All Chapters of Kami Tanpa Kamu : Chapter 81 - Chapter 90
105 Chapters
81. Tidak Ada Kepastian
Setelah mengetahui kondisi Kak Afrizal yang baik-baik saja, hanya tinggal pemulihan, aku ingin memulangkan Cheril, supaya ia beristirahat dan tidak menggangu di sini, tapi anak itu bersikeras menginap. "Elil mau Ayah." Bocah itu berpegangan pada besi di ranjang Kak Afrizal, semakin lama Cheril susah diatur. Tidak menurut seperti dulu, menjadi lebih berani berekspresi dan menunjukkan keinginan. Itu karena Kak Afrizal sangat memanjakan Cheril. Memang bagus jika Cheril menjadi balita normal yang mungkin sedikit nakal, tidak pendiam dan menekan keinginannya seperti dulu. Tetapi ini menjadi sulit untukku. "Udahlah, nggak papa. Biar Cheril nginep di sini." Kak Afrizal membela Cheril. Ini yang membuat Cheril semakin nakal. Selalu dibela.Aku menyerah, melepas tangan Cheril. Membiarkan anak itu terus berada di sisi ayahnya. "Ini udah malem, Cheril harus tidur.""Elil gak au tidul." "Kalau Cheril nggak mau tidur, ibu bakal paksa Cheril pulang." Kali ini aku lebih tegas, membuat Cheril m
Read more
82. Introspeksi
Selepas Hana meninggalkan ruangan, Rizal termenung. Masih belum mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Hana cemburu? Ingin dinikahi? Ngembek? Sekarang pergi tidak ingin merawatnya lagi. Sesuatu yang tidak dia perkirakan, selama ini Hana selalu pengertian. Tadi pagi dia bilang sedang datang bulan, mungkin karena itu emosinya tidak stabil. Rizal memiringkan tubuhnya menarik troli berisi baskom, memerasnya sendiri dengan tangan kiri. Sebisanya dan masih ada air yang menetes, mengelap dadanya tanpa sentuhan Hana lagi. Dari sana Rizal tahu bahwa Hana sangat dibutuhkan.Sekarang perusahaan dalam masa kritis, banyak hal yang harus dia urus bersama Husna. Apalagi Nyonya Elja ternyata sakit. Kalau dia menikah sekarang ditakutkan akan menggangu fokusnya. Dia ingin memberikan pengertian kepada Hana perihal ini, supaya Hana lebih sabar menunggu. Hana hanya sedang ngambek, nanti juga baikan dan kembali. Kalau Hana ingin bekerja karena bosan maka ia akan mengijinkan. Memiliki pekerjaan mungkin bis
Read more
83. Dadakan
Pagi harinya Hana baru sadar bahwa kehabisan kuota, dia buru-buru mengisi pulsa dan ratusan pesan masuk dari Rizal. Membuat matanya melotot. Permintaan maaf dari Rizal dan rencana untuk menikah hari ini membuat Hana seperti terkena serangan jantung. Rizal pasti sudah gila karena marahan kemarin, tapi tidak seharusnya dia berlebihan seperti ini. Hana membaca semua pesan itu satu persatu. Semuanya menunjukkan bahwa Rizal seperti orang yang kehilangan akal. "Pa, Bu?" tanya Cheril yang berjalan ke arahnya. "Ayo ke rumah sakit sekarang." Cheril diam saja, dia melirik susunan lego yang dihancurkan oleh tangan kecil Ramaniya. Bocah itu mengangguk, menara yang dibuat dari lego sudah porak poranda. Malas jika harus mengulang dari awal. Lebih baik ke rumah sakit saja.Hana segera mengganti baju Cheril dan Ramaniya, lalu memesan taxi. Di dalam taxi perjalanan ke rumah sakit ia melihat pesan dari Rizal yang belum dibaca semuanya. Jangan tinggalkan aku, Hana. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu
Read more
84. Lihat Tempat
Saat marah kemarin aku tidak berpikir sama sekali akan menikah keesokan harinya. Dengan cara apa adanya dan hanya dihadiri oleh beberapa orang. Kak Afrizal tersenyum padaku setelah melepaskan ciuman. Wajahku masih masam, sulit menyalahkan dia karena kemarin aku yang marah. Aku salah karena susah dihubungi. Sekarang hanya bisa mendesah berat membiarkan semua berlalu begitu saja. Tangan Kak Afrizal membuka kancing bajuku, matanya menatap dengan penuh pengharapan. Apa yang ingin dia lakukan?"Kakak mau apa?" tanyaku menghentikan tindakannya. Keningku berkerut."Kita kan udah sah, gituan sekarang nggak akan ada yang ngelarang." jawabnya. Memang sudah sah, tapi lihat keadaan dong! Kaki dan tangan kanannya digips, kepalanya juga masih ada luka yang belum kering. Masak mau gituan? Yang benar saja.Matanya berbinar melihat belahan dadaku, memang terhitung besar karena masih menyusui. Tangannya hendak memegang, buru-buru aku tepis. Aku mengancingkan kembali bajuku, membuatnya kecewa. Lalu
Read more
85. Impian Sendiri
Aku mengambil tangannya, menggenggam erat sembari tersenyum. Duniaku adalah mereka, itu sudah cukup. Kepalaku menggeleng hingga rambut bergerak. "Aku sudah mendapatkan semuanya, Kakak dan anak-anak. Memang apa lagi yang aku butuhkan?" "Kebahagiaanmu sendiri, apa yang kamu sukai dan ingin jalani. Coba pikirkan." Sebenarnya ada yang aku sukai selain bersama mereka, tetapi itu hanya hobi. Belum berubah menjadi keinginan yang harus diperjuangkan. Sekali lagi Kak Afrizal mengelus rambutku sembari tersenyum. "Nggak usah buru-buru, pikiran baik-baik.""Aku seorang ibu dua anak, memangnya bisa meraih cita-cita?" tanyaku. Ragu untuk memulai keinginan.Sebenarnya dari pada ragu, aku lebih ke tidak percaya diri. Selama ini aku hidup untuk orang lain, selalu memikirkan orang lain. Aku jarang berbuat untuk diri sendiri. "Emangnya kenapa kalau udah jadi ibu? Banyak kok wanita karir di luar sana sukses meraih cita-cita.""Pendidikanku cuma SMA," imbuhku. "Kamu bisa kuliah kalau mau.""Umurku u
Read more
86. Seapartemen
Aku menarik resleting tas, mengangkatnya dengan kekuatan penuh dan berjalan keluar bersama Kak Afrizal. Kami berbelok ke kanan hingga sampai lift, menuju lantai atas. Tempat Yuno dirawat. Ketika sudah sampai, Kak Afrizal enggan untuk masuk. Dia menarik napas kuat dan gugup. Lalu melangkah ke dalam dengan tongkat kruk. "Hay, kapan bangun?" tanyanya saat di samping Yuno. Aku tahu bahwa hanya dua orang yang mempertahankan hidup Yuno, yakni Kak Afrizal dan Husna. Padahal dokter bilang kemungkinan Yuno sadar sangat kecil.Semua orang menyerah, mengiklaskan jika Yuno harus mati dari pada tersiksa. Kurang lebih seperti itu. Aku tidak terlalu paham dan hanya dengar dari perdebatan orang-orang. Tidak berani bertanya langsung. Beberapa waktu lalu orang-orang berdebat tentang donor organ, Yuno sudah menyetujui pendonoran organ kalau terjadi sesuatu padanya. Sebagian menyetujui keputusan Yuno, sementara Husna dan Kak Afrizal bersikeras tidak mau. Mereka akan menunggu sampai kapanpun, yakin ba
Read more
87. Impian Hana
Malam itu kami makan malam bersama setelah sekian lama, bercanda dan mengobrol panjang. Ulang tahun Cheril sudah terlewat, dirayakan sederhana di rumah sakit. Begitu pun Cheril sangat senang dan membahasnya terus menerus. Pertama kalinya ulang tahun dirayakan dengan kue tart. "Bu, lanjang Dede ko pindah?" tanyanya. Tadi siang sebelum menjemput Kak Afrizal, aku lebih dulu memindahkan box bayi Ramaniya di kamar Kak Afrizal. Karena kami akan tidur sekamar, akan lebih mudah jika Ramaniya juga ikut. Nampaknya itu menjadi perhatian Cheril yang sekarang harus tidur sendiri. "Cheril kan sudah jadi kakak, harus belajar tidur sendiri." Aku menimang Ramaniya yang matanya belum terpejam. "Tha jha ta." Bayiku itu sudah bisa berceloteh. Dia seneng dan tersenyum. Saat besar nanti, sepertinya Ramaniya akan menganggap Kak Afrizal sebagai ayahnya tanpa berpikir bahwa dia hanyalah anak tiri. Aku lebih suka seperti itu. Bayi ku tidak boleh tahu bahwa ayah kandungnya adalah pria jahat. "Ibu tidul m
Read more
88. ML
Tatapannya serius, setuju dan mendukung keinginanku. Membuat bibir ini tersenyum lebar. Aku berhamburan memeluknya, memang hanya dia yang selalu mengerti. Telingaku mendengar detak jantungnya yang berdetak kencang. Usapan lembut datang di pucuk kepalaku. "Ajarin aku main ML, soalnya kemarin kalah terus." Dibanding dengan para anak muda, aku selalu kalah, ditambah tidak punya teman yang bisa mengajari. "Making love?" Alis Kak Afrizal terangkat. Aku memukul dadanya, membuat dia mengaduh pelan. Lalu melepaskan pelukan kami. Bibirku cemberut. "Mobile legend lah," jawabku dengan bibir cemberut, sepertinya dia sengaja menggoda. Menyebalkan sekali. "Aku sendiri juga nggak pernah main, tapi nanti aku coba. Suamimu ini kan pintar." Kedua tangannya mencubit pipiku gemas, sikap manja kami seperti anak yang baru pacaran. Tidak ada yang menyangka bahwa kami sudah memiliki anak berusia 4 tahun. Aku kembali memeluknya, sangat manja hingga Kak Afrizal menciumi pucuk kepalaku. Perlahan dia men
Read more
89. Pilihan Hana
Kakinya yang sakit tidak bisa bertahan lama berada di atas, aku menutup rasa malu dan memuaskan dirinya. Memberikan pelayanan sebagai istri hingga kami merasa sama-sama puas.Bisa dibilang aku lebih berpengalaman dari Kak Afrizal, mungkin saat pertama kali aku tidak bisa melawan, saat itu pemerkosaan, tenaga Kak Afrizal besar, ketika dia mengambil kehormatan ku secara paksa, aku tidak bisa melakukan apapun. Namun, setelah menikah dengan Mas Malik, aku dipaksa harus bisa ini itu, termasuk urusan ranjang, dia sangat pemilih dan membuatku seperti wanita liar. Kalau aku tidak bisa memuaskannya, maka aku akan dipukuli. Belajar dari pengalaman, memuaskan Kak Afrizal bukan hal sulit. Dia terlihat sangat menyukai pelayanan ku. "Kamu hebat banget," pujinya setelah mencapai puncak. Mencium bibirku sembari tersenyum senang. Dulu aku tidak suka dipuji hanya karena kelihaikanku ranjang, tapi kalau Kak Afrizal yang muji, ntah kenapa aku suka dan wajahku memerah. "Istirahat dulu, nanti nambah la
Read more
90. Karunia Baru
Ketika Husna melahirkan, tengah malam Kak Afrizal berlari keluar tanpa peduli dengan kakinya yang belum sembuh benar. Mendampingi Husna melahirkan hingga memberi nama ke bayi yang baru lahir. Seolah bayi yang dilahirkan Husna adalah anaknya. Aku cemburu, aku curiga dan pikiran buruk terus bersemayam. Aku takut mereka main serong. Aku sudah pernah dikhianati, tidak menutup kemungkinan aku akan dikhianati kembali. Tetapi semua kekhawatiran ku terpatahkan saat aku mendengar Kak Afrizal memujiku di depan Husna. Ketika mereka berduaan di kamar rumah sakit. Bayi yang diberi nama Shezan Safaluna tertidur di box bayi. Suasana hening, aku mengintip dari balik jendela. Persis seperti penguntit. Kurang lebih kalimat yang aku dengar seperti ini,"Tiap ada kesempatan aku belajar main ML makanya mataku kayak panda, supaya aku bisa bantu Hana. Soalnya dia kalah terus, kayaknya tahun depan pun dia nggak bisa ikut turnamen." Impian isengku ternyata ditanggapi serius olehnya, membuatku terharu. Dia
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status