All Chapters of Bukan Pemeran Utama: Chapter 21 - Chapter 30
42 Chapters
21 - Rasa Ingin Tau
Karena ingin memastikan apa yang di dengarnya adalah kebenaran, Xera bergegas kembali ke Bandung menuju makam sahabatnya. Jelas-jelas di batu nisannya tertulis nama Nabhila Pramuditia. Lalu siapa perempuan yang mengaku sebagai Nabhila itu? Dia bahkan memiliki nama anak yang sama seperti nama keponakan sahabatnya itu. "Apa Alvis diam-diam menikah dengan perempuan lain yang bernama Nabhila? Dan dialah yang menjadi ibu sambung untuk Baby Kanza?" Tanyanya pada sendiri. Tidak mungkin perempuan itu adalah Nabhila karena jelas-jelas Nabhila meninggal di tempat. Yang semua orang ragukan hanyalah Nadhila bukan Nabhila. Wajah Nadhila tak bisa dikenali saat ditemukan, bahkan sebagian keluarga besarnya awalnya menyangkal itu adalah model ternama, Nadhila. "Kalau gue tanyanya ke Mak mereka, takutnya malah membuat keadaan menjadi runyam. Tapi kalau gue tampung semuanya, bisa-bisa gue gila sendiri." Xera mirip orang gila sekarang, ia beralih menata
Read more
22 - Ada Harapan
Lagian semua orang terlihat melupakan Nadhila, dari dulu semua mata hanya tertuju pada Nabhila karena jalan hidup yang di pilihnya sesuai kemauan keluarganya sedangkan Nadhi tidak. Nadhila suka membangkang, maunya hidup dengan jalannya sendiri, sahabatnya itu bahkan seringkali berdebat panjang dengan Ayahnya sendiri lalu tak pernah ke rumah utamanya selama berminggu-minggu lamanya. Beberapa orang menganggap Nadhila hanyalah benalu di kehidupan kakak kembarnya itu, mereka bahkan berpikir Nadhi sukses menjadi model karena pengaruh kakaknya saja. "Harusnya sebelum Nadhi meninggal, dia bisa menemukan pria yang membuatnya bahagia, mencintainya dengan tulus dan selalu ada untukmu. Ada baiknya Nadhi meninggal cepat jadinya dia tidak perlu tersiksa memiliki tunangan toxic sepertimu." Setelah mengatakannya, Xera pergi dari sana. Andaikan Nadhi mendengarnya, sahabatnya itu akan merengek tak suka. Nadhi itu sulit di tebak, entah beneran Cinta sama Austin
Read more
23 - Foto Terakhir
"Ini adalah barang-barang milik Nadhila selama menjadi model di agency kami. Dia sangat berbakat tapi sepertinya Allah lebih menyayanginya daripada kita." Tepat setelah Pria tua itu mengatakannya, beberapa orang bergiliran masuk membawa figura foto milik Nadhila. "Salah satu syarat darinya selama bekerja dengan kami, baju yang dipakainya harus tertutup dan rapi." Terlihat sekali pria itu teramat bangga mendapatkan Nadhila sebagai modelnya. Fiera yang ada di sana memperhatikan semua foto yang datang, tidak ada satupun foto yang memperlihatkan lengan kanan atas Nadhila. Ini termasuk bukti, bahwasanya Nadhila memang masih hidup di suatu tempat. "Terimakasih atas kedatangannya, padahal anda bisa menyimpannya di studio anda saja sebagai kenang-kenangan." Balas Nada, ibu dari Nadhila. "Bisa saja saya melakukannya, Bu Nada. Tapi ini bukan hak kami, tidak ada yang tau alamat apartemen Nadhila kecuali tunangan dan sahabatnya. Sedangkan foto ini seharus
Read more
24 - Masa Lalu Nan Indah
"Kenapa juga aku ceroboh sekali? Harusnya aku tidak memberinya nama Nabhila melainkan nama baru seperti wajahnya, juga nama anakku yang harus di ganti. Nadh, kamu engga bakal ninggalin aku suatu hari nanti kan?" tanyanya pada selembar foto hitam putih. Di sana, ia dan Nadhi sedang mengenakan seragam batik sekolahan. Baru saja penonton acara pentas sekolah. "Andai kamu engga ninggalin aku terus ke luar negeri, andai persahabatan kita tetap berlanjut dan berakhir sebahagia ini. Mungkin kamu dan aku akan bahagia Nadh, kamu engga bakal merasakan semua ini." di usapnya beberapa kali wajah Cinta pertamanya. "Satu hal yang harus kamu tau, Sayang. Aku sangat mencintaimu, aku bahkan ingin terus mencintaimu. Tolong Cintai aku juga." Tapi bagaimana caranya? Nadhila memiliki sikap pantang menyerah, selama dia menginginkan sesuatu maka dia akan terus mengejarnya sampai dapat. Apalagi beberapa hari lalu, Nadhila sempat mengangkat telepon di ponselnya.
Read more
25 - Hampir Saja Ragu
"Jangan asal menuduh Mas begitu Sayang, kamu kan tau kalau Masa mana mungkin membohongi kamu." Mataku menatapnya ragu, tapi beberapa ingatan di kepalaku mengatakan dia berbohong. Padahal kemarin-kemarin, aku begitu mempercayai semua yang Mas Alvis katakan. Kami bak keluarga paling bahagia di dunia ini. "Masalahnya aku bingung Mas, semua yang muncul di ingatanku berbanding terbalik dengan apa yang Mas katakan. Bisa saja kan semua ingatan aneh itu milikku, bukan milik orang lain. Untuk apa aku meny—“"Sayang, Nabhila. Ingat cerita Mas tentang kamu yang begitu memantau kehidupannya adikmu? Bahkan hal sederhana pun kamu pantau. Jadi anggap ini bagian dari sana, iyakan?" Aku menunduk. Tapi kenapa di ingatanku berbeda? Di sana meskipun buram, aku seakan duduk di cafe menikmati banyak makanan lalu tertawa terbahak-bahak. Di sana, sekilas aku melihat diriku duduk di kursi lalu suara kamera menggema. Mana mungkin itu bukan aku?
Read more
26 - Sekilas Ada
Malamnya, saat Mas Alvis sibuk di ruang kerjanya. Aku memandang diriku di pantulan cermin, mencoba menggulung rambutku sampai sebatas leher. Akhir-akhir ini aku kurang suka rambut panjang, maunya sih rambut pendek saja jadinya bebas ngapa-ngapain. Tadi sore aku juga sempat bertanya ke Laila, katanya aku memang cocoknya rambut pendek. Ingat Laila kan? Kenalan pertamaku saat pertama kali sampai di Yogya ini. Kami sering bertemu untuk sekedar sharing bagusnya masak apa pas malam. “Tapi Mas Alvis sukanya aku rambut panjang, tapi aku sukanya rambutku pendek. Apa Mas Alvis mau ya menyetujuinya?” gulungannya kulepaskan, memilih memantau Kanza di kamar sebelah. Makin kesini, mukanya Kanza itu berbeda dari kami. Kayaknya beneran ikut ke nenek kakeknya deh, dari pihaknya Mas Alvis. “Kamu kok cantiknya makin engga bisa Bunda gapai sih, Sayang? Bunda sebenarnya kangen kakek nenek cuman bingung bilangnya ke Ayah bagaimana.” Beginilah ibu-ibu, Ses
Read more
27 - Ada Bernama Nada
Jalanan hari ini cukup ramai, aku duduk santai dengan Laila menikmati segelas es buah. Karena Kanza tidak ASI padaku jadinya aku bebas makan apa saja, dia bergantungnya di susu formula saja. “Hari ini Yogya panas sekali, aku bahkan harus minum banyak es agar bisa melegakan tenggorokanku.” Hal menyenangkannya adalah aku mempunyai teman sebaik Laila. Walaupun sebenarnya kangen sama orang asing itu, Xera namanya. “Bener banget.” Balasku membenarkan, kami duduknya dekat jalan masuk kompleks. Kanza mah anteng di stroller, dia suka sekali lihat mobil lewat atau sekedar memantau beberapa pejalan kaki dengan mata coklatnya itu. Dia katanya mirip bule, mungkin keturunan dari keluargaku kali ya? “Kamu endak ada niatan masuk arisan gitu? Kebetulan sekitaran sini ada kelompoknya.” Aku memikirkannya lama, kok aku endak berpikiran sampai ke sana sana? Apa dulu aku pernah ikut arisan? Secara kan aku masuk kategori keluarga berada, Mas Alv
Read more
28 - Tuan Meeaz
Merasa keadaan sudah sepi, Fiera bergegas masuk ke ruang komputer untuk melanjutkan pencariannya mencari Tuan Alvis. Ia harus bisa menemukan jejaknya atau Alvis akan kehilangan jejak lagi. Pasalnya di pencarian kemarin, Fiera menemukan Alvis bermalam di hotel terpencil dan di sekitaran sana terdapat beberapa rumah sakit. “Tidak ada jalan lain selain aku harus ke sana langsung memeriksa, apakah dia benar-benar Tuan Alvis ataukah namanya yang mirip.” Sembari memeriksa sekitar, Fiera mencatat alamat hotelnya. Juga beberapa nama rumah sakit yang tertera di pencariannya. Setelah melakukannya, ia bergegas menghapus jejaknya agar bawahannya tidak mencurigainya sama sekali, Fiera harus melakukannya diam-diam. “Saya perhatikan, Kamu bersikap mencurigakan akhir-akhir ini.” Badan Fiera menengang, penghapusan riwayat di komputer masih berjalan 20% masih bisa dibatalkan. “Kamu sedang mengerjakan sesuatu yang penting kan? Bukankah saya memperkerja
Read more
29 - Penampilan
"Hari ini jangan bandel dulu ya? Bunda mau ke rumahnya tetangga yang lagi hajatan." Kataku sembari memasangkan bando menggemaskan di kepala Putri cantikku ini. "Tapi Kanza engga pernah bandel kok, Bunda. Setiap hari selalu anteng dan menjadi anak yang sholehah. Iyakan? Iya dong." Kanza tertawa senang, dia sangat murah senyum sepertiku.Baju ini Mas Alvis berikan kemarin, katanya sih cocok untuk Kanza dan aku. Ternyata setelah di coba beneran cocok banget untuk kami, perihal hajatan tetangga itu, aku sih ikutan aja aslinya Laila-lah yang di undang. Teman baikku itu akan datang sekitaran jam 8 pagi sedangkan sekarang menunjukkan pukul setengah 8. Aku memang paling rajin deh, Mas Alvis saja geleng-geleng sejak tadi. "Jika kepalanya mendadak pusing mending langsung pulang saja ya? Jangan lama di sana takutnya kesehatan kamu terganggu." Dari kemarin, Mas Alvis tuh suka sibuk sendiri soal masalah kesehatan. Padahalkan aku sudah membaik, kem
Read more
30 - Tebakan Tak Mendasar
Tapi aku tetaplah mengangguk. “Iya Mas, Xera. Kemarin-kemarin kan  pas aku belanja ketemu sama perempuan cantik yang masukin barangku ke bagasi mobil itu loh. Namanya Xera, penampilannya Nadhila ternyata sangat mirip dengan penampilannya.” Kepalaku kusandarkan di punggungnya. Ini menyenangkan. Aku tersentak saat Mas Alvis malah melepaskan tanganku darinya, kini kami berhadapan. Terlihat jelas dia dalam mode serius jadinya aku menunggunya memberikanku pertanyaan. “Xera? Kamu ketemu sama dia tapi kenapa baru bilang sama Mas?”Aku kebingungan. “Maksudnya Mas? Kenapa aku harus bilang sedangkan hari itu Mas ketemu dia juga, bahkan Mas loh yang bukain bagasi walaupun dari kursi pengemudi sih. Mas aneh, sini Kanza sama aku saja.” Tasnya kuserahkan padanya. Tadinya aku mau keluar tapi Mas Alvis malah menghalangi jalanku. Kenapa aku merasa Mas Alvis sedang ketakutan? Kenapa matanya memancarkan ketakutan yang sangat besar? “Kamu ingat
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status