyikan sesuatu. Sikapnya seolah tidak terjadi apapun."Nggak papa, Kak. Cepatlah mandi lalu makan malam bersama." "Iya, aku udah laper banget. Enak ya kalau habis pulang kerja langsung disambut kayak gini." Senyumannya lebar, dia mencium pipi Cheril lalu menurunkannya. "Makanya cepet nikah, biar ada yang nyambut terus," ucapku. Wajahnya terlihat malu-malu, dia menggaruk lehernya canggung. "Pinginnya juga gitu. Tapi kan aku harus nunggu." Apa lagi yang dia tunggu? Apakah Mbak Marsha belum siap? Kalau belum siap kenapa malah sering tidur bersama, nanti kalau Mbak Marsha hamil pasti mereka bingung. Dasar. Aku t
Read more
74. Sudah Jelas
Selama berada di Landon, pikiran Rizal dipenuhi Hana. Tidak sabar pulang untuk menghabiskan waktu bersama. Apalagi masa iddah Hana tinggal menghitung hari, kesempatan untuk maju terbuka lebar. Memiliki Hana seutuhnya dengan status resmi. Rizal sangat tidak sabar. Namun, akhir-akhir ini Hana berubah. Tidak lagi membalas pesan dan gombalannya. Sikapnya cuek dan jutek, membuat ia bingung. Apa dia melakukan kesalahan? Tidak menyangka sama sekali kalau sikap Hana berubah karena Marsha, padahal dia tidak pernah membahas Marsha sedikit pun. Lagi pula dia dan Marsha sudah tidak memiliki hubungan apapun. Dari mana Hana tahu mengenai Marsha? Apapun itu, satu hal yang Rizal sekarang tahu. Hana cemburu, berarti memiliki perasaan padanya. Ternyata perasaan cinta tidak bertepuk sebelah tangan, tinggal Hana mau mengakuinya atau tidak. "Hana, aku sungguh mencintaimu. Apa kamu juga punya perasaan yang sama?"Kalimat cinta yang dia tahan selama ini akhirnya terungkap dengan cara yang tidak biasa, R
Read more
75. Tinggal Di Tempat Lain
Tangan Rizal melambai, melihat Hana pergi dari ruang kerjanya. Setelah Hana tidak terlihat lagi dia langsung memukul kepalanya sendiri. Dulu, sebelum ingatan kembali. Tidak ada rasa malu seperti ini. Sekarang rasanya begitu malu dan canggung hingga Rizal ingin masuk ke lubang semut. Tubuh Hana, rasanya menyentuh Hana. Dia ingat semuanya dan perbuatannya sangat tidak terampuni. Tangisan Hana akibat perbuatannya yang kurang ajar juga terlintas.Rizal jongkok, menjambak rambutnya sendiri. Bagaimana bisa Hana memaafkannya? Wanita itu bahkan tidak menuntut apapun. Padahal Rizal sudah menghancurkan kehormatan Hana dan membuat wanita itu tidak bisa meraih cita-citanya. "Aish... aku benar-benar bodoh dan tidak termaafkan!" Rizal terus merutuki dirinya sendiri, menyalahkan setiap perbuatan yang menyakiti Hana hingga Cheril hadir di dalam perut wanita itu. Keesokan harinya, suasana begitu canggung di meja makan. Cheril sampai bingung dan menatap kedua orang tuanya. Bocah itu menelengkan k
Read more
76. Ibu
Meskipun Ibu meninggalkan Rizal sejak berusia 4 tahun, membuatnya merasa dibuang dan ditinggalkan. Juga tidak ada yang mengurus apalagi menyayangi. Saat itu hatinya sakit, terluka dan ingin membenci. Namun, ada satu alasan kenapa Rizal masih mau menunggu Ibu sampai kelas 2 SD. Selama 4 tahun berharap ibu datang kembali dan membawanya ikut serta. Yakni, ingatan tentang ibu yang mengelus kepalanya setiap malam. Memberikan makanan enak meskipun harus menjual barang. Terus menggenggam tangan kecilnya ketika menyebrang jalan. Berusaha membelikan baju supaya tidak diejek teman-teman. Rizal merasa bahwa ibu menyayanginya.Saat itu Rizal berpikir bahwa pasti ibu akan kembali untuk membawanya pergi, mungkin saja ibu mencari tempat tinggal dulu sebelum menjemputnya. Maka ia terus menunggu dengan sabar. Percaya bahwa ibu menyayanginya. Dia merindukan ibu setiap malam, terus melihat langit di bawah pohon rambutan. Apakah ibu juga merindukan dia? Kapan datang menjemputnya? Dia bahkan menyiapka
Read more
77. Sungguh-sungguh
Berkali-kali Hana ingin menyerah, pernah juga memilih pergi menyusul kedua orangtuanya. Dua kali mencoba bunuh diri, dia tidak sekuat yang ibu Rizal bilang. Luka di hatinya sangat banyak sampai sulit diobati. Air matanya menetes begitu saja, andai orang tuanya tahu betapa dia lemah. Apakah mereka akan kecewa? "Aku rapuh, nggak kuat. Tidak ada yang bisa dibanggakan dariku."Hana masih menunduk, air matanya menetes menjatuhi gendongan Ramaniya. Usapan di kepalanya masih terus ibu lakukan. Pelan nan menenangkan. "Hana bisa bertahan sejauh ini merupakan sebuah kebanggaan." Kalimat yang terucap begitu indah, membuat hati Hana berdesir. Tangan keriput ibu mengusap pipi Hana dengan lembut, menghilangkan air mata dari sana sembari tersenyum. "Terima kasih, Bu."Hana merasakan sosok ibu lagi setelah sekian lama, tidak seperti ibunya Malik yang tidak pernah berkata lembut. Kali ini dia dipuji dan diapresiasi. Hana merasa sangat bersyukur. Rizal hanya tersenyum melihat dua wanita yang akr
Read more
78. Teman Rizal
Cincin melingkar manis di jariku, tanggal pernikahan sudah ditentukan. Masa iddah sudah selesai, gedung pernikahan dan gaun sudah dipesan. Undangan sudah disebar, kami tidak memiliki keluarga, hanya ibu dari Kak Afrizal yang tersisa. Kalau bibi dan pamanku di Lampung tidak aku undang, pasti hanya akan membuat kacau. Aku bilang ke Diandra bisa ke Jakarta bersama keluarga Kahfi. Tidak perlu susah-susah mengeluarkan uang. Dia bisa hadir di pernikahanku saja aku sangat senang. Di telepon, Diandra menangis haru. Setelah semua hal yang aku lalui, akhirnya kebahagiaan datang. Dari dulu dia tahu bagaimana perasaan dan perjuanganku. Sembari menangis sesenggukan dia katakan bahwa sangat bahagia, akan hadir di pernikahanku. Berbeda dengan pernikahanku dulu bersama Mas Malik, kali aku sangat bahagia. Tidak ada paksaan atau keraguan lagi.Namun hari ini, aku mendapat berita buruk. Presiden direktur WterSun Group sebelumnya meninggal dunia. Kak Afrizal memintaku untuk ikut melayat, Ramaniya dan
Read more
79. Mampir
Setelah pemakaman aku pulang bersama Kak Afrizal, dia mampir ke tampatku untuk numpang mandi. Tidak mau menemui Ramaniya dan Cheril yang sekarang ada di apartemen dalam keadaan pulang dari makam. Sementara aku sendiri hanya berganti baju."Mau makan nggak Kak? Aku masakin mie?" tanyaku. "Iya, aku mandi dulu." Kak Afrizal masuk ke dalam kamar mandi, suara air mengalir terdengar. Aku memutuskan masak dua mie instan dengan dua telur. Biasanya aku makan ini sendiri di malam hari. Aku tidak mengizinkan Cheril makan mie instan karena tidak sehat, malah aku sendiri yang makan diam-diam. Lucu jika mengingatnya. Ketika mie sebentar lagi matang pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan Kak Afrizal dengan rambut basah. Keluar dan menaruh handuk di jemuran. "Bentar lagi matang, duduk duluan aja Kak depan TV." Aku mengaduk mie yang mendidih di panci. Bukannya duduk di sofa, Kak Afrizal malah berdiri di sampingku. Melihat ke dalam panci lalu menoleh ke arahku, sedikit mencondongkan tubuh supa
Read more
80. Dia Hampir Pergi
Aku menggendong Cheril sampai rumah sakit, air mataku terus mengalir. Ketakutan memenuhi dada, aku menandatangani surat pernyataan setuju atas operasi yang akan berlangsung. Berharap Kak Afrizal baik-baik saja. Memeluk Cheril di depan ruang operasi dengan air mata yang terus mengalir. Sepertinya Tuhan tidak ada habisnya menguji, kebahagiaan yang sudah didepan mata hilang hanya dengan sekejap. "Yah ana, Bu?" tanya Cheril. Masih belum paham bahwa ayahnya sedang dioperasi. Berjuang antara hidup dan mati. "Ayah sedang berjuang di dalam sana. Cheril doain Ayah, ya?" Aku menghapus air mata, tidak sanggup jika harus membayangkan Cheril akan kehilangan ayahnya. Bocah itu mengangguk, setuju mendoakan ayahnya. Bahkan tangan kecil itu menghapus air mataku yang tidak bisa berhenti menetes, Cheril lebih kuat dariku. Setelah menunggu kurang lebih tiga jam. Akhirnya dokter keluar, memberitahu kondisi Kak Afrizal yang sudah melewati masa kritis.Namun, Kak Afrizal belum sadarkan diri. Aku lega,
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status